BERITAKU.ID, MAKASSAR – Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), Prof HM Nurdin Abdullah dengan tegas menolak gerakan People Power. Iapun mengimbau agar semua pihak menunggu penetapan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Sabtu (18/5/2019).
“Sebagai masyarakat Sulawesi Selatan, menolak keras people power. Mari kita akhiri kontestasi yang sekian lama kita lalui. Mari kita tunggu penetapan KPU. Siapun yang ditetapkan oleh KPU, itulah pemimpin yang diridhoi oleh Allah SWT,” ungkap Nurdin Abdullah dalam sambutannya, di acara silaturahmi dan bukan puasa bersama MUI dan seluruh elemen masyarakat Sulsel, dalam rangka mewujudkan Provinsi Sulsel yang sejuk dan damai, di Hotel Claro Makassar.
Pada acara tersebut, seluruh ulama, tokoh-tokoh se Sulawesi Selatan, melakukan tanda tangan petisi untuk menolak gerakan people power. Atas dasar itu, Nurdin Abdullah menyampaikan apresiasi kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) wilayah Sulsel, atas keberhasilan membuat acara tersebut.
“Kami mengucapkan apresiasi kepada MUI yang telah membuat acara ini untuk mewujudkan masyarakat Sulsel yang sejuk dan damai,” kata mantan Bupati Bantaeng 2008-2018 itu.
Pada kesempatan itu, alumni Unhas Makassar ini juga menyampaikan, Pemerintah Provinsi Sulsel harus menyusun rencana untuk pembicaraan lebih serius mengenai regulasi Pemilu.
“Saya ingin menyampaikan kepada alim ulama, kita semua perlu duduk bersama untuk mengevaluasi bagaimana masyarakat kita melakukan Pemilu yang murah, dan tidak dipersulit,” jelasnya.
Efek dari Pemilu tersebut, banyak tokoh yang memiliki potensi harus gugur dari pertarungan. Kekalahan tersebut, kata Nurdin Abdullah, hampir semuanya dikalahkan oleh pendatang baru.
“Banyak tokoh politik kita dikalahkan oleh pendatang baru. Yang kedua ini menjadi pekerjaan rumah bagi kita mengenai sebuah pemilihan. Kita sama-sama meyakinkan kepada rakyat dalam sebuah pertandingan, ada yang kalah ada yang menang, tidak mungkin semuanya menang,” tutur alumni Universitas Jepang itu.
Menurut Nurdin Abdullah, bila ada pihak yang tidak merasa puas dengan hasil Pemilu, negara menyediakan lembaga resmi sebagai tempat untuk melaporkan hasil Pemilu.
“Yang kedua, ketika ada sesuatu yang terjadi pada pemilihan, ada lembaga yang sudah diatur oleh Mahkamah Konstitusi. Kalau kita tidak puas, siapkan data-data kita untuk dibawa ke MK,” pungkasnya.(*)
Editor: Sy