Nabi dan Rasul bukanlah pemimpin tunggal dalam perjuangan menegakkan agama Islam di muka bumi. Bersama mereka, ada para panglima yang turut turjun ke medan pertempuran. Salah satunya adalah Khalid bin Wahid. Berikut Kisah Khalid Bin Walid beserta 14 pertempuran yang diikutinya.
Beritaku.id, Berita Islami – Badan-badan tegap berbaris rapi, kepala mendongak, tangan terangkat ke atas, lalu bibir mulai mengumandangkan takbir yang menggema di tengah medan perang yang beranjak sunyi. Setiap otot badan berdenyut nyeri, tapi seolah tak terasa ketika asma-asma Allah SWT bergaung menulikan telinga. Kelontang senjata menjadi senyap, berganti keceriaan yang terpancar dari wajah-wajah yang tersenyum puas. Sekali lagi, peperangan menegakkan agama Islam telah mereka menangkan.
Oleh: Riska Putri(Penulis Berita Islami)
Di garda terdepan berdiri sesosok jenderal nan perkasa. Berbeda dengan para jenderal militer zaman sekarang, jenderal di masa lampau benar-benar terjun memimpin pasukan mereka di medan peperangan. Mereka berada di barisan terdepan, bersama-sama para prajuritnya menghadang ribuan musuh yang serempak datang.
Islam memiliki seorang jenderal yang saking perkasanya, sampai-sampai namanya berada dalam daftar 100 jenderal paling hebat sepanjang masa. Ia bukanlah Rasulullah SAW, melainkan seorang pria bernama Khalid bin Walid.
Biografi Khalid bin Walid
Khalid bin Walid terlahir dengan nama Abu Sulayman Khalid ibn al-Walid ibn al-Mughirah al Makhzumi, pada tahun 585 di kota Mekkah. Beliau adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang juga terkenal dengan nama Sayf Allah al-Maslul, yang berarti “Pedang Allah yang terhunus”.
Selain terkenal sebagai sahabat Rasulullah SAW, namanya juga menggema berkat taktik dan kecakapannya yang luar biasa di bidang militer. Beliau merupakan salah satu panglima Islam yang memegang peranan penting dalam kejayaan Islam, sekaligus salah satu jenderal tak terkalahkan sepanjang kariernya.
Nama seorang Khalid bin Walid bukan hanya melegenda diantara ummat Islam saja, tetapi bahkan di dunia Barat. Berdasarkan catatan sejarah, pasukan dibawah kepemimpinan Khalid bin Walid tak pernah bisa terkalahkan dalam 100 pertempuran.
Semasa hidupnya, Khalid bin Walid mengabdi pada Kekhalifahan Rasyidin, dengan pangkat terakhir sebagai Panglima Tertinggi pasukan Pengawal Berkuda. Beberapa pertempuran penting yang beliau pimpin antara lain:
- Pertempuran Uhud (tahun 625)
- Pertempuran Mu’tah (tahun 629)
- Pembebasan Mekkah (tahun 629-630)
- Pertempuran Hunain (tahun 630)
- Perang Buzakha (tahun 632)
- Pertempuran Yamamah (tahun 633)
- Pertempuran Marj Rahit (tahun 634)
- Perang Busrah (tahun 634)
- Pertempuran Ajnadayn (tahun 634)
- Pertempuran Fahl (tahun 634)
- Pengepungan Damaskus (tahun 634-635)
- Pertempuran Yarmuk (tahun 636)
- Perang Homs (tahun 636-637)
- Pertempuran Hazir (tahun 637-638)
Dari kedua istrinya, yaitu Asma binti Anas bin Mudrik dan Umm Tamim binti al-Minhal, Khalid bin Walid memiliki 3 orang anak yaitu:
- Abdurrahman bin Khalid
- Sulaiman bin Khalid
- Al-Mujahir bin Khalid
Khalid bin Walid wafat pada tahun 642 di kota Homs, negeri Syam (sekarang Suriah) pada usia 57 tahun. Jenazahnya lantas dikebumikan di Masjid Khalid ibn al-Wahid yang berdiri di kota yang sama.
Latar Belakang Khalid bin Walid
Khalid bin Walid lahir sekitar 17 tahun sebelum masa pembangunan agama Islam. Beliau terlahir dari orangtua yang berasal dari kaum Bani Makhzum, suatu klan dari bangsa Quraisy. Ayahnya yang bernama Walib bin al-Mughirah mengemban jabatan sebagai kepala suku Bani Makhzum. Ibundanya bernama Lubabah binti al-Harith.
Diantara klan-klan suku Quraisy, kaum Bani Makzum merupakan klan yang sangat dibanggakan. Mereka pun memegang peranan penting dalam kehidupan bangsa Quraisy. Salah satu tugas terpentingnya adalah mengurus gudang senjata dan tenaga tempur, serta menjadi penyedia kuda dan senjata bagi para prajurit Quraisy.
Meskipun mayoritas bangsa Quraisy pada saat itu belum memeluk Islam, ketika terjadi pengepungan terhadap orang-orang Islam oleh kaum kafirin di lembah Abu Thalib, kaum Bani Makhzum adalah yang pertama angkat suara menentang pengepungan tersebut.
Sama seperti Nabi Muhammad SAW, keluarga Khalid bin Walid juga memegang erat tradisi bangsa Quraisy yaitu mengirim anak-anaknya yang baru lahir ke pedalaman untuk dirawat oleh seorang ibu angkat. Setelah berusia 5 atau 6 tahun, Khalid akhirnya kembali ke pangkuan orangtuanya di Mekkah.
Bukan hanya berasal dari bangsa yang sama dengan Rasulullah SAW, Khalid pun ternyata termasuk keluarga Rasulullah SAW yang sangat dekat. Bibinya yang bernama Maimunah adalah salah satu isteri Nabi Muhammad SAW. Khalid juga merupakan salah seorang sepupu dari Umar bin Khatab.
Baca Juga Beritaku: Sejarah Terjadinya Perang Ghathafan
Peran Khalid Bin Walid
Pada mulanya, Khalid bin Walid adalah panglima perang bagi kaum kafir Quraisy. Ketika menjalankan perannya tersebut, Khalid terkenal akan kecakapan pasukan kavalerinya. Saat terjadi Pertempuran Uhud, Khalid-lah yang berhasil menemukan celah diantara pasukan muslimin.
Melihat pasukan Islam yang kelelahan setelah mengambil rampasan perang, Khalid memimpin pasukannya turun dari Bukit Uhud dan menghajar pasukan muslimin hingga kalah telak. Tetapi, pada pertempuran itu pula Khalid akhirnya mendapat hidayah dari Allah SWT.
Tak lama setelah Pertempuran Uhud usai, Khalid bin Walid menyatakan diri masuk Islam dan mulai mempelajari ajaran agama Islam secara langsung dari Nabi Muhammad SAW. Sejak saat itulah, Khalid bin Walid mulai berperang untuk menegakkan ajaran agama Islam di jazirah Arab.
Peperangan Melawan Rasulullah SAW
Banyak kisah Khalid Bin Walid yang mengatakan beliau memeluk Islam segera setelah Pertempuran Uhud selesai. Namun, sebetulnya Khalid mulai memeluk Islam setelah bertempur melawan pasukan Nabi Muhammad di Perang Khandaq, dua tahun setelah Pertempuran Uhud.
Prang Khandaq ialah peperangan antara kaum muslimin Madinah melawan pasukan sekutu kaum Yahudi dan bangsa Quraisy. Nama perang Khandaq berasal dari kata khandaq yang berarti “parit” dalam bahasa Indonesia.
Nabi Muhammad SAW memimpin sebanyak 3.000 pasukan muslimin, sementara di kubu seberang Abu Sufyan-lah yang memimpin pasukan sekutu kaum kafirin beranggotakan 10.000 prajurit.
Untuk menanggulangi ketimpangan jumlah pasukan, Salman al-Farisi mengusulkan kepada Rasulullah untuk menggali parit di sebelah utara kota Madinah untuk menahan gempuran tentara musuh.
Ketika mencapai kota Madinah, pasukan Abu Sufyan kaget bukan kepalang terhadap keberadaan parit-parit tersebut. Tentara mereka yang mengandalkan pasukan kavaleri (berkuda) akhirnya tidak bisa berkutik menghadapi taktik parit kaum muslimin. Alhasil, mereka hanya berdiam mengepun kota Madinah selama 27 hari lamanya.
Hingga saat terakhir, pasukan Abu Sufyan tetap menemui kegagalan dalam menemukan cara efektif untuk membawa pasukan merangsek masuk ke kota Madinah.
Selama masa pengepungan, hanya beberapa orang saja yang berhasil menembus parit dan menyusup ke dalam kota. Salah satunya adalah Amr bin Wadd, seorang pejuang tanggung yang kekuatannya setara dengan 100 orang.
Momen Khalid Bin Walid Masuk Islam
Seseorang lainnya yang berhasil masuk adalah Khalid bin Walid, panglima perang Quraisy yang mengemban tugas penting yaitu membunuh Nabi Muhammad SAW.
Tugas itu hampir saja berhasil terlaksana, namun akhirnya gagal ketika kabar bahwa Amr bin Wadd telah terbunuh dan Abu Sufyan memerintahkan seluruh pasukannya untuk mundur.
Alangkah kagetnya Khalid ketika menerima sepucuk surat dari saudaranya yang baru saja memeluk Islam, beberapa saat setelah peristiwa Perang Khandaq. Dalam surat tersebut, tertulis ucapan Nabi Muhammad SAW yang memuji kecerdikan dan kekuatan Khalid.
Ucapan Rasulullah SAW membuat Khalid tertegun. Setelah sadar dari rasa kagetnya, Khalid memantapkan hati untuk masuk Islam.
Beliau segera pergi untuk menemui Nabi Muhammad SAW di kota Madinah, dan menyatakan dirinya masuk Islam.
Baca Juga Beritaku: Pasukan Perang Islam: Nama Panglima, Catatan, Serta Kisahnya
Alasan Khalid bin Walid Ditakuti Bangsa Quraisy
Terlahir sebagai bagian dari kaum Bani Makhzum, Khalid bin Walid terlatih sejak kecil dalam seni dan siasat berperang. Melalui berbagai pengalamannya memimpin pasukan Quraisy, Khalid tumbuh menjadi seorang ahli siasat perang yang mahir menggunakan beragam senjata dan piawai berkuda, serta merupakan sosok pempimpin karismatik di kalangan prajuritnya.
Sebab itulah bangsa Quraisy menjadi sangat takut kepada Khalid bin Walid ketika beliau memeluk Islam. Pembelaan Khalid terhadap panji-panji Islam dan kalimatullah dianggap ancaman bagi keberlangsungan agama yang mereka anut saat itu.
Ketakutan itu pun semakin menguat ketika Khalid berhasil menaklukkan serbuan tentara Byzantium yang berjumlah 240.000 orang, padahal prajurit Islam dibawah kepemimpinannya hanya ada 46.000 orang saja.
Sepeninggalan Rasulullah SAW, tajuk pemimpin Islam berpindah ke tangan Abu Bakar. Dalam masa pemerintahan Abu Bakar, Khalid juga berkali-kali menyumbang jasa dalam kemenangan Islam melawan musuh-musuh Allah SWT.
Diantaranya adalah Perang Riddah yang terjadi sebab suku-suku bangsa Arab tidak mau tunduk pada kepemimpinan Abu Bakar. Mereka beranggapan bahwa perjanjian yang mereka buat dengan Rasulullah SAW batal dengan sendirinya setelah Rasulullah SAW wafat.
Masuknya Khalid bin Walid Memeluk Islam
Ketika hendak memeluk Islam, Khalid bin Walid mengatakan sesuatu tentang Nabi Muhammad SAW kepada bangsa Quraisy.
“Sekarang nyata sudah bagi setiap orang yang berpikiran sehat, bahwa Muhammad bukan tukang sihir, juga bukan seorang penyair. Apa yang dikatakannya adalah firman Tuhan semesta alam ini. Setiap orang yang punya hati nurani berkewajiban menjadi pengikutnya.”
Salah satu sahabatnya, Ikrima bin Abi Jahl, merasa sangat ngeri mendengar perkataannya tersebut. Setelah Khalid kembali dari menemui Nabi Muhammad SAW di kota Madinah, Ikrima segera mengabarkan kepulang Khalid kepada Abu Sufyan. Pemimpin bangsa Quraisy itu kemudian memanggil Khalid ke hadapannya.
Mengetahui kebenaran berita bahwa Khalid telah memeluk Islam, Abu Sufyan marah bukan kepalang. Abu Sufyan yang terbawa api kemarahan lantas berniat hendak menyerang Khalid saat itu juga.
Tetapi, Ikrima yang turut hadir di pertemuan tersebut segera bertindak dan menghalangi Abu Sufyan seraya berkata:
“Abu Sufyan, sabarlah! Seperti engkau, aku juga khawatir kelak akan mengatakan sesuatu seperti kata-kata Khalid itu dan ikut ke dalam agamanya. Kamu akan membunuh Khalid karena pandangannya itu, padahal seluruh Quraisy sependapat dengan dia. Sungguh aku khawatir, jangan-jangan sebelum bertemu tahun depan seluruh penduduk Mekkah sudah menjadi pengikutnya.”
Setelah itu, Khalid meninggalkan kota kelahirannya dan hijrah ke kota Madinah, menggabungkan dirinya ke dalam pasukan muslimin di bawah kepemimpinan Rasulullah SAW. Tak lama, kepergian Khalid memancing kedua penjaga Ka’Bah yaitu Amr bin I-Ash dan Uthman bin Talha mengikutinya menjadi pemeluk Islam.
Berkat kejadian itu kedudukan Islam menjadi lebih kuat, dan akhirnya pintu Mekkah tak diragukan lagi terbuka untuk menyambut kedatangan Nabi Muhammad SAW.
Asal Mula Julukan Pedang Allah
Perang pertama Khalid bin Walid sebagai panglima Islam adalah Pertempuran Mu’tah. Dari situlah Khalid mulai sering mendampingi Rasulullah SAW berperang membela Islam.
Setelah pasukan Islam berhasil menguasai kota Mekkah, Rasulullah SAW mengutus Khalid untuk menghancurkan berhala Uzza yang berdiri pongah di sekeliling Ka’bah.
Berkat keahliannya di medan perang, Rasulullah SAW memberikan julukan “Pedang Allah” kepada Khalid bin Walid.
Panglima perang perkasa ini sebetulnya ingin mati syahid di medan perang seperti prajurit Islam lainnya. Namun, berkali-kali ia terjun ke medan perang, berkali-kali itu pula ia kembali dalam keadaan hidup. Rupanya Allah SWT menginginkan Khalid tetap hidup untuk memimpin penyebaran agama Islam di seluruh jazirah Arab dan sekitarnya.
Baca Juga Beritaku: Perang Besar Yang Jarang Kita Dengar Sejarahnya
Tangis Sebelum Kematian
Seperti dikatakan sebelumnya, Khalid bin Walid sang Pedang Allah mendambakan dirinya mati secara syahid saat membela agama Allah SWT. Namun Allah SWT berkehendak lain, Ia mempertahankan nyawa Khalid sampai usia senja melebihi usia Rasulullah SAW.
Di akhir hayatnya, keinginannya tersebut membuat Khalid merasa risau di dalam hati. Ia menyampaikan kerisauannya sambil mengucurkan air mata kepada keluarganya:
“Aku telah berjuang dalam banyak pertempuran demi mencari kematian secara syahid. Tidak ada tempat di anggota tubuhku ini melainkan terdapat bekas luka tebasan pedang. Meski demikian, inilah aku sekarang, aku akan mati di tempat tidur layaknya seekor unta tua.”
Beberapa saat setelah mengucapkan perkataan tersebut, Khalid bin Walid akhirnya menemui ajal di tempat tidurnya. Kematian Khalid menandakan berkurangnya panglima perang Islam, tetapi bukan berarti Islam sebagai agama tauhid berkurang kekuatannya.
Adalah kita sebagai muslim di zaman modern yang kini bertugas meninggikan nama Allah SWT di tengah kegaduhan zaman.
Daftar Pustaka
- Khalid bin Walid. Wikipedia. https://id.wikipedia.org/wiki/Khalid_bin_Walid.
- Fadillah, Ramadhian. 2018. Jenderal Pasukan Islam yang Jadi Legenda Tak Pernah Kalah Perang. Jakarta: Merdeka. https://www.merdeka.com/dunia/jenderal-pasukan-islam-yang-jadi-legenda-tak-pernah-kalah-perang.html.
- Tim CNN Indonesia. 2021. Kisah Khalid bin Walid, Si Pedang Allah yang Terhunus. Jakarta: CNN Indonesia. https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20210326125126-284-622409/kisah-khalid-bin-walid-si-pedang-allah-yang-terhunus.
- Prabowo, Gama dan Serafica Gischa. 2020. Sejarah Perang Khandaq (627). Jakarta: Kompas. https://www.kompas.com/skola/read/2020/11/24/142858869/sejarah-perang-khandaq-627.
- Subarkah, Muhammad. 2020. Khalid bin Walid: Kisah Haru Islamnya Pedang Allah. Jakarta: Republika. https://www.republika.co.id/berita/qflp25385/khalid-bin-walid-kisah-haru-islamnya-empedang-allahem.
- Era. 2021. Kisah Khalid bin Walid, Sahabat Nabi yang Dijuluki Sang Pedang Allah. Jakarta: Kumparan. https://kumparan.com/berita-hari-ini/kisah-khalid-bin-walid-sahabat-nabi-yang-dijuluki-sang-pedang-allah-1v64xmMUjrX/full.