Kondisi sumberdaya kelautan yang melimpah, namun nelayan pada garis kemiskinan, Terjadi Disparitas Yang Sangat Lebar Dalam Kehidupan Sosial Ekonomi Penduduk.
Prof. Dr. Ir. H. Sudirman, MPi
Guru Besar Bidang Perikanan Tangkap, Kepala Laboratorium Teknologi Penangkapan Ikan UNHAS
Beritaku.Id, Budaya Maritim – Kemiskinan Nelayan dan Petani pada masyarakat pesisir. Menjadi hal penting untuk suatu kebijakan nasional dan daerah.
Menurut data Badan Pusat Statistik pada September 2019 sebesar 24,79 juta dari yang sebelumnya 25,67 juta orang.
Di Sulawesi Selatan data tahun 2004 menunjukkan bahwa 14,90% penduduknya tergolong miskin.
Sementara Jumlah penduduk miskin di Sulawesi Selatan Maret 2019 sebesar 767,80 ribu jiwa.,Mengalami penurunan sebesar 24,83 ribu jiwa jika dibandingkan dengan kondisi Maret 2018.
Pada Maret 2019, sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 75,09 persen, sedangkan pada Maret 2018 sebesar 74,80 persen.
Kemiskinan Nasional Termasuk Nelayan Menjadi Agenda Nasional
Dalam pidato akhir tahun Bapak Presiden Republik Indonesia pada beberapa waktu lalu.
Mengungkapkan bahwa pemerintah menyiapkan dana sekitar 157,1 trillium rupiah untuk pengentasan kemiskinan pada tahun ini.
Ini menunjukkan bahwa salah satu masalah besar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah masalah kemiskinan termasuk masyarakat nelayan dan dipesisir.
Jumlah orang dengan data kemiskinan tersebut sebagian besar berprofesi sebagai petani dan nelayan yang berdomisili di kawasan wilayah pesisir.
Adalah suatu hal yang paradoks, suatu negeri yang kaya raya dengan sumberdaya alamnya.
Namun masih banyak penduduknya yang berada dibawah garis kemiskinan.
Mengapa terjadi demikian?
Salah satu jawabannya adalah kita belum memanfaatkan secara optimal dan bijaksana kekayaan sumberdaya alam laut yang kita miliki.
Potret Kelimpahan Sumberdaya Kelautan
Sebagai gambaran dapat dikemukakan bahwa wilayah pesisir Indonesia yang panjangnya mencapai 95.181 km.
Dengan luas laut teritorialnya kurang lebih 3,1 juta Km2, Zona Economic Exclusif Indonesia (ZEEI) seluas 2,7 Km2.
Memiliki potensi sumberdaya hayati, non hayati maupun jasa lingkungan lainnya. Yang belum tergali secara optimal dalam mendukung pembangunan ekonomi bangsa Indonesia.
Di Indonesia tercatat keragaman hayati laut yang tinggi. Ditemukan sekitar 2500 species ikan, 253 jenis dari jumlah tersebut termasuk jenis ikan hias.
Dan 132 jenis ikan yang bernilai ekonomi. Terdapat kurang lebih 354 jenis ikan karang,14.000 jenis terumbu karang dengan luas lebih kurang 60.000 km2.
Terdapat berbagai jenis lamun dan 38 jenis mangrove (Dewan Maritim Indonesia, 2006).
Selain sumberdaya tersebut kita juga memiliki pulau-pulau kecil
Berdasarkan SK Menteri Kelautan dan Perikanan No.41 tahun 2000. Yang dimaksud dengan pulau kecil adalah pulau yang mempunyai luas area kurang dari atau sama dengan 10.000 km2.
Dengan jumlah penduduk kurang dari atau sama dengan 200.000 orang.
Data dari Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau kecil DKP menunjukkan bahwa jumlah pulau kecil di Indonesia sebanyak 17.499. Sebanyak 5.474 pulau sudah mempunyai nama, dan12.025 pulau yang belum mempunyai nama (Majalah Samudera, 2006).
Penelitian terakhir melalui citra Lansat diduga lebih dari 18.000 pulau di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun baru 6000 pulau yang dimanfaatkan.
Dewan Maritim Indonesia tahun 2006 telah memprediksi potensi ekonomi sumberdaya alam kelautan mencapai U$ 173,18 milyar /tahun (Demersal, 2006).
Yang meliputi potensi perikanan sebesar U$ 31,93 milyar/tahun, wilayah pesisir sebesar U$ 50 milyar/tahun.
Bioteknologi sebesar U$ 40 milyar/tahun, wisata bahari sebesar U$ 2 milyar/tahun.
Minyak bumi sebesar U$ 23,25 milyar dan transportasi laut sebesar U$ 20 milyar/tahun.
Nilai Ekonomi Tinggi Sektor Kelautan
Sektor kelautan dapat bernilai ekonomi yang tinggi di bidang perikanan tangkap, budidaya ikan. Pariwisata laut, transportasi laut, bioteknologi laut, pulau-pulau kecil dan sebagainya.
Disektor perikanan Memiliki comparative advantages yang tinggi sebagaimana dicerminkan dari potensi sumberdaya ikannya.
Yang berpeluang untuk ditingkatkan menjadi competitive advantages. Pada umumnya industri perikanan berbasis sumberdaya lokal atau resources based industry. Sehingga tidak perlu mengimpor atau menguras devisa negara yang besar dalam aktivitasnya.
Ini dapat kita lihat ketika terjadi krisis moneter pada tahun 1998-2000 pada saat nilai dollar sangat tinggi terhadap rupiah.
Sehingga para pengusaha perikanan termasuk banyak petani ikan menjadi kaya karena komponen impor yang digunakan hanya sedikit.
Belajar dari negeri seberang
Pertanyaan yang muncul adalah, adakah negara di dunia ini yang dapat kita jadikan referensi. Yang memanfaatkan sumberdaya kelautan dan perikanannya sehingga masyarakatnya bisa makmur?.
Jawabannya ada. Kita mencoba mengambil beberapa contoh saja.
Islandia misalnya, sebuah negara di Eropa, GNP dari penduduknya perkapita sebesar U$ 26.000, (Indonesia belum sampai U$ 1000). 70 persen barang dan jasa ekspor berasal dari produk perikanan.
Norwegia GNP perkapita per tahun mencapai U$ 30.000, mengekspor ikan salmon dengan nilai U$ 2 milyar/ tahun.
Nilai ekspor ikan salmon negara tersebut sama besarnya dengan nilai devisa yang dihasilkan oleh Negara kita di sektor perikanan.
Cina merupakan negara dengan jumlah penduduk yang besar, luas perairan 503 km2 atau hanya 8,8 persen. Dari luas perairan negara kita.
Total produksi perikanan mencapai 45 juta ton/tahun, dengan nilai produksi mencapai U$ 35 milyar (Dahuri, 2005).
Beberapa contoh lain misalnya Vietnam menjadi negara pengekspor utama udang ke Jepang, dan catfish ke Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Filipina merupakan ekportir karagenan terbesar di dunia, Perancis merupakan produsen terbesar oyster. Canada merupakan produsen terbesar Scallop dan Chili merupakan produsen tersebar agar-agar (Nurjanah, 2006).
Contoh-contoh tersebut sebaiknya menjadi pelajaran yang berharga untuk memanfaatkan sumberdaya kelautan. Dan perikanan kita dalam pengentasan kemiskinan di negeri ini termasuk di Sulawesi Selatan.
Prospek dan Hasil yang telah dicapai
Kontribusi perolehan devisa dari hasil ekspor perikanan baru mencapai 2,08 milyar dengan volume ekspor 1,02 juta ton pada tahun 2006.
Area potensi budidaya sebesar 24 juta Ha dengan potensi produksi diperkirakan sebesar 57,7 juta ton per tahun. Dan saat ini baru dicapai sekitar 2,63 juta ton per tahun (Numberi, 2007).
Dalam konteks pemanfaatan untuk tujuan pembangunan nasional terdapat tiga wilayah perairan laut di Indonesia. Yang belum dimanfaatkan secara baik, yaitu perairan ZEEI, Perairan Kawasan Timur Indonesia dan wilayah laut perbatasan (Dahuri, 2006).
Ketiga wilayah perairan tersebut tergolong perairan laut dalam.
Sebagai gambaran dapat dikemukakan bahwa hasil perikanan pada ekosistem terumbu karang yang terkelola dengan baik dapat mencapai 25 ton/km2 pertahun. Belum lagi nilai pariwisata yang dihasilkan.
Di Great Barrier Reef Australia memperoleh sekitar $ 1,5 Milyar atau 10,5 trillium rupiah per tahun. Dari hasil pariwisata dari terumbu karangnya (CRC, 2003)
Pertanyaan yang kemudian timbul adalah jika potensi masih memungkinkan.
Maka komoditas apa yang bisa dikelola untuk dimanfaatkan dalam rangka meningkatkan kesejahtraan dan kemakmuran masyarakat.
Komoditas Ikan Tuna
Khususnya para nelayan. Berdasarkan kerakteristik yang dimiliki perairan Kawasan Timur Indonesia adalah laut dalam. Maka salah satu jawabannya adalah pengembangan pemanfaatan komoditas ikan tuna.
Disamping potensinya di Indonesia Timur dinilai masih banyak, nilai ekonomi ikan tuna juga tinggi.
Karena dalam bentuk segar dan beku dapat diekspor, sehingga bukan hanya meningkatkan kesejahteraan nelayan tetapi juga dapat menambah devisa negara.
Yang perlu difikirkan adalah pengembangan alat tangkap yang sesuai dengan kondisi sumberdaya nelayan disetiap lokasi.
Di Perairan Teluk Tomini nelayan melakukan penangkapan tuna dengan berkelompok dalam suatu usaha koperasi yang dikenal dengan armada semut.
Nelayan melakukan penangkapan ikan tuna di sekitar rumpon dengan menggunakan pancing tuna (hand line) dimana hasil tangkapannya dibeli oleh koperasi.
Hasil pendugaan sumberdaya ikan tuna di Kawasan Timur Indonesia. Menunjukkan bahwa tingkat pengusahaan sumberdaya ikan tuna di wilayah Kawasan Timur Indonesia masih rendah.
Perairan Selatan Bali, Nusa Tenggara dan laut Banda baru mencapai 22-30% dari potensi lestarinya. Selain komoditas tersebut adalah pengembangan budidaya rumput laut.
Yang pengembangannya tersebar luas di wilayah perairan Indonesia yang potensinya pengembangannya mencapai 1.110.900 ha.
Selain komoditas tersebut berbagai komoditas ikan dapat dibudidayakan melalui keramba jaring apung, dapat pula menyerap lapangan kerja.
Komoditas udang baik udang vannamei maupun udang paneid masih dapat dikembangkan. Indonesia sebagai produsen utama udang dunia. Khususnya jenis udang windu merupakan species asli Indonesia.
Apabila produksi udang dapat ditingkatkan secara massal maka posisi Indonesia di Pasar Jepang dan Amerika Serikat. Akan meningkat menjadi market leader and price setter.
Sebagai dampaknya adalah harga ditingkat produsen akan naik dan tingkat pendapatan dan kesejahteraan petani akan meningkat pula.
Pengembangan komoditas tersebut mendukung pro growt, pro job dan pro poor.
Sebagai pilar pembangunan nasional yang kembangkan oleh pemerintahan Bapak Jokowi.
Kendala dan Permasalahan yang dihadapi
Terdapat beberapa masalah yang dihadapi dalam pemanfaatan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang kita miliki antara lain;
(1) Rendahnya kesadaran bangsa tentang arti penting dan nilai strategis sumberdaya kelautan dan perikanan. Bagi pembangunan ekonomi nasional, sejak zaman penjajahan sampai Orde Baru. Akibat dari rendahnya kesadaran tersebut maka perhatian, pengetahuan, dan penguasaan serta penerapan IPTEK Kelautan dan Perikanan menjadi rendah juga;
(2) Problem internal bidang kelautan dan SDM relatif rendah.
Kunci pembangunan di bidang kelautan dan perikanan kedepan tidak terlepas dari faktor kualitas SDM. Dan kemampuannya dalam penguasaan IPTEK yang dalam praktek pembangunan nasional. Diperankan oleh tiga kelompok pelaku pembangunan, yaitu kelompok birokrasi. Pelaku kegiatan ekonomi dan kelompok peneliti (Dahuri, 2002).
Berkaitan dengan rendahnya produktivitas SDM disebabkan oleh tingkat pendidikan angkatan kerja yang masih relatif rendah. Nasution (1992) melaporkan bahwa struktur tenaga kerja di sektor perikanan 68,4% tidak tamat SD dan 26,24 tamat SD. Prasarana dan sarana pembangunan terbatas dan keterbelakangan masyarakat turut menjadi penyebab. Akibatnya akses untuk menjangkau daerah kepulauan masih sangat sulit
(3) Kebijakan Ekonomi makro belum kondusif (terbatasnya modal dan investasi. Keamanan berusaha, kepastian hukum, terbatasnya infrastruktur), merupakan salah satu masalah yang dihadapi.
Beberapa solusi terhadap masalah yang dihadapi
Pengalaman pembangunan bangsa-bangsa di dunia dan bangsa kita sendiri pada masa lalu.
Menunjukkan bahwa paradigma pembangunan yang hanya mengejar pertumbuhan ekonomi. Tanpa memperhatikan aspek pemerataan dan kesesuaian sosial budaya serta kelestarian lingkungan secara proporsional pada akhirnya akan bermuara pada kegagalan.
Oleh sebab itu untuk membantu pengentasan kemiskinan memerlukan pertumbuhan ekonomi. Secara berkesinambungan atau sustainable dalam konteks ini sustainable fisheries merupakan salah satu jawabannya.
Persoalannya sekarang adalah bagaimana menuangkan menjadi suatu strategi yang nyata. Pengrusakan sumberdaya kelautan dan perikanan sekarang ini banyak disebabkan oleh karena kemiskinan masyarakat.
Tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah serta masih lemahnya penegakan hukum.
Memberantas Kemiskinan Nelayan Dan Petani
Oleh sebah itu, kemiskinan di wilayah pesisir harus diberantas melalui kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada masyarakat miskin.
Untuk mengurangi kemiskinan nelayan diarea pesisir misalnya :
- Pemberian alat tangkap yang ramah lingkungan, memudahkan akses pasar dan menjamin pemasaran hasil tangkapannya,
- Menggerakkan usaha ekonomi produktif masyarakat di wilayah pesisir.
- Pendidikan dan keterampilan masyarakat harus ditingkatkan melalui penyuluhan dan pelatihan-pelatihan.
- Membuka akses pelajar di pulau dan wilayah pesisir untuk memperoleh pendidikan tinggi, serta penegakan hukum harus ditingkatkan.
Sekarang ini Universitas Hasanuddin sedang mengusulkan ke DIKTI. Melalui program Indonesia-Managing Higher Education for Relevance and Efficiency (I-MHERE) dimana salah satu programnya adalah outreach programme.
Diharapkan adanya kesempatan memperoleh pendidikan tinggi bagi lulusan terbaik di wilayah terpencil. Khususnya di wilayah pesisir dan kepulauan untuk prioritas masuk di UNHAS dengan beasiswa dari I-MHERE.
Hasil identifikasi menunjukkan bahwa persentase mahasiswa miskin yang masuk ke Unhas hanya 1% dan hanya 11% berasal dari daerah terpencil.
Salah satu terobosan yang dilakukan oleh pemerintah melalui Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia adalah Revitalisasi Perikanan.
Tujuan dari Revitalisasi adalah mengurangi kemiskinan di sektor perikanan, mengurangi pengangguran.
Meningkatkan daya saing kegiatan produk perikanan, membangun ketahanan pangan.
Membangun kesinambungan kegiatan perikanan dan melestarikan lingkungan Hidup. Salah satu target yang ingin dicapai adalah menurunkan tingkat kemiskinan dari 16,6% pada tahun 2004. Menjadi 8,2% pada tahun 2009 (DKP, 2005).
Ini bisa dicapai jika sumberdaya kelautan dan perikanan termasuk pulau-pulau kecil dapat kita optimalkan pemanfaatannya.
Pilar ekonomi Pesisir
Ada tiga pilar ekonomi kelautan yang utama yang dapat memajukan dan mengentaskan kemiskinan di wilayah pesisir untuk nelayan yaitu;
(1) kegiatan perikanan (budidaya dan penangkapan)
(2) pariwitasata bahari dan
(3) perhubungan laut.
Ketiga pilar ekonomi terasebut harus didorong untuk menggerakkan roda ekonomi masyarakat.
Dalam menggerakkan usaha kelautan dan perikanan maka diperlukan sistem usaha kemitraan secara terpadu dan saling menguntungkan.
Untuk mendapatkan keuntungan yang langgeng diperlukan jaminan pasar yang pasti.
Pada kenyataannya hampir semua nelayan tradisional belum memiliki kemampuan tersebut, menyebabka kemiskinan nelayan masih terjadi.
Oleh sebab itu sistem usaha kemitraan antara nelayan kecil dan pengusaha besar harus dikembangkan.
Pengusaha fokus utamanya mengerjakan pengolahan dan pemasaran sedangkan nelayan tradisional melakukan penangkapan ikan.
Semoga ikhtiar tersebut diatas dapat memanfaatkan potensi kelautan dan perikanan yang kita miliki.
Untuk selanjutnya dapat mengangkat kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.
Khususnya masyarakat nelayan dan petani ikan yang masih dibawah garis kemiskinan. Di wilayah pesisir sehingga terbebas dari belenggu kemiskinan bagi para nelayan tersebut. Semoga cepat terwujud.
Dari Redaksi, Tulisan Dari Pakar :
- Lautan Dalam AlQuran, Mengungkap Rahasia Ke Permukaan
- Ikan Tuna, Emas Merah Dilautan, Seharga Lamborgini
- Analisa Ikan Yang Menelan Nabi Yunus AS, Berdasarkan Ilmu Perikanan Modern