Pidato Bung Tomo tak lekang oleh waktu. Gayanya memang tak senecis Soekarno. Namun ia memiliki intonasi persuasif yang menyemangati. Membeda isi dan kesimpulan, inilah pidato Bung Tomo yang bersejarah.
Beritaku.id – Komunikasi Tundukan kepala sejenak, mari tengok sejarah. Kemerdekaan saat ini tak lepas dari perjuangan para pahlawan dan motivasi bung Tomo untuk pemuda.
Oleh Tika (Penulis komunikasi)
Pidato Bung Tomo Yang Menggetarkan
Bapak Sutomo atau akrab dipanggil Bung Tomo faktanya seorang orator ulung.
Setiap tanggal 10 Nopember yang bertepatan dengan Hari Pahlawan, pidato beliau kembali bergaung.
Kalimat Merdeka atau Mati menjadi sebuah ciri khas. Apalagi dengan lantunan Takbir yang membara. Beliau melantunkannya dengan semangat membara.
Bung Tomo adalah seorang yang religius. Tak heran bahkan di awal pidatonya hampir semua berisi kalimat basmalah.
Bismillaahirrohmaanirrohim.
Merdeka!
Kemudian beliau melanjutkannya dengan menyapa hadirin.
“Saudara-saudara di seluruh penjuru Indonesia yang merupakan rakyat jelata terutama saudara-saudara penduduk kota Surabaya”.
Kemudian beliau masuk ke dalam inti pidato.
“Seperti yang kita ketahui bahwa hari ini tentara Inggris telah menyebarkan spanduk-spanduk yang berisi ancaman kepada kita semua.
Rakyat wajib menyerahkan senjata yang berhasil kita rebut dari tentara Jepang dalam waktu yang telah ditentukan.
Artinya mereka ingin kita menyerah dan angkat tangan.”
Bung Tomo melanjutkan inti dengan kalimat informatif.
Saudara-saudara,
Saat pertempuran-pertempuran yang lampau kita telah menunjukkan bahwa rakyat Indonesia di Surabaya, pemuda-pemuda dari Maluku,
Mereka yang juga dari Sulawesi, pemuda Bali, Kalimantan, seluruh Sumatera, Pemuda Aceh, Tapanuli, dan semua pemuda Indonesia yang ada di Surabaya ini.
Mereka menunjukkan pertahanan yang kuat yang tidak mudah ditembus. Hal itu membuat tentara Jepang terjepit.”
(Lanjut dengan kalimat motivasi dan persuasif).
“Saudara-saudara semuanya.
Kita bangsa indonesia di Surabaya akan menerima tantangan tentara Inggris itu.
Jika pimpinan tentara inggris ingin mendengarkan jawaban rakyat Indonesia.
Mereka ingin mendengarkan jawaban seluruh pemuda Indonesia yang ada di kota ini.
Maka dengarkanlah ini. Ini jawaban kita. Jawaban rakyat Surabaya. Ini jawaban pemuda Indonesia kepada kau sekalian.
Hai tentara Inggris!
Walaupun kau menyuruh kita menyerah dengan mengembalikan senjata dan angkat tangan kosong,
Namun selama banteng-banteng Indonesia masih memiliki darah merah untuk membuat secarik kain putih menjadi berwarna merah putih,
Maka selama itu kita tidak akan mau menyerah.”
Pidato Bung Tomo kemudian memasuki fase yang ditunggu-tunggu.
“Rakyat Surabaya, bersiaplah untuk keadaan genting!
Namun saya peringatkan,
Jangan mulai menembak. Barulah jika mereka menembak, maka kita akan ganti menyerang mereka.
Lebih baik kita hancur daripada tidak merdeka
Semboyan kita tetaplah merdeka atau mati!”
Adapun penutup dalam pidato tersebut adalah:
Yakinlah kemenangan akan jatuh ke tangan kita pada akhirnya.
Karena Allah akan selalu berada di pihak yang benar.
Percayalah , Tuhan akan melindungi kita
Allahu Akbar! Allaahu Akbar! Allahu Akbar!
Merdeka!
Gaya Berpidato Bung Tomo
Pidato Bung Tomo merupakan sebuah ajakan dan motivasi. Dengan demikian, gaya penyampaiannya pun harus meyakinkan.
Intonasi bermain penting saat menyampaikan isi pidato. Nada yang tegas penuh semangat mampu menaikkan adrenalin pendengar. Sebagaimana pengertian Intonasi adalah proses menekan (nada) suara, untuk mewarnai sebuah pesan.
Namun tentu saja tidak harus selalu menggelegar dari awal hingga akhir. Ada bagian-bagian tertentu yang harus bernada tinggi, maka ini adalah peran Intonasi.
Ucapan motivasi dengan gerakan verbal dapat lebih meyakinkan. Kata slogan pun sebaiknya disertai gerakan tangan mengepal untuk mencapai klimaks dari pidato.
Penggabungan verbal dan non verbal cukup sejalan. Dengan demikian penyampaian Bung Tomo sangat nyaman untuk didengarkan.
Komunikasi Non Verbal Ala Bung Tomo
Banyak dokumentasi yang tersebar dengan penampakan Bung Tomo mengacungkan telunjuk saat berorasi. Lengkap dengan pakaian berwarna coklatnya. Dengan demikian, ia terkesan sangat berapi-api.
Faktanya adalah, orasi beliau selalu meluncur lewat radio. Tentunya akan cukup sulit mengjaitkan bahasa non verbal beliau.
Tidak banyak yang paham kostum beliau saat berorasi. Wajah beliau pun juga tidak nampak ekspresinya. Sehingga tentu saja hanyalah intonasi yang menjadi acuan.
Memang kala itu beliau ingin orasinya terdengar ke penjuru negeri. Apalagi target beliau adalah rakyat jelata yang kemungkinan tidak semuanya memiliki televisi.
Kesimpulan Isi Pidato Bung Tomo
Adapun kesimpulan dari pidato milik Bung Tomo adalah mengajak rakyat Surabaya untuk tidak takut melawan tentara Inggris.
Sebenarnya pidato itu tidak hanya untuk rakyat Surabaya melainkan juga untuk seluruh pemuda di pelosok negeri.
Bung Tomo mengapresiasi semangat juang mereka sehingga akhirnya Indonesia dapat memenangkan pertempuran-pertempuran sebelumnya.
Beliau terus menggaungkan bahwa sangat penting mendapatkan kemerdekaan. Lebih baik mati daripada tidak merdeka. Ia juga meminta rakyat untuk bersatu mengusir penjajah.
Merdeka merupakan harga mati.
Membandingkan Gaya Intonasi Bung Tomo Dan Bung Karno
Sebuah orasi yang lebih dari sekedar orasi tidak lepas dari konten. Bahkan bagaimana cara orator tersebut menyampaikan orasinya juga sangat penting.
Bung Karno dan Bung Tomo sama-sama memiliki kemampuan menggerakkan massa dengan cara.
1. Mereka Memposisikan Diri Sebagai Massa
Bung Karno menjalin kedekatan emosi dengan rakyatnya. Ketika hal itu sudah terjadi, maka akan mudah bagi massa mengikuti arahannya.
2. Diksi Yang Digunakan
Pemilihan kata atau diksi menyesuaikan dengan latar belakang massa. Pidato Bung Karno memang terkadang terkesan formal.
Berbeda halnya dengan Bung Tomo yang menggunakan bahasa sehari-hari sehingga lebih mudah dipahami.
Tujuan orasi harus tersampaikan dengan baik. Pemilihan kata-kata yang tepat akan sangat membantu penerimaan informasi oleh massa.
3. Momentum
Bung Tomo memberikan orasi sesuai momentum. Ia memotivasi berkaitan dengan apa yang akan terjadi sehingga lebih mengobarkan semangat massa.
Berbeda halnya dengan Bung Karno yang terkadang tidak mendapatkan momentum. Kendati demikian, beliau tetaplah seorang orator yang hebat.
4. Intonasi (Nada Bicara)
Bung Tomo sangat pandai memberikan penekanan pada pesan – pesan penting melalui intonasi. Dengan demikian tujuan dari orasi tersampaikan dengan baik.
Penekanan tersebut mencerminkan bukan hanya sekadar gagasan namun juga perasaan dan harapan. Pun demikian dengan Bung Karno. Beliau mampu menekankan poin-poin penting dalam orasinya.
Bung Karno mempelajari orasi dan komunikasi dari HOS Cokroaminoto. Sedangkan Bung Tomo lebih bersifat otodidak.
Bung Karno sejak kecil telah menghabiskan banyak buku sehingga beliau memiliki banyak referensi. Beliau juga mempelajari seni penyampaian pesan.
Baik dalam hal intonasi yang membara hingga duka cita, semua ia pelajari dengan detail.
Bung Karno menyatukan gaya verbal dan non verbal. Pakaian kebesarannya lengkap dengan pangkat dan peci hitam.
Beliau juga tampil nyentrik dengan kacamata hitam. Kostum ini mendukung citra Soekarno.
5. Kolaborasi verbal non verbal
Kuatnya kolaborasi komunikasi verbal dan komunikasi non verbal Soekarno membentuknya menjadi salah satu Orator ulung di dunia.
Dari kemampuannya ini akhirnya Indonesia sampai pada pidato kemerdekaan.
Penggunaan nada agitatif dalam pidato Soekarno terjadi secara inklinasi. Maksudnya adalah frekuensi bunyi di akhir kalimat lebih tinggi daripada di awal.
Tidak hanya itu, beliau juga menggunakan nada deklinasi yang berkebalikan. Tekanan agitatif tersebut cenderung bertekanan keras.
Jeda agitatif dalam pidato Soekarno cenderung hanya pada kalimat yang panjang.
Pada kalimat pendek tidak terdapat jeda.
Bagaimana dengan Bung Tomo? Beliau adalah seorang ahli di bidang intonasi dan memainkan jeda.
Akan tetapi beliau tidak terlalu nampak pada non verbal. Faktanya hanya sedikit pidato di area terbuka yang terdokumentasikan.
Walaupun demikian, pada sejumpah orasi terbuka yang sedikit itu, beliau tetap nampak mahir memainkan non verbal. Mimik, gerakan tangan, dan kostum cukup memberi kesan yang tegas.
Lahir Dan Wafatnya Bung Tomo
Bung Tomo adalah seorang pemuda bermodal nekat namun juga sangat cerdas.
Ia adalah pemuda yang pernah bersekolah di sekolah kolonial. Beliau telah mengenal radio. Tak heran jika orasinya kerap disampaikan lewat mikrofon dan pancaran Radio Pemberontakan milik Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI).
Pidato-pidatonya memiliki ciri khas dengan “Bismillahirahmanirahim” dan pasti ada kalimat “Merdeka!”
Sekalipun terdapat isu terhadap orang-orang Ambon serta Sulawesi Utara yang berlabel pro Belanda, beliau dalam pidatonya justru mengatakan “Pemuda-pemuda yang berasal dari Maluku dan Sulawesi”
Beliau mengucapkan sebelum menyapa daerah laim. Bahkan kalimat penutup dalam pidatonya pun sangat khas dengan gema takbir.
Artinya beliau tidak menyudutkan satu golongan pun. Baginya seluruh rakyat Indonesia adalah Indonesia. Sudah sepatutnya bersatu untuk membasmi penjajah.
Ia selalu menegakkan sikap pantang menyerah dalam setiap inti pidatonya.
Pemuda ini lahir di Surabaya, 3 Oktober 1920 dan wafat di Saudi Arabia, 7 Oktober 1981 saat berhaji.
Saat hampir seluruh umat muslim di dunia ingin wafat di Mekah, beliau mendapatkanjya. Usia beliau saat itu adalah 61 tahun.
Di masa Orde Lama, ia merupakan Menteri Negara Urusan Bekas Pejuang Bersenjata (Veteran). Beliau menjabat dari 12 Agustus 1955 hingga 1956 dalam kabinet Perdana Menteri Burhanudin Harahap.
Bung Tomo adalah Ketua II Bidang Ideologi Sosial Politik Dalam Legiun Veteran. Berdasarkan Pemilu 1955, Bung Tomo terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (1955-1959) melalui Partai Republik Indonesia.
Bung Tomo Sang Legenda
Beliau awalnya tidak mendapat penobatan sebagai Pahlawan Nasional. Setelah sekian purnama barulah nama beliau menjadi salah satunya.
Besar dalam ruang lingkup yang cukup religius, ia menentang adanya poligami. Sebab itulah ia kerap menyindir kebiasaan presiden kala itu yang memiliki banyak wanita.
Walaupun beliau tidak pernah mengenyam Bangku pesantren, namun jiwa religius beliau sangat tinggi.
ibunya adalah sosok yang mengajarkan keagamaan pada beliau sejak kecil. Ia pandai mengaji dan tekun beribadah. Beliau juga pernah masuk menjadi anggota Serikat Islam.
Pernah juga ia mendapat ancaman untuk lengser tapi tetap berpidato atau tidak lengser namun berhenti berorasi.
Ketika surat itu muncul akhirnya Bung Tomo mengambil kesimpulan bahwa ia dipaksa lengser. Kendati kecewa, beliau tetap memilih terus berpidato daripada mempertahankan kedudukannya.
Istrinya mengaku bahwa saat itu Bung Tomo sangat marah. Persetan dengan jenderal. Itulah kalimat yang beliau ucapkan.
Demikian artikel mengenai pidato Bung Tomo. Semoga dapat memberikan inspirasi dan memotivasi kita semua sebagai generasi muda.
Sebaiknya kita juga selalu mengingat perjuangan para pahlawan dalam meraih kemerdekaan.