Urutan Shalat Jenazah dari Muhammadiyah dan NU memang sedikit berbeda. Namun itu tidak perlu dijadikan bahan perdebatan karena keduanya mempunyai landasan fiqih yang kuat
Beritaku.Id, Berita Islami – Sebagai muslim, kita memiliki kewajiban terhadap muslim lainnya yang meninggal dunia.
Oleh : Nisyya Izzatin Naila (Penulis Berita Islami)
Urutan Shalat Jenazah
Ada 4 kewajiban yang harus kita laksanakan jika ada muslim lainnya yang meninggal dunia, yaitu memandikan, mengkafani, menshalati, dan menguburkan.
Memandikan jenazah merupakan cara kita untuk memuliakan orang yang meninggal dunia, yaitu dengan mensucikan dan membersihkan seluruh tubuhnya.
Setelah jenazah di mandikan lalu di kafani. Baru kemudian di sholatkan untuk di mintakan ampunan pada Allah SWT. Dan yang terakhir yaitu menguburkan jenazah tersebut. Tulisan ini akan membahas lebih lengkap tentang salah satu kewajiban tersebut, yaitu shalat jenazah.
Dalam pelaksanaan shalat jenazah, ada berbagai hal yang harus di perhatikan agar shalat yang kita lakukan sah.
Hal-hal tersebut seperti syarat wajib dan sahnya, rukun, juga tata cara shalat jenazah.
Mengenai tata cara ada beberapa macam versi dan pandangan, salah satunya menurut Muhammadiyah dan NU. Sebagai 2 ormas besar di Indonesia, seringkali ada perbedaan tentang pandangan maupun ritual dari keduanya, termasuk dalam shalat jenazah.
Tulisan ini akan menjelaskan juga tentang perbedaan ritual yang berupa tata cara shalat jenazah dari keduanya.
Baca Juga Beritaku: Niat Shalat Witir 3 Rakaat, Waktu, Lafadz, Tata Cara Dan Keutamaan
Pengertian Shalat Jenazah
Shalat jenazah merupakan shalat yang di lakukan untuk mendoakan jenazah sesama muslim.
Hukum pelaksanaan shalat jenazah adalah fardhu kifayah. Fardhu kifayah yaitu ketika sudah ada seseorang yang melaksanakannya, maka yang lainnya otomatis gugur kewajibannya untuk melaksanakan.
Tetapi jika dengan sengaja sama sekali tidak ada yang melaksanakan, maka semuanya akan berdosa.
Walaupun sudah ada yang menshalatkan jenazah, dan kewajiban kita gugur, kita di sunnahkan untuk tetap ikut melakukan shalat jenazah. Hal ini karena keutamaan dari shalat jenazah tersebut.
Berikut ini beberapa riwayat yang menjelaskan keutamaan dari shalat jenazah.
Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Begitu besar keutamaan melaksanakan shalat jenazah. Hingga pahala yang di janjikan kepada mereka yang melaksanakannya juga besar. Dalam hadits di atas di sebutkan bahwa pahala melaksanakan shalat jenazah sebesar 1 qiroth.
Dalam hadis lain di sebutkan, bahwa pahala melaksanakan shalat jenazah yaitu sebesar 1 qiroth, di mana ukuran paling kecil 1 qiroth adalah sebesar gunung Uhud. Hadis ini di riwayatkan oleh Muslim.
Hadits Riwayat Muslim, bahwa Rasulullah SAW bersabda;
Syarat Khusus dan Urutan Shalat Jenazah
Pada dasarnya syarat shalat jenazah hampir sama dengan shalat lainnya. Islam, berakal sehat, dan baligh merupakan syarat wajib shalat jenazah maupun shalat lainnya.
Namun ada sedikit pebedaan terkait syarat sah shalat jenazah dengan shalat lainnya. Dalam shalat jenazah ada tambahan syarat sah yang berkaitan dengan jenazah yang akan di shalatkan.
Baca Juga Beritaku: Cara Sholat Muhammadiyah, Tahajud Dan Dhuha, Urutan Serta Doa
Jenazah Merupakan Seorang Muslim
Pertama, jenazah yang akan di sahalati merupakan muslim. Tidak di perkenankan melakukan shalat jenazah apabila jenazahnya non-muslim. Bahkan haram hukumnya melakukan shalat jenazah bagi non-muslim.
Jenazah Dalam Keadaan Suci
Kedua, jenazah yang akan di shalatkan sudah dalam keadaan suci. Suci di sini berarti sudah di mandikan dan di kafani.
Tidak sah shalat jenazah yang di lakukan apabila jenazah dalam keadaan belum di sucikan. Terkait yang di maksud suci sendiri ada perbedaan pandangan beberapa ulama.
Ada yang mengatakan bahwa jenazah sudah di kafani bukan termasuk syarat sah shalat jenazah.
Artinya kita boleh melakukan shalat jenazah di mana jenazah tersebut sudah di mandikan namun belum di kafani.
Namun lebih utama melakukan shalat jenazah dalam keadaan jenazah sudah di mandikan dan di kafani.
Imam Al-Baghawi dan ulama lain bahkan dengan tegas mengatakan makruh hukumnya menshalatkan jenazah yang belum di kafani. Berikut ini penjelasannya dalam kitab Al-Majmu oleh Imam Nawawi:
Berdasarkan pandangan di atas, untuk kehati-hatian, alangkah lebih baiknya menshalatkan jenazah dalam keadaan sudah di mandikan dan di shalatkan.
Posisi Jenazah Berada Di Depan
Ketiga, terkait posisi jenazah. Jika jenazahnya hadir, maka posisi orang yang menyalatkan harus di belakang jenazah.
Jenazah di baringkan dengan meletakkan kepala di sebelah utara. Jika jenazahnya adalah laki-laki, maka imam ataupun munfarid berdiri lurus dengan kepala jenazah.
Sedangkan jika jenazahnya perempuan, maka imam atau munfarid berdiri lurus dengan pantat jenazah.
Lalu, apabila jenazah tidak hadir apakah boleh menshalatkannya? Menurut Muhammadiyah ataupun NU jawabannya adalah boleh.
Misalnya karena kendala tertentu menjadikan tidak menjumpai jenazah sebelum dikuburkan, dan tidak sempat ikut menshalatkannya.
Shalat jenazah boleh di lakukan setelah jenazah di kuburkan, meskipun sebelumnya telah di shalatkan, di mana shalat di lakukan di kuburan sang jenazah.
Kebolehan menshalatkan jenazah di atas kubur meskipun sebelumnya telah di shalatkan, di dasarkan pada beberapa hadits.
Terkait bagaimana posisi orang yang menshalati jenazah yang sudah di kuburkan, orang tersebut posisinya tidak boleh ada di depan kubur.
Dalam shalat jenazah, prinsipnya yaitu mayat di anggap seperti seorang imam, di mana orang yang menshalatkan seperti makmum.
Oleh karena itu orang yang menshalatkan tidak boleh ada di depan kubur, karena posisi jenazah harus ada di depan.
Urutan Shalat Jenazah Muhammadiyah dan NU
Sudah menjadi rahasia umum bahwa seringkali Muhammadiyah dan NU berbeda baik pandangan maupun tata cara dalam ritual ibadah.
Perbedaan ini tak perlu di perdebatkan lagi, karena masing-masing memiliki dasar dan landasan fiqih yang kuat.
Kita tidak boleh membandingkan dan menimbang ini yang lebih baik atau itu yang lebih baik.
Hanya Allah SWT yang berhak menimbang ibadah yang di lakukan hambanya, terlepas dari perbedaan-perbedaan yang ada.
Begitupula dalam shalat jenazah. Shalat jenazah di lakukan dengan berdiri tanpa ruku’ sujud, duduk dan tahiyyat serta 4 kali takbir.
Namun, terdapat perbedaan tata cara maupun bacaan-bacaan dalam shalat jenazah antara Muhammadiyah dan NU.
Tata cara shalat jenazah menurut Muhammadiyah bersumber dari keputusan Himpunan Putusan Tarjih (HPT).
Sedangkan tata cara shalat jenazah menurut NU bersumber dari Fashalatan karya Syekh KHR Asnawi, kyai asal Kudus yang merupakan salah satu pendiri NU. Berikut perbedaan antara keduanya :
baca Juga Beritaku: Pembukaan Dakwah, 4 Contoh Sambutan Dan Ceramah (Sabar, Ikhlas, Sedekah, Ilmu)
Urutan Pertama : Niat Shalat Jenazah
Muhammadiyah
Menurut Muhammadiyah niat tidak perlu di lfalkan dengan mengucapkannya. Niat cukup di lafalkan dalam hati.
Tidak perlu mengucapkan ushalli alaa dan seterusnya. Dalam hal ini, ketika seseorang di lokasi jenazah tengah berwudhu untuk ikut shalat jenazah, maka itu sudah termasuk dengan niat.
NU
Niat wajib di getarkan dalam hati. Caranya lafalkan dalam hati, kemudian sebelum takbiratul ihram biasanya niat di lafalkan dengan lisan. Niat shalat jenazah apabila di lafalkan berbunyi:
Untuk jenazah laki-laki:
Untuk jenazah perempuan:
Urutan Shalat Jenazah Kedua : Takbir Pertama (Takbiratul Ihram)
Muhammadiyah
Setelah takbir pertama yaitu membaca surat Al-Fatihah, kemudian di lanjutkan membaca shalawat Nabi. Adapun bacaan shalawat sebagai berikut:
NU
Saat takbir pertama di sertai membaca niat, kemudian membaca surat Al-Fatihah.
Urutan Ketiga : Takbir Kedua
Muhammadiyah
Setelah takbir kedua di lanjutkan membaca doa untuk jenazah. Adapun doanya, sebagai berikut:
NU
Setelah takbir kedua kemudian membaca shalawat kepada Rasulullah SAW. Adapun bacaan shalawat yang di baca sebagai berikut:
Urutan Keempat : Takbir Ketiga
Muhammadiyah
Setelah takbir ketiga, membaca doa lagi untuk jenazah. Adapun bunyi doanya sebagai berikut:
NU
Setelah takbir ketiga yaitu membacakan doa agar jenzah di berikan ampunan oleh Allah SWT. Adapun bacaannya sebagai berikut:
Takbir Keempat
Muhammadiyah
Setelah takbir yang ke empat, maka langsung di lanjutkan membaca salam. Adapun bacaan salamnya sebagai berikut:
NU
Setelah takbir keempat, kemudian membaca doa berikut:
Setelah membaca doa tersebut, kemudian mengucapkan salam secara sempurna. Berikut bacaan salam yang di ucapkan:
Perbedaan Tata Cara Sholat Jenazah menurut Muhammadiyah dan NU
Berdasarkan tata cara yang telah di uraikan di atas, terdapat perbedaan yang cukup mendasar terkait tata cara shalat jenazah menurut Muhammadiyan dan NU. Berikut perbedaan-perbedaan tersebut:
Pelafalan niat
Menurut Muhammadiyah melafalkan niat dengan ushalli sebelum shalat dimulai berarti melakukan penambahan kalimat ini di luar shalat.
Niat tidak perlu dengan lisan, karena niat letaknya dalam hati. Nabi Muhammad SAW dan para sahabat juga tidak mempraktikannya.
Tidak ada pula hadits yang menerangkan jika niat bisa diucapkan secara lisan. Sebaiknya hati-hati dalam melakukan hal seperti ini. Apalagi ini kaitannya dengan ibadah shalat. lebih baik tidak mengucapkannya secara lisan.
Sedangkan menurut NU, terkait pengucapan lafal ushalli, bahwa setiap amal ibadah terkandung pada niatnya.
Jadi amal seseorang harus dengan niat. Niat digetarkan dalam hati kemudian dilafalkan secara lisan.
Dalam hal ini sebagaimana perintah Nabi untuk melafalkan niat haji dan umrah. Berikut hadits Riwayat Muslim terkait hal tersebut:
Pelafalkan niat ushalli dapat membantu orang yang shalat untuk mengingat mengenai shalat apa yang akan dikerjakan, yaitu memantapkan niat yang terdekat dalam hati melalui lisan.
Masalah pengucapan ushalli ini bukanlah termasuk rukun shalat sehingga tidak mengapa untuk melafalkannya secara lisan.
Bacaan shalawat Nabi
Muhammadiyah melafalkan shalawat tanpa penambahan lafal sayyidina sebelum nama Nabi.
Menurut Muhammadiyah hal ini karena Rasulullah SAW tidak pernah menyebutkan kalimat sayyidina dalam shalatnya.
Ada beberapa macam hadits terkait bacaan shalawat, dimana lafalnya berbeda-beda.
Namun dari kesemuanya tidak ada satu pun yang menggunakan lafal sayyidina sebelum nama nabi Muhammad SAW.
Dalam hal ini ketika menambahkan lafal sayyidina berarti telah melakukan ziyadah dari kalimat aslinya. Karena tidak diajarkan oleh Rasulullah SAW, maka tidak boleh mengurangi ataupun menambah lafal shalawat.
Sedangkan menurut NU, penambahan lafal sayyidina pada bacaan shalawat merupakan keharusan. Ini merupakan sopan santun kepada Nabi Muhammad SAW.
Banyak hadits yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah sayyidun. Berikut salah satu hadits tersebut:
Menunjukkan sopan santun kepada Nabi Muhammad SAW merupakan keharusan.
Oleh sebab itu sebagai wujud kecintaan kepada nabi Muhammad SAW, tidak salah apabila menambahkan lafal sayyidina dalam shalawat tersebut karena hal ini pun dilakukan oleh Imam Syafi’i.
Bacaan doa yang kedua untuk jenazah
Ada perbedaan bacaan doa kedua yang dibacakan untuk jenazah antara Muhammadiyah dan NU.
Perbedaan tersebut tentunya berdasarkan dalil-dalil yang masing-masing mereka anut dan yakini.
Urutan bacaan yang dibaca setelah takbir
Menurut Muhammadiyah, setelah takbir pertama yang dibaca adalah surat Al-Fatihah dan shalawat Nabi.
Kemudian setelah takbir kedua yang dibaca adalah doa pertama untuk jenazah. Dilanjutkan takbir ketiga lalu membaca doa kedua untuk jenazah. Lalu setelah takbir keempat salam.
Sedangkan menurut NU, setelah takbir pertama yang dibaca hanya surat Al-Fatihah saja. Selanjutnya setelah takbir kedua membaca shalawat Nabi.
Kemudian takbir ketiga dan membaca doa pertama untuk jenazah. Takbir terakhir, yaitu takbir keempat dimana yang dibaca setelahnya adalah doa kedua untuk jenazah. Setelah itu baru salam.
Referensi:
- Bincangsyariah.com
- Muhammadiyah.or.id
- Nu.or.id