Nama Abdullah Dzul Bijadain, mungkin tidak setenar Khalid Bin Walid maupun Abu Ubaidah atau Bilal Bin Rabah. Namun Abdullah Zul Bijadain juga sahabat yang syuhada. Meski ia wafat tidak pada saat perang.
Beritaku.Id, Kisah Islami – Tidak di medan perang ia meregang nyawa, tapi di saat demam ia wafat dijemput Allah. Dan karenanya ia Syahid. Dengan sentuhan dan Doa Rasulullah, Insya Allah ia mendapat Ridha Allah SWT.
Namanya tercatat daalam 170 Urutan Sahabiyah dan Sahabat Nabi Muhammad SAW
Demi cintanya kepada Islam, ia rela meninggalkan segala hal yang berhubungan dengan dunia. Dengan cinta yang mendalam kepada Islam, ia menutup mata kepada dunia yang banyak membutakan.
Awal kisah Abdullah Dzul Bijadain
Seperti sahabat yang lainnya, yang bertemu langsung dengan Rasulullah Nabi Muhammad SAW yang mulia dan dimuliakan.
Generasi terbaik Islam yang merasakan secara langsung mentor Islam terbaik dunia Nabi Muhammad SAW.
Dalam mengajarkan sahabat dan umat dengan lemah lembut, dan dengan adil buat mereka.
***
Di Masjid Nabawi, setelah shalat Subuh, Rasulullah Muhammad SAW, setelah seluruh rangkaian Sholat selesai. Dirinya menyapa para sahabat untuk menunggu fajar. Dan subuh buta itu, Rasuullah melihat wajah baru.
“Wahai sahabatku, dirimu siapa?” Sapa Rasulullah dengan santun kepada laki-laki yang mengenakan pakaian kasar dan sangat sederhana.
Dimana Sarung dan bajunya tampak terbuat dari kain yang sama, warnanya juga tak berbeda.
Laki-laki yang baru dilihat Rasulullah tersebut menjelaskan kronologinya.
“Namaku Abdul Uzza. Aku hidup bersama pamanku di Muzaniyah. Bersamanya, aku mendapatkan pakaian dan makanan yang berkecukupan. Selama bersamanya, aku memeluk Islam, dan beribadah secara diam-diam. Hingga kemarin ketika pamanku mengetahui, ia mengusirku dari rumahnya. Ia meminta kembali seluruh pemberiannya. Bahkan baju yang aku kenakan. Aku serahkan bajuku saat itu juga. Lalu aku pulang ke ibuku dan ia memotong kain kasar ini menjadi dua. Satu untuk sarungku, satu untuk baju.”
Dengan tersenyum Rasulullah melihat ketegaran dan kekuatan sahabatnya itu memeluk Islam, lalu Rosul berkata “Kalau begitu namamu adalah Abdullah Dzul Bijadain, hamba Allah yang “mengenakan dua kain kasar”.”
***
Dia diterima baik oleh Rasulullah dan seluruh sahabat. Ia bersemangat berjuang dijalan Allah SWT. Berjuang tidak semata-mata untuk berperang dijalan Allah SWT. Namun berjuang untuk membantu sesama kaum muslimin yang lainnya.
Warna pakaiannya yang tidak menyamai warna pakaian sahabat yang lain tidak menghalanginya berbuat baik. Bergerak bersama membangun agama Allah SWT.
Bersama beberapa sahabat lain, ia menjadi ahlus suffah. Tinggal di Masjid Nabawi karena tak punya rumah.
Siapa yang tidak ingin tinggal di Masjid Nabawi dimana ini adalah masjid Rasulullah, yang setiap waktu Sholat ia akan datang ke Masjid ini.
Dengan hal itu, Abdullah Dzul Bijadain sangat dekat kepada Rasulullah dan memiliki lebih banyak kesempatan untuk belajar kepada beliau tentang agama ini.
Mencintai Islam buatnya adalah totalitas, setelah mempelajari lebih dalam tentang Islam dengan mentor terhebat yakni Nabi Muhammad SAW. Semangatnya semakin membara. Api cinta dalam jiwawanya tak terkendali ketika itu berbicara tetang Agama Allah SWT.
***
Ia menginginkan syahid fi sabilillah. Bukan karena keterbatasan pakaian lalu ia ingin secepatnya meninggalkan dunia karena keputusasaan. Tidak sama sekali.
Ia berencana Syahid di jalan Allah adalah cita-cita tertingginya. Dengan Tagline seperti yang lainnya: Asy asyahid fi sabilillah asma amanina.
Dalam sebuah kisah, perang Tabuk yang terjadi pada Bulan Ramadhan 9 Hijriah.
Perang ini adalah perang umat Islam melawan Byzantium, Romawi Timur. Sebelum ia berangkat ikut dalam perang bersama Rasuullah ia meminta doa Rasulullah. “Ya Rasulullah, doakan aku terbunuh pada perang ini hingga memperoleh mati syahid”
“Tidak. Engkau tidak akan terbunuh. Tetapi jika engkau sakit demam lantas wafat, engkau mati syahid,” jawab Sang Rasul waktu itu.
Pasukan Perang Islam Bergerak
Para Pejuang Islam bergerak menuju Tabuk untuk menghadapi Byzantium, namun ternyata perang tersebut tidak terjadi.
Dan benar. Perang Tabuk dimenangkan tanpa pertempuran. Abdullah Dzul Bijadain tidak terbunuh.
Namun ketika hendak kembali ke Madinah, Abdullah Bijadain demam.
Pada malam itu, sahabat yang lain yakni Abdullah bin Mas’ud mendengar ada suara orang menggali tanah. Terlihat cahaya di tempat yang agak jauh dari kemahnya.
Abdullah bin Mas’ud mendekati untuk melihat apa yang gerangan terjadi. Rupanya Rasulullah bersama sahabat terbaiknya Abu Bakar dan sahabat lainnya sedang menggali makam. Lalu Rasulullah membopong jenazah dan memasukkannya ke liang lahat.
“Ya Allah, hari ini aku ridha kepadanya, maka ridhailah ia” doa istimewa itu keluar dari lisan Rasulullah ketika memakamkan Abdullah Dzul Bijadain.
Abdullah bin Mas’ud menginginkan doa yang sama dari Rasulullah, iri Akhirat, bukan iri duniawi. Iri untuk masuk Syurga, bukan iri untuk bermegah-megahan di dunia.
Hal apa yang bisa dipelajari dari kisah Abdullah Dzul Bijadain:
Banyak hal dan hikmah yang bisa dipetik dari kisah dan perjalanan Abdullah Dzul Bijadain ini:
Keterbatasan Bukan Penghalang
Abdullah Dzul Bijadain dengan segala keterbatasan. Ia tidak punya rumah, bahkan pakaiannya hanya kain kasar yang dipotong menjadi sarung dan baju.
Kondisi tidak ada itu tidak menghalanginya dari perjuangan. Tidak menghalangi niatnya dari beramal terbaik untuk Agama Islam.
Dan sisi ini pula, sahabat yang lain menerimanya dengan segala keterbatasan. Betapa Islam itu mulia dan saling memuliakan. Tidak memandang sahabat dengan mata materil atau harta.
Seperti sahabat yang lain, Abu Ayyub Al Anshari, dengan Kaki yang cacat, ia menjadi syuhada hingga syahid dan makamnya kini di dekat Konstantinopel.
Mereka memliki semangat mendalam dalam meneguhkan Agama Allah dan menolong Agama Allah.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman jika kalaian menolong agama Allah niscaya Allah akan menolong kalian dan meneguhkan kedudukan kalian.” (QS. Surat Muhammad:7)
Iman Yang Terkunci
Abdullah Dzul tidak mulus menjalani hidup sebagai muslim. Hidup dengan Pamannya yang selama ini bersamanya musuh islam dan memusuhi Islam. Bahkan pakaian yang dipakai oleh Abdullah Bijadain dimintanya untuk dikembalikan.
Itu materil, itu duniawi. Pakaian dan seleuruh pemberian sang paman tidak lebih bermakna dibanding cahaya Islam yang ingin digenggamnya.
Tidak ingin meredupkan cahaya Islam yang ada dlaam jiwa dan batinnya. Dengan perbandingan duniawi yang fana. Ia menginginkan yang abadi dalam cita terkunci pada Islam
Beberapa sahabat lain yang mendapatkan hambatan serupa:
Mush’ab bin Umair saat masuk Islam ditahan oleh ibunya, seluruh pemberiannya dihentikan, bahkan ia disekap. Namun Mush’ab bin Umair memenangkan iman. Tidak goyah. Ia mencintai ibunya namun ia lebih mencintai Islam.
Saad bin Abi Waqash. Saat ibunya tahu ia masuk Islam, sang ibu menentangnya dengan tidak makan. Sebab ibunya mengehaui perhatian Saad, tentang dirinya harus selalu makan. Berharap Saad bin Abi Waqash kasihan lalu kembali menyembah berhala. Namun Saad bin Abi Waqash memenangkan iman. Mencintai ibunya namuan lebih mencintai cahaya Islam.
Mereka ingin menghadapi kematian dengan totalitas Islam
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Wahai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa dan janganlah kamu mati kecuali dalam kondisi muslim.” (QS. Ali Imran: 102)
Akhirat Adalah Visi Misi
Bagi para sahabat Rasulullah, dunia ini yang penuh dengan tawaran harta, jabatan dan kecantikan.
Harta yang ditumpuk, jabatan yang dipertaruhkan serta kecantikan yang diperjual belikan. Bagi sahabat, ini adalah tawaran yang sangat rendah.
Dibandingkan dengan syurga yang luas tamannya 60 Km lebih jauh lebih menarik. Kecantikan wanita dunia tidak ada apa-apanya. Jika dibanding dengan bidadari, yang jika seandainya ada selembar selendangnya jatuh kebumi hari ini, maka siapapun menciumnya tidak akan melihat lagi dunia.
Atau posisi didlam surga yang ketika mengharapkan sesuatu akan dihadirkan seketika. Lebih dari seluruh jabatan dunia yang masih memakan waktu.