Ketegaran Jiwa Salman Al Farisi
Ketegaran Jiwa dalam menjalani kisah kehidupan, Salman Al Farisi telah memberikan contoh

Ketegaran Jiwa Salman Al Farisi, Pada Cinta Yang Berubah Arah

Diposting pada

Yang pernah merasakan guncangan cinta, maka pelajarilah kisah Ketegaran Jiwa Salman Al Farisi, Dalam kisah cinta yang tak kesampaian.

Beritaku.Id, Berita Islami – Tidak ada generasi yang paling tinggi ujiannya, selain generasi sahabat Rasulullah Nabi Muhammad SAW. Yang gemilang dalam hidupnya. Penuh dengan kebahagiaan dan juga penuh ujian dan cobaan.

Membahas tentang kisah Nabi Muhammad SAW, tidak hanya bercerita tentang syiar, perang dan sebagainya. Namun didalamnya ada kisah-kisah menarik. Seperti kisah ketegaran jiwa pada Salman Al Farisi.

Kisah Pencarian Agama Al Farizi

Dia seorang lelaki dari Persia (Iran), sebelum mengenal Islam. Dia sudah belajar tentang ketauhidan Agama yang dibawa oleh Nabi Ibrahim AS.

Sebelum bertemu Rasulullah Muhammad SAW, Salman Al Farisi hidup dengan keluarga yang menyembah api (Majusi).

Jiwa terdalam Salman menyeruak ketika melihat keluarga mereka menyembah Api. Dalam benaknya, bagaimana bisa manusia menyalakan api. Lalu menyembahnya, menjadikannya tuhan.

Salman jujur kepada ayahnya tentang perasaannya. Namun sang ayah memasungnya. Dianggap telah mengalami gangguan jiwa.

Salman Al Farisi pada suatu kesempatan meninggalkan keluarga mereka untuk belajar agama Ibrahim. Pada seorang lelaki tua asal Amuriyah.

Suatu ketika, sebelum sang guru mangkat, dia berpesan kepada Salman.

“Wahai anakku, akan datang suatu masa, dan datangnya seorang nabi yang menyempurnakan Agama Ibrahim. Ciri-ciri kenabian ada padanya, dan sempurna prilakunya”

Namun sang guru tidak mengetahui siapa nama Nabi yang dimaksud tersebut. Kata kunci yang dipegang Salman adalah

“Lelaki itu akan datang ditanah Arab, dan hijrah, tidak menerima sedekah tapi menerima hadiah”

Salman Al Farisi Menuju Tanah Arab

Dengan bekal pesan tersebut, sepeninggal gurunya, ia menuju ke tanah Arab dan meminta informasi kepada para pedagang. Termasuk dirinya rela memberikan upah kepada siapapun penunjuk jalan.
Akhirnya ada yang menawarkan untuk menunjukkan jalan yang dimaksud.

Namun bukannya mengantar Salman ke Madinah, melainkan menjualnya di tengah jalan (daerah Wadi Al Qura) kepada seorang Yahudi yang kejam. Akhirnya ia kini menjadi seorang budak.

Tidak berapa lama Salman dibeli oleh keluarga sang majikan untuk dibawa ke Madinah.

Berganti majikan. Peristiwa itu berdekatan dengan masa hijrah Rasulullah dari Mekkah ke Madinah.

Ketika Rasulullah Hijrah. Salman Al Farisi menghadap Rasulullah karena meyakiuni bahwa Nabi Muhammad SAW adalah Rasulullah yang dimaksud gurunya, tidak memakan pemberian sedekah, melainkan memakan hadiah.

Ada tanda kenabian di pundak.

Hijrah dari Mekkah ke Madinah.

Dalam suatu kesempatan, Salman Al Farisi melihat tanda kenabian tersebut, lalu Salman menciumnya dan menangis. Sebab telah menemukan apa yang dicarinya. Dan membuatnya menjauh dari keluarga besarnya di Iran, untuk mencari agama yang benar.

Ketegaran Jiwa Dalam Diri Salman Al Farisi

Salman Al Farisi kini telah menjadi sahabat dari Rasul. Suatu ketika ia ingin menikah dengan seorang wanita Bani Anshar yang cantik jelita.

Namun Salman memahami bawa adat Iran dan Madinah berbeda. Oleh karenanya ia menemui salah satu sahabat Rasulullah yang dianggapnya mampu menjadi pengarah.

Dialah Abu Darda, yang ditemuinya dan mengutarakan niatnya serta menunjuk rumah wanita pujaan hatinya tersebut.
Abu Darda yang juga sahabat Rasulullah dengan senang hati mengantar Salman Al Farisi menemui keluarga perempuan pujaan hatinya.

Abu Darda menjelaskan kepada ayah perempuan tersebut, termasuk menjekaskan kebaikan-kebaikan dari Salman. Untuk itu mereka berniat melamar.

Mendengar itu, ayah perempuan sangat senang karena yang datang adalah para sahabat rasul.

“Kami sangat senang dengan kedatangan Antum, namun sebagai ayah. Saya tidak bisa mengambil keputusan” Kata sang Ayah

“Namun izinkan saya menanyakan hal ini kepada anak saya, dan juga istri saya” lanjutnya.

Tidak lama seorang wanita, atau ibu dari anak tersebut keluar dan menyapa para tamu.

“Terima kasih, kami sangat berterima kasih. Namun kami tidak menerima lamaran tersebut” Jelas sang ibu.

Suasana menjadi hening, Ketegaran Jiwa Salman Al Farisi sedang diuji dengan guncangan penolakan, yang tidak pernah dipikirkannya.

Cinta Yang Berubah Arah

Sang ibu meneruskan “Namun karena kalian adalah sahabat Rasulullah, susah rasanya kalau meninggalkan rumah ini dengan penolakan kami”

“Untuk itu, kami akan nikahkan anak kami dengan Abu Darda” Jelas Ibu tersebut.

Salman Al Farisi dan Abu Darda menjadi bingung, namun Salman Al Farisi memecah kebekuan suasana. Dan mengucapkan Alhamdulillah.

Bahkan Salman Al Farisi menyanggupi untuk mahar pernikahan sahabatnya tersebut. Justru Salman yang aktif berkomunikasi dengan ayah perempuan tersebut termasuk membicarakan kebutuhan pernikahan sahabatnya, Abu Darda.

Cinta yang berubah arah, tidak menyurutkan hati Salman Al Farisi. Tidak menunjukkan wajah kekecewaan. Dengan tegar ia menjalani hari-harinya dan persahabatannya dengan Abu Darda tidak pudar.

Betapa ketegaran perasaan Salman Al Farisi telah memberikan pelajaran besar buat kita semua.

Harapan dan impian yang tidak tergapai, tak lantas melakukan proyeksi dengan menyalahkan orang lain.

Beritaku Sahabat Rasul: 170 Urutan Shahabiyah dan Sahabat Nabi Muhammad SAW