Perang mutah

Perang Mutah : Sejarah Dan Panglima Perang Yang Terkenal

Diposting pada

Kisah perang Mutah yang merupakan salah satu perang terbesar dalam sejarah kaum muslimin, Dalam perang tersebut juga memunculkan para panglima yang gagah berani dan masuk ke catatan sejarah

Beritaku.id, Berita Islami – Dimulai dari tahun ke-6 Hijriah, Rasulullah mulai menyebarkan dakwah islam dengan menyebarkan surat kepada pemimpin suku-suku di sekitar Jazirah Arab. Para pemimpin suku yang dikirimi risalah dakwah meliputi daerah Syam, Mesir, Persia dan Romawi. Hal ini dilakukan saat berlakunya gencatan senjata untuk sepuluh tahun antara Mekkah – Madinnah atau disebut perjanjian Hudaibiyah

Ditulis Oleh: Umu Latifah (Penulis Berita Islami)

Setahun setelahnya Pada tahun ke – 7 Hijriah, Rasulullah masih melanjutkan upaya dakwah dengan mengirim surat melalui utusan. Saat itu Rasul mengirim utusan kepada gubernur negeri Syam yang bernama Harist bin Abi syamr al Ghassani yang berasal dari suku Ghassan. Suku ini merupakan sekutu bangsa Romawi yang terkenal besar dan memiliki kekuasaan yang luas.

Ketika utusan beliau dalam perjalanan dan baru sampai di daerah mu’tah (timur Yordania), ia di hadang dan di bunuh dengan kejam oleh Syurahbil bin A’mr Al-Ghassani yang merupakan pemimpin dari suku Ghassan penguasa kota Busra (suriah). Utusan yang di maksud adalah sahabat Rasul yang bernama Harits bin Umair Al-Azdi rhadiyallahu anhu.

Menurut adat yang berlaku dan perjanjian gencatan senjata, membunuh utusan tentu sama saja dengan mengibarkan bendera perang. Hal ini juga di anggap sebagai pelecehan terhadap kaum muslim. Setelah mengumpulkan pasukan dan perbekalan perang yang cukup, Maka pasukan muslim berangkat pada tanggal 5 Jumadil awal tahun ke 8 hijriyah atau sekitar tahun 629 Masehi.

Sejarah Perang Mutah

Berdasarkan sejarah, Perang Mut’ah sendiri di anggap sebagai salah satu Peperangan Besar yang di hadapi kaum muslim pada masa awal Islam. Perang ini berlangsung di daerah Mu’tah yang merupakan kawasan dataran rendah Balqa di negeri syam. Saat itu, pasukan muslim yang berangkat memenuhi panggilan perang sebanyak 3.000 orang.

Menurut riwayat Ibnu Ishaq rahimahullah, Rasulullah SAW mengutus pasukan dan mengangkat Zaid bin Haritsah sebagai pemimpin  seraya berkata “Bila Zaid Terbunuh, maka Ja’far bin Abi Thalib yang menggantikan. Dan bila ja’far terbunuh, maka Abdullah bin rawahah yang menggantikan.”

Bukan hanya mengangkat pemimpin, Rasulullah SAW juga membekali nasehat pada pasukan muslim untuk menyerukan Islam pada orang-orang di daerah tempat Harits bin Umair terbunuh. Jika mereka menolak, hendaknya memohon pertolongan kepada Allah untuk menghadapi mereka, lalu memerangi mereka. Beliau berkata:

berperanglah dengan nama Allah, di jalan Allah, melawan orang-orang yang kafir kepada Allah, jangan lah berkhianat. Jangan mencincang, jangan membunuh anak-anak, wanita, orang yang sudah tua renta, orang yang menyendiri di biara Nasrani, jangan menebang pohon korma dan pohon apapun, jangan merobohkan bangunan.” (Shahihul Bukhari)

Perkataan Adbulla Bin Rawahah Yang Memotivasi

Negeri Syam saat itu termasuk dalam wilayah Byzantium Romawi Timur dan di pimpin oleh Raja Heraclius. Mendengar kabar bahwa Rasul mengirim pasukan dalam jumlah besar, ia menanggapi dengan mengirim Pasukan dalam jumlah yang berlipat mencapai 200.000 personil. Pasukan itu terdiri dari 100.000 tentara Romawi dan 100.000 tentara gabungan dari Lakhm, Judzam, Al-Yaqin, Bahra’ dan Baly (suku Arab yang bersekutu dengan Romawi Timur) yang di pimpin oleh Malik bin Zafilah.

Pasukan muslim yang telah mencapai daerah Ma’an di Syiria, mendengar berita tersebut dan memutuskan untuk menetap sementara di Ma’an selama dua malam untuk berfikir. Abdullah bin Rawahah yang mengerti kekhawatiran pasukan muslim menenangkan mereka dengan berkata, “Hai Kaum Muslimin, Demi Allah, sesuatu yang kalian takuti pada hakikatnya adalah sesuatu yang kalian minta selama ini, yaitu mati syahid. Kita tidak memerangi musuh dengan jumlah besar pasukan atau kekuatan, namun kita memerangi mereka dengan agama islam dimana Allah memuliakan kita dengannya. Berangkatlah kalian, niscaya kalian mendapatkan salah satu dari dua kebaikan; kemenangan atau mati syahid.” Kaum muslimin yang mendengar itupun membenarkan perkataannya hingga sirna lah kekhawatiran mereka.

Dengan cita-cita besar untuk mendapatkan kemenangan bagi Islam atau gugur dan mati syahid, kaum muslim maju dengan semangat yang membara. Betapa mereka hanya berserah diri dan bertawakkal pada Allah serta mengerahkan seluruh tenaga adalah satunya-satunya hal yang ada dalam benak mereka.

Baca Juga Beritaku: Pasukan Perang Islam: Nama Panglima, Catatan, Serta Kisahnya

Siapa Panglima Perang Mutah?

Ilustrasi Perang Besar

Perang antara pasukan muslim dan Romawi pun berkecamuk di daerah desa Mutah. Pada awalnya, pasukan muslim di pimpin oleh Zaid bin Haritsah radhiyallahu anhu yang maju menerjang musuh tanpa gentar hingga ia gugur tertusuk tombak musuh. Setelahnya, Ja’far bin Abi thalib Radhiyallahu anhu maju menggantikan sebagai panglima perang. Pertempuran yang terus berkecamuk tidak memberi celah untuknya keluar dari kepungan musuh. Dia pun akhirnya meloncat dari kudanya dan menebas ke empat kaki kudanya kemudian berlari menerjang barisan musuh.

Ja’far bin Abi thalib mengerahkan seluruh upayanya dalam berperang sampai-sampai tangan kanannya terputus. Panji perang pun di genggam tangan kirinya untuk kemudian kembali tertebas pedang musuh. Iapun merangkul Panji perang dengan dadanya sampai akhirnya terbunuh. Pada tubuhnya terdapat 90 luka lebih di sebabkan tebasan pedang, tusukan panah ataupun tombak.

Setelah Ja’far tewas, Abdullah bin Rawahah radhiyallahu anhu menjadi panglima perang ke tiga dan maju dengan berani hingga akhirnya juga mati Syahid. Setelah ke tiga panglima perang yang di tunjuk langsung oleh Rasulullah semuanya gugur, pasukan muslim mengingat perkataan Rasul untuk menentukan sendiri penerus ketiganya, pada akhirnya di tunjuklah Khalid bin Al Walid sebagai kaisar perang berikutnya.

Kisah Khalid Bin Walid Di Perang Mutah

Di bawah Kepemimpinan Khalid bin walid, pasukan muslim berhasil membalikkan keadaan yang sebelumnya sangat menekan mereka. Khalid yang memiliki kecerdasan dalam membuat strategi perang, membagi pasukan menjadi dua sayap. Ketika malam tiba, masing-masing sayap pasukan muslim berpencar menuju posisi yang di arahkan. Pada pagi hari, ke dua sayap tersebut mengepung dan menyerang musuh dari arah berbeda secara bersamaan. Serangan yang tidak terduga tersebut membuat musuh panik dan mengira pasukan muslim mendapat bala bantuan tambahan.

Pasukan musuh yang gentarpun akhirnya mulai terpukul mundur dan tidak menyadari apa yang sebenarnya terjadi. Namun, melihat pasukan musuh yang mundur, Khalid tidak mengerahkan pasukan untuk mengejar mereka. Ia malah mengintruksikan pasukan untuk kembali ke Madinah. Khalid mengantisipasi kemungkinan terburuk jika musuh menyadari taktik perang mereka, maka musuh akan berbalik kembali menyerang.

Setelah sampai di Madinah, sebagian besar kaum muslim menyambut kepulangan mereka dengan suka cita. Hal ini karna perang ini di anggap sebuah keberhasilan besar sudah memukul mundur pasukan Romawi yang besar.

Namun sebagian kaum muslim juga ada yang merasa kecewa. Mereka yang kecewa menyambut kepulangan Khalid dan pasukannya dengan kata-kata sinis dan menganggap itu sebagai tindakan mundur dari perang.

Rasulullah yang mendengar ucapan itu tidak sependapat dengan mereka. Beliau menegaskan bahwa mereka bukanlah orang-orang yang lari dari medan perang melainkan orang-orang yang pulang dan akan kembali berperang. Kesungguhan Khalid dan pasukannya dalam berperang di buktikan dengan habisnya 9 pucuk pedang yang patah di gunakannya saat bertempur. Sehingga anggapan mereka mundur karena gentar sangat tidak beralasan.

Keberhasilan kaum muslim memukul mundur pasukan Romawi yang memiliki jumlah pasukan lebih besar, sesungguhnya sudah Allah janjikan dalam Al quran:

                                                                                                                                                 قَالَ الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلَاقُو اللَّهِ كَمْ مِنْ فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ

“…. Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah? Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (al-Baqoroh (2): 249)

Kekalahan yang di alami kaum musyrikin ini membuat kaisar Heraklius sadar bahwa pasukan islam dan kekuatannya tidak bisa di anggap remeh.

Kemenangan kaum muslim ini terjadi atas izin Allah SWT dan berkat iman serta tekat yang kuat juga kecerdasan mengatur strategi.

Baca Juga Beritaku: Panglima Perang Islam Dan Dunia Yang Fenomenal

Yang Gugur dan Menang

Begitulah pertempuran besar Mutah terjadi. Meski di katakan pertempuran besar dan berlangsung sengit, jumlah korban yang mati Syahid dari golongan muslim hanya sebanyak 12 orang. Sangat berbeda jauh di bandingkan dengan korban perang dari kaum musyrikin yang sangat banyak.

Menurut imam ilmu sejarah islam, Imam Ibnu Ishaq syuhada perang mutah tidak sampai belasan melainkan hanya 8 orang saja. Mereka adalah Ja’far bin Abi thalib, Zaid bin Haritsah al-Kalbi, Mas’ud bin Al aswad bin Haritsah bin Nadhlah al Adawi, Wahb bin Sa’d bin Abi Sarh. Lainnya merupakan kalangan kaum Anshar yaitu Abdullah bin Rawahah Abbad bin Qais Al Khazarjayyan, Al Harits bin An nu’man bin isaf bin Nadhlah an Najjari, Suraqoh bin Amr bin Athiyyah bin Khansa al Mazini.

Iman Ibnu Hisyam menambahkan, berdasarkan keterangan Az Zuhri, ia menambahkan empat nama sahabat Rasul lainnya yang yang juga gugur di medan perang mutah. Yaitu Abu Kulaib dan Jabir. Mereka berdua merupakan saudara kandung. Lainnya ada Amr bin Amir putra Sa’d bin Al-Harits bin Abbas bin sa’ad bin Amir bin Tsa’labah bin Malik bin Afsha. Mereka juga merupakan kaum Anshor.

12 Syuhada Gugur Dalam Perang

Jika dijumlahkan, maka terdapat sebanyak 12 Syuhada yang gugur di medan perang Mutah. Hal ini membuktikan betapa jitu strategi perang yang di susun oleh Khalid hingga mencegah lebih banyak korban jatuh dari pihak muslim. Begitupun juga keteguhan hati ke tiga panglima yang gugur sebelumnya, menjadi contoh teladan kepada kaum muslim yang ikut berperang. Panglima yang gugur maju berperang sepenuh hati dan dengan keberanian yang luar biasa.

Berkat kemenangan yang diraih oleh kaum muslim dibawah pimpinan Khalid, ia mendapat julukan Saifullah atau pedangnya Allah. Ia memiliki nama asli Abu Sulaiman Khalid. Setelah perang mutah pun Khalid bin walid sering diutus untuk menjadi panglima perang memimpin pasukan muslim. Hal ini karena keberanian dan kecerdasannya dalam menyusun strategi perang. Ia banyak memenangkan pertempuran dan sangat ditakuti oleh musuh Islam. Banyak daerah kekuasaan yang akhirnya dapat ditakhlukkan kaum muslim hanya dalam waktu kurang dari 5 tahun.

Baca Juga Beritaku: Perang Ajnadin: Arti, Lokasi, Kejadian Perang Selama 3 Hari