Seni komunikasi atau berbicara merupakan sebuah ilmu untuk tampil secara persuasive pada kegiatan dialog maupun publik, bagaimana sejarahnya?
Beritaku.id, Organisasi dan Komunikasi – “there no liberal America or conservative Americans, that’s only United State” Barack Obama 2007 dalam pidato kampanye masih sebagai senat Amerika.
Oleh: Rowena (Penulis Organisasi dan Komunikasi)
Kutipan tersebut salah satu bagian dari titik balik seorang presiden berkulit hitam.
Obama bukan saja di cintai Amerika kulit hitam tapi juga hampir seluruh orang kulit hitam di dunia.
Dengan sikap tegasnya dan kemampuan retorikanya dia berhasil duduk dua periode sebagai presiden Negara adi kuasa 2008-2017.
Melunturkan rasisme, mengubah paradigma masyarakat kapitalis pada kultur sosialis. Dan semua ini bermula dari kefasihannya berpidato atau beretorika.
Pidato Dan Seni Berbicara
Pidato sendiri merupakan subbagian dari kemampuan retorika. Retorika adalah sebuah keahlian yang hanya bisa dengan kemampuan berpikir logis, minat bahasa berlapis, dan wawasan luas.
Tidak hanya sebagai pertimbangan politis, secara psikologis dan ekonomi kemampuan retorika adalah hak istimewa yang tidak semua orang miliki.
Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia bahkan memilikinya melalui pidatonya di jejeran petinggi Negara lain.
Saat mengungkapkan alasan real dan berwibawa bahwa Indonesia keluar dari PBB dan akhirnya ikut membentuk KTT non-blok di beogard.
Sebagai jalan strategis menjauhkan Indonesia dalam kasus penjajahan cross politik Internasional atau tendensi blok barat dan blok timur.
Kemampuan retorika tersebut seketika mendunia, dan mendapat pengakuan sebagai salah satu dari 100 orang terpilih saat itu.
Dari konteks yang paling ringkas retorika mampu kita sebut sebagai afeksi dari kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual.
Itu kenapa pula kita kenal sebagai keahlian tersendiri, atau kesenian seni berkomunikasi.
Seni berbicara, bukanlah sebuah pertunjukan seni sebagaimana sang artist hanya berkoar-koar dan melakukan aksi acrobat.
Seni komunikasi adalah retorika transaksional dengan kemajuan fungsi dan keefektifan mengirim pesan.
Dalam komunikasi psikologi karya Jalaluddin Rakhmat.
Seni berkomunikasi paling tidak harus melalui saringan berpikir yang berkali-kali alias orang yang terbiasa berpikir logis dan kritis.
Secara science dalam komunikasi, kecerdasan retorika adalah sebuah tradisi intelektuil dan tidak semua orang akhirnya mampu melakukannya.
Baca juga Beritaku: Retorika: Pentingnya, Sejarah Perjalanan, Definisi, 8 Unsur Utama
Sejarah Retorika
Dari sejarah klasik, hingga modern retorika dengan perkembangan yang dinamis pernah kehilangan dasar dan tujuannya.
Sebab intervensi kaum intelektual dan politik hanya ingin secara eksklusif mengajarkan retorika kepada sesama masyarakat sipil.
Retorika Klasik
Sejarahnya retorika pertama tercetuskan di Romawi, dalam babak klasik sebagai pokok penting lahirnya konflik, spekulasi, hukum berpihak, dan sistem yuridis peradaban barat.
Dalam buku Jalaluddin Rakhmat “retorika modern, pendekatan praktis”. Mulanya seorang cendekiawan bernama Cicero berhasil memikat hati Caesar Romawi yang terpukau, ketika bahasa rumit menjadi sangat mudah meski dalam bahasa yang sederhana.
Penuturan cicero bukan hanya memukau tapi memanggil banyak pemuda untuk ikut mempelajari dan berkumpul untuk sekedar mendengarkan pidato Cicero.
Di tahun 334SM sokrates termasuk penutur retoris yang mampu menarik minat pemuda di zamannya agar tidak menerima begitu saja pihak penguasa.
Dan itu secara dramatis terkisahkan ketika dia menghadapi masa-masa dipenjara dan akhirnya bunuh diri.
Pada zaman klasik, Plato melalui karya berjudul georgias 380 SM menghadirkan nuansa retorika dalam teknik lanjutan dari plato.
Sebagaimana dalam buku Edward Schiappa “the beginning of rethorical theory in classical Greece” tahun 1999.
Tidak sampai situ, aristoteles membuka sekolah logika ikut serta membangun teori baru dari retorika agar tidak kehilangan dasar ilmunya.
Awal sejarah klasik berjalan sebagai ruang demokratis. Yang dikuasai oleh bangsawan namun perkembangan retorika dalam 3 teknik dan 5 canon mengubah banyak persoalan termasuk kebiasaaan berselisih.
Meski bermula di prasokrates (sebelum Sokrates) tapi konsep berpikir idealis telah berlawanan diantara Athena-Sparta.
Perselisihan apik terjadi ketika Yunani selalu mencintai prajurut spartanya meski mengangkat budaya intelektual pemuda athena.
Athena sangat memajukan retorika dalam falsafah dan sajak-sajak melankoli penuh makna, sementara para sparta melakukan retorika dalam puisi-puisi militant.
Orasi lantang politis kenegaraan. Ada banyak tokoh berpengaruh dalam retorika klasik di yunani, Protagoras, hippias, Isocrates dan beberapa dari kaum sophis.
Kaum Klasik Yunani
Sejarah klasik yunani,oleh K Bartens dalam buku sejarah peradaban filsafat barat.
Sebab kebesaran filsafat bermula dari 3 pola retorika yakni deliberative, forensic, dan demokratif.
Dari pola ketiganya melahirkan pula 5 canon (baca Five Canon), kelima teknik ini juga membuat teknik retorika. Semakin sulit dipelajari. Tapi jika telah dikuasai genggaman kepercayaan begitu mudah teradopsi.
5 canon bukanlah hal baru dalam tradisi berpikir romawi. Kelimanya adalah aturan yang sama dilakukan pada teknik logika silogisme.
Penemuan, pengaturan, gaya, ingatan, dan penyampaian, adalah skema yang dibuat agar retorika punya dasar dan layak keabsahaannya.
Untuk rekor retorika klasik yang berkembang saat abad 13-14, budaya spekulasi dalam politik dan persidangan sangat kental sehingga pada peradabannya selalu mengalami perkembangan.
Deliberative adalah adalah menyampaikan sebuah gagasan yang berfokus pada kondisi kesinian sebagai patokan, efek yang teradi sebuah kebiakan akan berpengaruh pada kondisi saat itu.
Forensik adalah gagasan yang lahir dari pengalaman masa lalu sebagai bahan dasar pertimbangan untuk membuat kebijakan saat ini.
Sementara demonstrative adalah gagasan dari nilai positive dan negative, untuk menjatuhkan satu posisi dengan menuukkan kelebihan kondisi yang satunya. Ini kita kenal dengan epideiktik yakni memuji dan menista.
Baca juga beritaku: Retorika Aristoteles: Epideiktik, Forensik, Deliberatif Teori Sejak 324 SM
Retorika Abad Pertengahan
Abad pertengahan atau zaman pertengahan eksistensi retorika adalah masa yang mundur bagi Athena sebagai Negara yang cukup mengedepankan demokratis.
Nilai-nilai dalam kajian praktis retorika mengubah perspektif kelas dan menghancurkan relasi kuasa antara pemerintahan dan buruh, ini persis dengan kehadiran kaum marxis pada sejarah sosialisme.
Buruh berhak banyak atas kerja kerasnya sedang kelas atas adalah kaum manja dan tidak punya nilai lebih selain modal.
Dalam abad pertengahan banyak kemunduran sebagai dekontruksi dari yang terjadi pada awal sejarah klasik.
Meskipun pada abad pertengahanlah Plato dan Aristoteles melakukan banyak kerja-kera idealism. Pada 404 SM, Athena jatuh oleh Persia, juga bagian dari perubahan besar dari fungsi-fungsi retorika dan dialektika.
Pada abad pertengahan ada jenjang waktu yang panjang untuk dikembalikan dalam era kontemporer.
Sebab kharisma banyak filsuf justru mengubah banyak hal, yakni bentuk sinisme dan spekulasi harus terhapus.
Dalam tiga teknik retorika pada masa klasik, ada unsur epideintik yang sangat di tolak plato.
Baginya sokrates telah membawa perubahan dengan menolak kebiasaan orang-orang kelas atas. Sebagaimana hukum dibuat atas dasar kekuasaan dan tidak memiliki perdebatan antara pemilik hukum dan yang dijatuhi hukum.
Untuk bahasa persuasif dan makna holistic sebisa mungkin terbuat dalam skema baru oleh aristoteles agar retorika tidak lagi terpakai untuk melawan, menjatuhkan, memaksa, atau menjebak seseorang dalam kasus.
Klasik Untuk Umum, Pertangahan Untuk Spritual
Jika awalnya retorika terpakai untuk pidato umum, persidangan, dengan bahasa resmi dan panggung politik. Maka pada abad pertengahan ini malah dalam bentuk lebih logis dan pada lingkup nilai-nilai spiritual.
Dan untuk mengubah ke hal-hal yang lebih tinggi dari retorika ataupun kecakapan dialektika. Maka aristoteles memfungsikan retorika pada forensic, orasi, dan politik, sehingga kelas sipil. Sebagai pengembang dari keindahan retorika ini.
Inilah kemudian menyebabkan renaisaince tidak ditandai dari kelahiran idealism baru. Tapi bergeser pada perpaduan logika oleh aristotels masuk di universitas skolastik.
Dan disiplin ilmu yang berkembang. Membuat retorika sebagai bagian penting. Lahirnya prinsip murni pemberontakan seperti yang dialami Sokrates justru bernilai art.
Dan berkembang pada ilmu-ilmu sosial yang hanya pada praktik keagaaman karena mengandung sajak, fable, dan tulisan.
Pada zaman ini trivium sebagai panah dari equadrum membuat retorika dalam barisan seni menulis khotbah dan seni menulis surat.
Tokoh Spritual
Tokoh spiritual yang ikut meninjau dan menjadikan retorika sebagai keahlian berbicara fasih adalah St Agustine (354-430 M), seseorang yang aktif mengangkat tradisi iman kuno.
Tulisannya bukan hanya berpengaruh pada filsafat barat tapi juga Kristen barat.
Namun cara pidato dan kefasihan tersebut tidak melanjutkan taksonomi dari pilar-pilar penting retorika sebagaimana tercanangkan oleh aristoteles pada permulaan abad pertengahan.
Adapula St. Thomas Aquinas, biarawan dominika, filsuf, pendeta dan dokter gereja.
Seseorang yang juga berperngaruh pada tradisi skolastik. Retorika wanita ini berusaha mensistesis filsafat aristoteles kepada prinsip-prinsip kristiani.
Walaupun seorang biarawati, Thomas Aquinas adalah teolog dan filsuf yang banyak mendapat pujian oleh Para Filsuf dan Paus Benedictus XV.
Dalam abad pertengahan selain penobatan renaisaince dan keahlian khotbah dari filsafat dan dialektika, juga terkenal masa-masa perdebatan seni debat puisi hewan.
Retorika hewan ini bisa saja sebagai salah satu keunikan pada masa pertengahan sebagai tanda pergeseran spiritualisme yang kental oleh firman dan ayat-ayat.
Retorika hewan adalah bioretorika, dan dalam kecakapan puisi manusia-hewan dalam hubungan sosial. Atau ada makna biner antara manusia dan ikatannya pada hewan.
Retorika Modern
Abad 20 atau masa modernitas meninggalkan abad 16, 17, dan 18. Sebagaimana retorika secara skolastik tergeser ke berbagai kajian dan pergumulan kristenisasi.
Pada catatan sejarah kita temukan bahwa pergeseran abad pertengahan ke dunia modern tertandai dengan universlisme bahasa inggris.
Retorika dalam berbagai subpembahasannya tidak lagi tertranslasi dalam bahasa yunani, latin ataupun prancis.
Pergeseran ini sedikit banyak membuat tokoh retorika yang awalnya dari kalangan filosof, pendeta atau pendakwah, sebagaimana hadirnya Francis Bacon pada abad ke 17 sebagai seorang pemikir empiris, filsuf dan penulis Inggris.
Kemahirannya menggunakan gagasan dalam etika retorika membuat pergeseran bahasa terdengar lebih umum.
Dan pada abad 18 ada Hugh Blair pendeta skotland, dan pada abad 19 oleh William Gustavus Ellen, editor media “the national watchman” yang ikut membesarkan retorika sebagai bagian dari sosialisme yang sangat dekat pada isu-isu penghapusan, kesetaraan, dan integrasi.
Di zaman modern retorika sebagai bagian dari kembalinya dasar-sadar skolastik yang terbentuk oleh plato.
Agar retorika kembali bernilai untuk sipil, adalah bentuk penting kemajuan retorika. Dan dikembalikannya bentuk dialogis, dialektik, atau eskalasi bahasa yang tidak lagi serumit latin dan prancis.
Pokok dasar retorika di zaman modern, mengalami penguatan kelembagaan. Dan dianggap sebagai kurikulum penting agar retorika secara persuasif merupakan indicator kelayakan public.
Kecerdasan bermedia, dan skill berargumentasi politis dalam sistem pemerintahan.
Meluasnya fungsi dan kaidah retorika tidak lantas bergeser seperti di abad pertengahan melainkan menjadi kongkrit sebagaimana zaman memaksa kemauan untuk generasi yang berinovasi di media periklanan.
Media massa, radio, bahkan perfilman. Itulah kenapa kefasihan berbicara adalah istilah untuk retorika.
Sebelum masyarakat menyadari keefektifan berbahasa, retorika secara kronik mengulur sejarah panjang intelektual, filsuf, pendeta, hingga saintis untuk meramu retorika agar sampai pada puncak idealisnya.
Dalam skill berbicara dan kurikulum penting minat masyarakat umum dan terutama sipil.
Teori Kritik Retorika
Edwin benjamin black, seorang ahli teori kritik retorika. Setidaknya dia mewakili kelahiran pemikir khusus retorika.
Yang mengangkat retorika secara spesifik tidak hanya dalam batasan hak-hak berpikir para pembicara.
Tapi menunjang pendengar atau penonton untuk terlibat dalam respon yang beragam, teori kritik di zaman modern adalah tradisi skolastik oleh hegellians. Dianggap sebagai fungsi dan kausasi.
Dalam kritik pertama, black memulai dengan klaim terhadap Aristotelian yang dalam sejarah retorika hakim terkesan pasif dan tidak rasional.
Sewajarnya retorika neo-aristotelian harusnya tidak melupakan kehadiran hakim rasional yang terbungkus dalam dialektika hukum atau retorika hukum.
Abad modern sangat kental pada warisan Marx, sehingga pendekatan psikologis pada teknik retorika tidak lagi pada batasan dari pembicara atau penutur atau penulisnya, melainkan dari reaksi pendengar, pembaca, atau penontonnya.
Hal ini dianggapnya. Tidak mampu melahirkan teori kritik kreatif sesuai kondisi yang terjadi sekaligus melahirkan satu teori oleh Black menyebutnya transaksi retoris.
Transaksi adalah kontinum dari sebuah situasi sebagaimana retorika dalam musyawarah tenang beralih ke hasutan ekstrim.
Untuk inilah buku dalam teori kritiknyasebagai pintu dari terbantahnya paradigma kritik tunggal.
Teori oleh banyak ahli teori, adalah : persona kedua” Black alias retorika konstitutif.
Baca juga beritaku: Orasi Dan Pidato: Sejarah, Definisi, Persamaan Dan 5 Perbedaan
Modern Dan Kemunculan Metode
Modern tidak hanya membuat retorika berkisar pada kemunculan teori tapi metode, bantahan, hingga penyempurnaan retorika hajatnya sebagai induk berbahasa atau bertutur.
Kini retorika secara nyata sebagai skill kelas atas dalam skema public speaking yang wajib bagi kaum milenial.
Generasi alpha bahkan menguasai retorika dalam seni standup komedi dan puisi monolog.
Retorika tidak hanya sajak-sajak melankolia, atau khotbah spiritual ortodoks, melainkan humor receh maupun dark jokes.
Sebuah keahlian berbicara dengan penutur memainkan argumentasi yang sifatnya persuasive tapi dengan kritik terselubung.
Hal ini banyak peminat terlebih pada tekanan psikologis dan unsur-unsur pemberontakan yang tidak lagi berbentuk demonstrative.
Tanpa melepas sejarah dan interaksi teks antara barat dan timur, di Indonesia. Dalam website dilmiltama.go.id. Yang berjudul “sejarah pengadilan militer” Soekarno.
Pernah mengatakan revolusi retorika politik telah memasuki UU no 19. Tahun1964, yang memberikan kekuasaan pada presiden. Untuk mengintervensi peradilan dalam hal kepentingan nasional atau kepentingan revolusi terancam.
Dalam hal ini retorika tidak hanya terjadi dalam perdaban barat tapi juga hadir antara sejarah tradisi intelektual dan politik Indonesia.
Dalam perkembangan public speaking sendiri, seorang Leslie calvin brown, juga hadir berkontribusi untuk retorika sebagai motivator.
Pernah menjadi penyiar radio, penyiar acara televise, hingga menjabat sebagai legislator Ohio, Les tidak hanya memahami retorika tapi memanfaatkannya sebagai professional.
Pada tahun 1989 menerima Penghargaan Dewan Pers dari Asosiasi Pembicara nasional.
Dengan jeak karirnya dalam public speaking dia memotivasi pendengarnya meraih mimpi, dan menggunakan pengalamannya sebagai dasar persuasive.
Banyak orang kemudian termotivasi dan sering menggunakan kata-katanya sebagai kutipan favorit.
Dalam website IDN times, salah satu dari sepuluh quote motivasi leslie brown yang terkenal adalah “you don’t have to be great to be started, but you have to get started to be great.”
Tidak ada batasan kelak ketika retorika sebagai seni berbicara tidak hanya berakhir di meja-meja peradilan milik sipil, tapi juga menjadi kepantasan bagi siapapun untuk mencapai impiannya.