BERITAKU.ID, GOWA – Pendidikan merupakan modal berharga untuk seseorang meraih impian dimasa depan, Minggu, (22/7/2019).
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 masih menggunakan jalur zonasi, sebagaimana yang termaktub dalam Permendikbud No.51/2018 tentang penerimaan peserta didik baru tahun ajaran 2019/2020.
Penerapan sistem zonasi mengharuskan calon peserta didik untuk menempuh pendidikan di sekolah yang memiliki radius terdekat dari domisilinya masing-masing.
Peserta didik bisa memiliki opsi maksimal tiga sekolah, dengan catatan sekolah tersebut masih memiliki slot siswa dan berada dalam wilayah zonasi siswa tersebut.
Berdasarkan Permendikbud nomor 51/2018 diatur PPDB melalui zonasi. Seleksi calon peserta didik baru dilakukan dengan memprioritaskan jarak tempat tinggal terdekat ke sekolah dalam zonasi yang ditetapkan. Jarak tempat tinggal terdekat dimaksud adalah dihitung berdasarkan jarak tempuh dari Kantor Desa/Kelurahan menuju ke sekolah.
Jika jarak tempat tinggal sama, maka yang diprioritaskan adalah calon peserta didik yang mendaftar lebih awal. Umumnya, jalur zonasi memiliki kuota paling besar dari semua jalur penerimaan.
Sistem seleksi PPDB zonasi dilakukan dengan cara pemeringkatan, yang berbeda-beda di setiap provinsi. Akan tetapi, umumnya, pemeringkatan untuk jalur zonasi dilakukan dengan jarak, nilai UN, usia peserta didik, dan waktu mendaftar.
Jika jarak sama, maka pemeringkatan berdasarkan nilai Ujian Nasional dan waktu pendaftaran.
Pemeringkatan berdasarkan nilai UN dengan kuota sebesar 20 persen, pemeringkatannya berdasarkan nilai UN. Jika terdapat kesamaan nilai, maka diperingkat berdasarkan urutan nilai mata pelajaran Bahasa Indonesia, IPA, Matematika, dan Bahasa Inggris.
Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, pada pelaksanaan PPDB tahun lalu, sistem zonasi masih kurang baik, sehingga masih perlu evaluasi dan perbaikan.
“Yang kurang kita perbaiki, yang udah baik kita tingkatkan perbaikannya, tetapi intinya semua solusi dalam bidang pendidikan dalam tingkat kementerian pusat,” ujar Muhadjir.
Dalam upaya memperbaiki sistem zonasi, ia akan mendeteksi wilayah mana saja yang harus ditangani. Mulai dari persebaran guru, fasilitas yang belum merata, dan juga jumlah siswa yang tidak merata.
Kemudian dampak dari masalah sistem zonasi yang masih dianggap buruk seorang siswi harus gagal menempuh pendidikan tingkat lanjutan atas sekolah SMA Negeri 1 Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan.
Putri Amelia Natsir gadis cantik warga Desa Taeng, Kecamatan Pallangga, Kabupaten Gowa yang tak lulus di SMA Negeri 1 terpaksa harus berjualan kue untuk mengisi waktu luangnya setiap hari.
Amelia mengatakan saat ini berjualan kue yang sekaligus membantu orang tuanya, sembari menunggu informasi sekolah negeri yang masih ingin menerimanya.
“Sambil saya mencari informasi sekolah mana saja yang masih buka, lebih baik saya bantu ibu menjual kue di depan rumah. Kue yang saya jual seperti kue dadar, apang, donat, dan sebagainya. Kalau sudah siang, kuenya kadang habis,” katanya.
“Saya berharap ada bantuan pemerintah yang bisa meloloskannya di sekolah impian saya,” lanjut Amelia.
Ia merupakan salah satu alumni dari SMP Negeri 1 Sungguminasa. Keinginan untuk melanjutkan di swasta harus terhambat, dikarenakan faktor ketidakmampuan ekonomi keluarganya, ia hanya berharap salah satu dampak zonasi ini bisa mendapatkan solusi dari pemerintah setempat.
Selanjutnya Ayah Amelia, Muh Natsir merasa terbebani oleh anaknya yang menjadi korban zonasi di SMA 1 Gowa. Natsir mengatakan anaknya selama ini yang menempuh pendidikan karena mendapat bantuan dari saudaranya.
“Selama ini, yang membiayai Amelia bersekolah, itu kakaknya keduanya bernama Mutmainnah yang hanya bekerja sebagai penjual krim kosmetik secara online dan kini tinggal di Daya dan sudah berkeluarga. Dan kakak pertama Amelia bernama Sofiana bekerja sebagai Office Boy di Pelabuhan,” kata ayahnya.
Diketahui bahwa lima orang diantaranya yang berdomisili dengannya lulus dalam sekolah SMA Negeri 1 Kabupaten Gowa.(WK*)
Editor: Dicky Minion