Selama 9 Bulan Tidak Di Gaji, membuat beberapa petugas kebersihan mengalami keresahan dan menyampaikan keresahannya.
Beritaku.Id, Parepare – “Ini adalah bukti dan pengakuan yang diberikan kepada pemerintah kota atas komitmennya. Dalam menjaga kebersihan dan lingkungan,” jelas Taufan Pawe, tapi ternyata 9 bulan bawahan tidak digaji. Jumat 6/12/2019.
Pernyataan Taufan Pawe diatas adalah dengan percaya diri pada penerimaan Piala Adipura. Untuk Kota Parepare pada tanggal 14 Januari 2019 (hampir setahun lalu). Di Gedung Manggala Wanabakti Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Penghargaan yang diserahkan langsung Wakil Presiden RI Jusuf Kalla diterima Wali Kota Parepare Taufan Pawe.
Siapa yang telah menjaga kebersihan Kota sehingga bisa mendapatkan Adipura ini?
Bunyi krik-krik oleh sapu yang dipakainya menyapu aspal tidak asing terdengar ketika subuh, di ujung malam. Sah saja, semua berkontribusi untuk menjaga kebersihan Kota. Tapi yang aktif langsung adalah pertugas penjaga kebersihan, yang secara terus menerus sistematis menjaga kebersihan ini.
Mereka ingin menjaga kotanya, mereka ini kotanya indah, dan benar saja mereka mempersembahkan Adipura ini. Hanya saja beberapa jam lalu, Adipura ini tercoreng oleh aksi teriakan keadilan dari petugas kebersihan.
9 Bulan Tidak Di Gaji, Apa Yang Mereka Lakukan
Selama 9 bulan tidak digaji, mereka yang dengan tenaganya mempersembahkan keindahan kota. Harus rela menerima kenyataan pahit, bahkan ada yang kehilangan istri mereka. salah satunya adalah Robbin Herman.
“Istri membawa kabur anak saya ke Samarinda karena gaji saya selama 9 bulan bekerja di Dinas Lingkungan Hidup tidak dibayarkan. “katanya saat melakukan aksi unjuk rasa bersama 29 Petugas Kebersihan lainnya.
Kecintaan pada pekerjaannya sebagai penjaga kebersihan dipertahankannya meski gaji 9 bulan tidak didapatkannya. Untuk bertahan hidup, dirinya nyambi sebagai buruh pelabuhan, dengan pendapatan 20.000 perhari. “itu hanya cukup untuk biaya sewa rumah saja,” keluhnya.
Tidak hanya Robbin yang mengeluh, Andarias Wesseng, Petugas Kebersihan lainnya. Selama tidak digaji, untuk menghidupi 6 anggota keluarganya (1 istri dengan 5 anak), Andarias terpaksa menjadi buruh bangunan.
“Biaya sewa rumah senilai Rp 450 ribu per bulan juga sudah nunggak 9 bulan. Sementara anak-anak ke sekolah harus berjalan kaki ke sekolah sejauh hampir 2 km. Jika tidak ada temannya yang berbaik hati menjemput di rumah,” keluhnya.
Aksi ini didmpingi oleh Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) untuk meminta keadilan para petugas kebersihan tersebut.
2 Bulan Gaji Tak Dibayar, Petugas Kebersihan di Kendari Mogok Kerja
Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), merupakan penerima penghargaan adipura selama 10 tahun berturut-turut. Secara rutin, sejak tahun 2009 hingga 2019.
Akan tetapi, penghargaan tersebut tak semuanya berjalan baik. Salah satunya, keluhan yang datang dari para pejuang kebersihan di lapangan atau para pengangkut sampah. Sudah seminggu terakhir, pengangkut sampah di Kota Kendari melakukan aksi mogok kerja, lantaran hampir dua bulan gaji mereka tidak dibayarkan.
Gaji Pokok DiBawah UMP
Gaji pokok per bulan mereka adalah sebanyak Rp 900.000.”Kalo ndak ada uang kan kita mo makan apa? Bagaimana kita mo kerja?” keluh Amir, salah satu anggota pengangkut sampah.
Lima mobil angkutan sampah pun telah dikembalikan ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Kendari.
Sebab, tidak kurang dari 20 orang melakukan aksi mogok kerja.Kepala DLH Kota Kendari, Aminuddin. Menjelaskan bahwa sebenarnya bukan pengangkut sampah yang mengembalikan, tetapi pihaknya yang meminta mobil karena pengangkut sampah libur kerja.
“Mereka libur karena gajinya kemarin agak terlambat karena proses administrasi. Untuk mengajukan gaji kan harus dilengkapi dengan bukti tabanas dari buku rekeningnya. Karena kalau terlambat akan berpengaruh juga dengan gaji mereka,” katanya.
Atas kejadian ini, Aminuddin tetap meminta maaf kepada seluruh pengangkut sampah. Mogok kerja menyebabkan banyak sampah berserakan di pinggir jalan. Jika sehari saja sampah tidak diangkut, maka sekitar 300 ton sampah akan tertumpuk. Masyarakat merasa dirugikan, SD Islam Anawai menjadi salah satu tempat yang terkena imbasnya. Sampah yang berada di depan sekolah kian menumpuk, sehingga berdampak pada guru dan murid. Bau menyengat membuat proses belajar mengajar menjadi tidak nyaman.
Sementara itu, para pedagang kaki lima di Pasar Korem yang berada di kawasan Mal Mandonga. Kendari, juga gerah dengan sampah yang tertampung lama. Sampah-sampah itu membuat selokan pembuangan tersumbat.