Mengenal Suku pada bumi panrita lopi Bulukumba yang Mayoritas, Yakni Suku Konjo sebagai bagian dari Suku Makassar. Ternyata juga ada pada Kabupaten Lainnya.
Beritaku.Id, Makassar – Berbicara Sulawesi Selatan, maka yang terbesit dalam diri adalah Suku Makassar. Bugis, Mandar, Luwu dan Toraja, padalah selain ketiga Suku itu,
Ternyata bukan hanya ketiga suku itu tapi masih pula ada Suku Konjo, sehingga tidak bisa tertafsirkan bahwa konjo hanya mendiami Bumi Panrita Lopi saja, melainkan juga menyebar pada beberapa daerah.
Pada Kabupaten Bulukumba, terdiri dari 2 suku besar, yakni Konjo dan Bugis, Bugis terdapat pada daerah Rilau Ale. Bulukumpa, Ujungbulu, Ujungloe, sebagian Gantarang dan Kindang sebab pada 2 Kecamatan tersebut terdapat Bahasa Makassar terpangaruh dari Kabupaten Bantaeng.
Sementara Konjo ada pada Kec. Herlang, Kajang, Bontotiro, Bontobahari dan sebagian Ujungloe.
Mendiami pegunungan dan pesisir. Hal yang menakjubkan bagi suku konjo adalah ikon-ikon daerah Bulukumba berasal dari Kecamatan tersebut. sebutlah yang paling terkenal, Kajang.
Ammatoa dan Suku Konjo
Amma Toa dengan khas pakaian hitam-hitam, lengkap passapu (Pada daerah Makassar terkenal dengan nama Patonro).
Ikon berikutnya adalah Pinisi, ada pada kecamatan Bontobahari. Serta Wisata Bahari yang banyak jadi Viral Bira dan Appalarang ada pada daerah suku dan bahasa konjo.
Suku Konjo pegunungan umumnya bermata pencaharian sebagai petani dan berkebun. Dengan kondisi alam yang subur dan musim bergantung curah hujan, selain itu pencaharian lainnya adalah dengan melaut.
Cara hidup gotong royong sangat melekat dalam kehidupan, misalnya dalam membangun rumah, mempersiapkan pesta, atau waktu panen.
Tetapi segala hal yang telah mereka lakukan itu penuh perhitungan, dan mereka biasanya mengharapkan bantuan serupa bila kelak mereka perlukan.
Dalam hal membajak sawah, petani satu dengan yang lainnya bergotong royong untuk menyelesaikan.
Kebutuhannya adalah teknik pengairan/irigasi yang tepat, sehingga bisa meningkatkan hasil pertanian mereka. Selain itu hasil perkebunan mereka juga potensial untuk dikelola dengan lebih baik.
Sikapnya yang positif, terhadap pendidikan membuka kesempatan bagi para tenaga pendidik. Yang bisa beradaptasi dengan adat istiadat mereka, untuk memotivasi mereka mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi.
Mengenal Suku dan Bahasa Konjo Pesisir
Suku ini mendiami 4 Kecamatan (Kecamatan Bontotiro, Kecamatan Kajang, Kecamatan Bontobahari dan Kecamatan Herlang). Yang kesemuanya berada pada wilayah bagian Timur Kabupaten Panrita lopi.
Membangun kapal layar pinisi yang biasanya terbuat oleh suku Bugis dan suku Makassar.
Suku ini identik dengan Kajang merupakan satu kecamatan, kemudian suku dalamnya terdapat kawasan adat tradisional khas Amma Toa.
PAda daerah ini terdapat hutan lindung yang memasuki tempat sakral ini. Para pelancong atau pendatang, yang akan masuk ke wilayah ini harus memakai pakaian serba hitam.
Keramah tamahan dan interaksi sosial sangat menjadi penekanan pada suku dan bahasa Konjo. Orang Konjo 100 persen beragama Islam. Tetapi masih ada dari orang mempertahankan praktik animisme mereka, lazimnya suku-suku lain yang berdiam pada tanah Sulawesi Selatan.
Mengenal Konjo Bukan Hanya Pada Bulukumba
Bukan hanya pada daerah tersebut! Selain pada Butta Panrita Lopi Suku ini, mendiami wilayah Kabupaten Sinjai (yang berbatasan dengan Kabupaten Bulukumba bagian Utara). Dan Kabupaten Barru (beberapa Desa pada Kecamatan Pujananting).
Suku ini juga pada area Pegunungan, terutama tinggal pada wilayah pegunungan di Kecamatan Tinggi Moncong dengan kotanya Malino. Hampir seluruh Kabupaten Gowa dan Sinjai.
Selain itu, khusus pada daerah Bulukumba, Konjo memiliki tradisi “Attarasa”. Attarasa merupakan kebiasaan untuk meratakan gigi.
Dengan cara menggosok menggunakan batu oleh seorang pintar atau panrita. Kegiatan tersebut biasanya mereka lakukan ketika anak usia SD menjelang masuk SMP.
Meskipun budaya ini, kini mulai luntur seiring dengan perkembangan zaman. Namun kalau kembali ke masa lampau. Kegiatan attarasa ini merupakan kegiatan “wajib” pada zaman dahulu kala.
Pada sisi lain, ada budaya khusus konjo yang ada pada area Bontobahari (Bira). Pengantin baru, membutuhkan waktu hingga 40 hari untuk bermalam pertama. Selanjutnya lelaki biasanya menjadi korban cakaran istri. Apalagi kalau pernikahan mereka adalah perjodohan.
Kegiatan appannuru’ menjadi kegiatan untuk merajut cinta keduanya, namun budaya ini pula telah hilang. Seiring perkembangan zaman dan teknologi. Sebab suku konjo mulai terbuka dan memahami bahwa pernikahan tidak lagi memaksakan mereka pada perjodohan.