BERITAKU.ID, MAKASSAR – Kebenaran itu seperti matahari. Anda bisa mencegahnya dalam waktu tertentu, tapi dia tidak akan pernah pergi menjauh (Elvis Presley), Senin (26/08/2019)
Kepala Daerah (Gubernur, Walikota atau Bupati) sebagaimana dimaksud dalam UU No. 12 Tahun 2018 (Tentang Perubahan Kedua atas UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah),
Bagaimana Menjatuhkan Kepala Daerah?
Dalam kapasitas sebagai kepala daerah, sebagai perwakilan pemerintah pusat (presiden), memiliki kewenangan Membina dan Mengawasi penyelenggaraan unrusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah di tingkat kabupaten dan kota, Gubernur diberikan kewenangan dan penguatan sebagai Wakil Pemerintah Pusat untuk mengatur tata pemerintahan daerah, dimana Kabupaten/Kota akan melakukan otonomi dibawa pengawasan pemerintah pusat.
Kewenangan-kewenangan tersebut merupakan kewenangan presiden yang dilimpahkan kepada Gubernur, maka sisi ini menjadi satu sisi makin kuatnya peran dan Fungsi Gubernur dalam tata pemerintahan di Negara Republik Indonesia.
Wajar saja, banyak yang berminat untuk menduduki posisi 01 Provinsi tersebut, hal ini terlihat semakin gencarnya rivalitas untuk menduduki posisi itu, atau bahkan ada upaya menjatuhan yang terpilih dan mengarah kepada penggantian posisi.
Sebut saja Gubernur Anies Baswedan yang saat ini telah diguncang sebagai upaya menekan popularitas, Gubernur Gorontalo Rusli Habibie yang saat ini berupaya di carikan celah dengan memburu harta kekayaannya, dan beberapa hari terakhir ini, Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah yang pada bulan Juli asampai Agustus lewat panitia Hak Angket berupaya untuk di Makzulkan, meski upaya pemakzulan tersebut kandas ditangan pimpinan DPRD Sulsel, dan berakibat panjang, karena ketua Panitia Hak Angket Kadir Halid mensinyalir Pimpinan DPRD Sulsel telah masuk angin.
Menjatuhkan Kepala Daerah, termasuk Untuk menjatuhkan Gubernur, meski kewenangan DPRD telah diperkuat, maka hal itu tidak bisa dilakukan dengan mudah, sebab pengaturan mengenai pemberhentian kepala daerah dapat kita temukan dalam UU No 12 Tahun 2018 Pasal 29 ayat (1) dan (2) UU Pemda yang berbunyi:
(1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena:
- Meninggal dunia;
- permintaan sendiri; atau
- diberhentikan.
(2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diberhentikan karena:
a. berakhir masa jabatannya dan telah dilantik pejabat yang baru;
b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan;
c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah;
d. dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah;
e. tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah;
f. melanggar larangan bagi kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah.
Memang benar, bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (“DPRD”) yang berwenang memberikan keputusan tentang pemberhentian gubernur sebagai kepala daerah.
Pengaturan mengenai wewenang DPRD dalam mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah ini dapat kita simak dari bunyi Pasal 42 ayat (1) huruf d UU 12/2008:
“DPRD mempunyai tugas dan wewenang mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD Provinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD Kabupaten/Kota;”
Apa hak yang dimiliki oleh DPRD untu Menjatuhkan Kepala Daerah?
Berikut Hak yang dimiliki anggota DPR/DPRD
- Hak interpelasi:hak DPR/DPRD untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah,
- Hak angket: hak DPR/DPRD melakukan penyelidikan mengenai kebijakan pemerintah,
- Hak menyatakan pendapat: hak DPR/DPRD untuk menyampaikan pendapat atau masukan terhadap kebijakan pemerintah
Dalam menjalankan hak tersebut, jika menemukan terjadinya pelanggaran dalam tata kelola pemerintahan oleh Kepala Daerah atau ada keputusan tetap (inkrah) selain dari meninggal dunia atau penguduran diri, maka DPRD bisa mengusulkan untuk dilakukan pemberhentian, hanya saja syarat pengambilan keputusan tetap mengacu kepada tata tertib pengambilan keputusan secara demokratis dengan memenuhi syarat Quorum (50+1) dan 2/3 dari jumlah yang hadir menyetujui hasil, apakah pemakzulan atau tidak.
Akan muncul pertanyaan, bagaimana jika seandainya benar ada pelanggaran yang dilakukan oleh seorang Gubernur, Walikota dan Bupati tapi Anggota DPRD secara Quorum menyatakan tidak terjadi pelanggaran?
Berarti pemakzulan untuk penggantian kepala daerah (Menjatuhkan Kepala Daerah) tidak bisa dilakukan, disinilah bukti penguatan politik oleh partai politik, terlepas dari asumsi benar salah, namun sikap dari anggota DPRD dalam menjalankan tugas dan kewenangan yang dimilikinya secara menjadi gambaran keputusan.
Karena kita berada dinegara Hukum yang sama, maka taat hukum dari pelaksanaan setiap keputusan adalah sesuatu yang diharuskan, sebab politik adalah pengaruh dalam roda pemerintahan untuk demonstrasi kekuatan.