Niqab

Niqab, Jilbab, Serta Fenomena Jilboob: Antara Lifestyle dan Ibadah

Diposting pada

Niqab, Muslimah menjaga auratnya dengan mengenakan busana longgar, jilbab, dan sejenisnya. Apakah gaya berpakaian itu berlandaskan keimanan ataukah sekedar tren lifestyle? Artikel ini akan menjawab pertanyaan tersebut sekaligus mengulas hal tersebut, 5 tantangan berniqab, dan fenomena jilboob yang ramai di masyarakat.

Beritaku.id, Berita Islami – Fajar datang perlahan, menyela malam yang beranjak terang. Tirai gelap beranjak tersibak, berganti berkas cahaya mentari yang menghangatkan bumi. Siang dan malam datang silih berganti, membuka tutup lembaran hari di buku kehidupan.

Ditulis oleh: Riska Putri (Penulis Berita Islami)

Sejak zaman purba, siklus hari terus berulang. Menambah usia pada bumi yang semakin renta. Linimasa merentang semakin panjang, di noktah manusia dan peradaban yang muncul tenggelam.

Kini, linimasa berada pada masa bertajuk zaman modern. Penghuninya telah berganti, berevolusi selama bergenerasi. Kisah kehidupan di zaman dulu, tidak lagi sama dengan yang ada di masa kini.

Tengoklah sekitar, lalu bandingkan apa yang ada di depan mata, dengan apa yang tertulis di buku sejarah. Banyak yang telah berbeda, beradaptasi dengan zaman yang senantiasa berubah.

Di masyarakat sekarang, menjumpai wanita yang keluar rumahnya tanpa menggunakan jilbab adalah hal yang lazim. Bahkan, banyak wanita yang dengan bangga membalut tubuh dengan pakaian ketat, rok mini, serta pakaian lain yang mengumbar aurat.

Lucunya, keadaan ini di anggap biasa saja. Toh kita hidup di zaman modern. Mengumbar aurat adalah hal yang wajar, tak perlu di anggap sebuah kemaksiatan yang perlu di ingkari. Seolah menutup aurat tidak diwajibkan Illahi, dan mengumbarnya bukanlah dosa yang diganjar neraka.

Lebih aneh lagi, terkadang wanita yang menutup auratnya di anggap aneh, lucu, dan asing. Konsep yang ajaib, namun tak bisa di pungkiri bahwa itulah fakta yang ada di zaman sekarang.

Padahal, menutup aurat hukumnya wajib bagi setiap ummat muslim.

Urgensinya bahkan di abadikan dalam Al-Qur’an, berdasarkan firman Allah SWT yang artinya:

Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang mereka perbuat.”

Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.

Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka.

Atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.

Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar di ketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung.” (Q.S. An-Nur ayat 31).

Artikel ini secara spesifik akan membahas tentang kewajiban wanita dalam menutupi auratnya, menurut aturan agama Islam.

Pandangan Sosial Tentang Wanita Bercadar

Stigma Msayarakat Tentang Wanita Bercadar

Dalam hukum fikih, seluruh bagian tubuh wanita kecuali wajah dan telapak tangannya adalah aurat. Oleh sebab itu, wanita muslim wajib untuk menutupi seluruh tubuhnya menggunakan pakaian, kecuali dua bagian tubuh tersebut.

Para ulama menyatakan bahwa untuk melaksanakan kewajiban tersebut, seorang wanita muslim harus sangat berhati-hati dalam berpakaian. Pakaian longgar yang tidak menampakkan lekuk tubuh menjadi pilihan. Sementara di bagian atas tubuh, jilbab menjadi solusi untuk menutup aurat.

Lebih lanjut, terdapat pula tradisi untuk menutup wajah secara total dengan hanya meyisakan kedua mata, dengan menggunakan cadar atau niqab. Tak berlebihan jika hal ini di kreditkan pada film Ayat-Ayat Cinta, yang di angkat dari novel Habiburrahman El Shirazy.

Film yang tayang di tahun 2008 lalu ini, secara implisit menyatakan suatu aturan bahwa wajah seorang wanita hanya boleh di lihat oleh mahramnya. Oleh karena itu, cadar di gunakan untuk menyembunyikan wajah, menjaga kesucian seorang wanita dari pandangan mereka yang bukan mahramnya.

Secara hukum fikih, penggunaan cadar bukanlah suatu syariat yang wajib di jalankan. Para ulama pun menyepakati bahwa penggunaan cadar bersifat mustahab (perbuatan terpuji), yang merupakan bagian dari tradisi sebagain masyarakat semata.

Jadi seandainya seorang wanita muslim memutuskan untuk tidak menggunakan cadar, maka ia tidak bisa di cap berdosa atau meninggalkan syariat.

Baca Juga Beritaku: Bertekad Hapus Stigma Buruk, 1 Komunitas Niqab Squad Ungkap Hal Ini

Realita Dalam Masyarakat

Sayangnya, secara sosiologis keputusan beberapa wanita untuk menutup wajahnya dengan cadar ternyata menimbulkan kegaduhan di lingkungan tertentu.

Perbedaan tradisi menjadi alasan utamanya. Di tambah lagi sifat sekretif yang melekat pada cadar, turut menimbulkan kecurigaan-kecurigaan berlebihan, hingga kekhawatiran terjadinya bentrokan budaya.

Tak jarang di temukan orang yang berseloroh, “Ada ninja!”, saat bertemu dengan seorang wanita yang bercadar. Sesungguhnya hal ini patut di sayangkan, karena bukankah wanita tersebut hanya berusaha menjalankan kewajibannya menutup aurat?

Namun di sisi lain, penolakan sosial terhadap wanita bercadar juga perlu di pahami asal muasalnya. Dalam pelaksanaannya, sebagian kelompok memang memaksakan anggota wanitanya untuk bercadar.

Karenanya, penggunaan cadar tidak lagi berangkat dari kesadaran sang wanita untuk menjaga auratnya, melainkan berasal dari tekanan eksternal.

Lebih lanjut, cadar juga di identikkan dengan fanatisme suatu mazhab. Para militan hijrah, sebutan kerennya, kerap menggaungkan “dakwah” tentang cadar, yang dirasa meresahkan karena dilakukan tanpa etika dakwah.

Maka tak perlu takjub, jikalau wanita bercadar akhirnya mendapat opresi tertentu di masyarakat. Sebaiknya setiap individu mengkaji diri lebih lanjut lagi, supaya bisa melakukan kewajiban sebagai hamba Tuhan, tanpa meresahkan sesamanya, bercadar maupun tidak.

Perbedaan Jilbab, Jilboobs, dan Niqab

Berjilbab, Untuk Menjalankan Perintah Agama Atau Sekedar Lifestyle

Seperti di katakan di awal artikel, wanita muslim kerap menggunakan pakaian tertutup dan longgar yang di rangkai dengan jilbab untuk menjaga auratnya. Kebiasaan yang muncul dari usaha menegakkan syariat Islam ini kemudian melahirkan fenomena bernama “Jilboobs”. Apakah perbedaannya? Simak penjelasan berikut ini.

Secara etimologis, kata jilbab yang berasal dari bahasa Arab “jalaba”, memiliki arti busana muslim berupa terusan panjang yang menutupi seluruh badan kecuali tangan, kaki, dan wajah. Sementara di Indonesia, kata jilbab umumnya untuk menyebut kerudung yang digunakan oleh wanita untuk menutupi sebagian kepalanya (rambut dan leher).

Pengertian ini sedikit berbeda dengan apa yang terdapat di Al-Qur’an, dimana pada surat An-Nur ayat 31 kerudung disebut dengan istilah “khumur”.

Namun, secara konstitusional penggunaan kata jilbab untuk menyebut kerudung tidaklah salah. Alasannya karena kata jilbab di masukkan dalam lema Kamus Besar Bahasa Indonesia pada tahun 1990, dengan arti yang kurang lebih mendefinisikan kerudung.

Sedangkan niqab adalah kain penutup kepala atau wajah, yang di gunakan untuk menutupi seluruh bagian kepala wanita kecuali kedua matanya. Niqab sendiri secara bahasa adalah istilah syar’i untuk menyebut cadar.

Cadar atau niqab umumnya banyak oleh wanita muslim di negara-negara Arab sekitar Teluk Persia, seperti; Arab Saudi, Yaman, Bahrain, Kuwait, Qatar, Oman, Uni Emirat Arab, dan Pakistan.

Dalam Islam sendiri, penggunaan cadar ini memiliki perbedaan antar mazhab. Dari empat mazhab yang di akui, tidak ada yang megharamkan penggunaan cadar. Namun, hanya satu mazhab saja, yaitu mazhab Syafi’i, yang mewajibkan penggunaan cadar.

Ahli fikih dari mazhab Syafi’i menyebutkan, bahwa aurat perempuan dalam konteks pandangan dari bukan mahramnya adalah seluruh badannya termasuk kedua telapak tangan dan wajah.

Baca Juga Beritaku: Shahabiyah Nabi, 7 Tercerdas, Penghafal Quran, Generasi Terbaik

Fenomena Jilboobs

Sementara itu, jilboobs adalah fenomena sosial yang lahir dari popularitas penggunaan jilbab dan niqab di masyarakat Indonesia. Secara sederhana, jilboobs punya definisi sebagai gaya berpakaian dimana seorang wanita menggunakan jilbab, tetapi pakaian yang di gunakan menunjukkan lekuk tubuh dan tonjolan payudaranya.

Jilboobs sendiri merupakan gabungan dari dua kata, jilbab dan boobs, boobs merupakan kata bahasa Inggris yang artinya payudara. Tren busana jilboobs ini kerap di temukan pada remaja muslim, di tambah beberapa wanita muslim yang sudah lebih dewasa.

Secara hukum Islam, tren jilboobs tentu saja menyalahi syariat. Karena menutup aurat bukan hanya sekadar menggunakan pakaian yang menutupinya, melainkan juga menyembunyikan lekukan tubuh dan tonjolan payudara.

Kelebihan dan Tantangan Memakai Niqab

Perempuan Berniqab

Kembali ke pembahasan tentang niqab, dewasa ini melihat wanita yang menggunakan cadar atau niqab di Indonesia adalah hal yang lazim. Bahkan, beberapa selebriti yang hijrah pun turut serta menjadi pemakai niqab dalam kehidupan sehari-harinya.

Kelebihan utama dari memakai niqab tentu saja perlindungan dari pandangan orang yang bukan mahram. Selain itu, di perkotaan niqab juga bisa berfungsi sebagai masker, yang membantu memfilter debu dan kotoran lainnya yang ada di udara.

Ada positif, pasti ada negatifnya juga. Di lansir dari berbagai sumber, berikut beberapa hal tantangan yang harus dihadapi oleh para wanita bercadar.

Cara makan ketika berada di luar rumah

Ketika berada di luar rumah, tentunya cadar tidak akan di lepas oleh penggunanya. Karena itu, kegiatan makan menjadi sedikit lebih rumit. Teknik yang di gunakan para wanita bercadar saat makan di luar rumah adalah, memegang niqab dengan tangan kiri, dan makanan dengan tangan kanan. Saat hendak menyuapkan makanan, niqab di singkapkan seperlunya, kemudian di kembalikan posisinya ke semula. Sedikit ribet memang, tapi positifnya hal ini secara tidak langsung mencegah pengguna niqab menyuapkan makanan dengan tangan kiri.

Identik Dengan Terorisme

Selorohan yang kerap ditujukan pada wanita bercadar ini, berasal dari paradigma masyarakat yang melihat niqab sebagi sesuatu hal yang asing. Hal itu di perparah dengan konotasinya dengan golongan ekstrimis, fanatis, dan teroris, yang kerap menggunakan pakaian serupa.

Membuat Balita Takut

Balita berbeda dengan manusia dewasa. Maka saat bertemu balita yang terkejut atau bahkan ketakutan, banyak wanita bercadar yang mengakui bahwa hal tersebut di anggap lucu. Polosnya reaksi balita ini tak membuat tersinggung, karena pada dasarnya merupakan hal yang wajar jika balita takut pada sesuatu yang tidak biasa mereka lihat/temui.

Perbedaan pemeriksaan saat masuk mal

Bagi wanita bercadar yang tinggal di perkotaan, kegiatan masuk mal dirasa lebih ribet dan kurang nyaman. Pemeriksaan dilakukan dengan ekstra ketat, karena dikhawatirkan mereka menyembunyikan senjata, atau mungkin bom, dibalik pakaian serba tertutup. Hal ini berangsur berkurang seiring bertambahnya wanita yang memakai niqab di Indonesia.

Sulit bernafas

Hal satu ini terjadi jika niqab jika membuat Niqab dengan bahan yang terlalu tebal. Termasuk tren berpakaian yang masih hijau di Indonesia, produsen niqab lokal masih perlu mempelajari material yang sesuai untuk dijadikan niqab.

Memakai Jilbab Besar dan Niqab, Gaya Atau Ibadah?

Disebutkan dalam hadist riwayat Bukhari, nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya, “Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan”.

Berdasarkan hal tersebut, apakah jilbab dan niqab di gunakan sebagai gaya berbusana semata, atau sebagai bentuk usaha menegakkan syariat, di kembalikan kepada penggunanya.

Bedanya, jika di gunakan sebagai gaya berbusana semata, maka penggunanya tidak di ganjar pahala. Sedangkan jika di niatkan sebagai bentuk ibadah, maka hal tersebut akan di ganjar pahala, sesuai janji Allah SWT. Wallahu A’lam Bishawab.

Baca Juga Beritaku: Sahabiyah Cerdas, 5 Kisah Inspiratif Zaman Nabi, Ada Istri Para Syuhada

Daftar Pustaka

  1. Basyarahil, Haikal. 2014. Kewajiban Menutup Aurat dan Batasannya. Solo: Almanhaj. Diakses pada 20 Februari 2021.
  2. Muhyiddin. 2019. Cadar: Tak Wajib Hukumnya dan Di salahpahami Secara Sosial. Jakarta: Republika. Diakses pada 20 Februari 2021.
  3. Prasetia, Heru. 2010. Pakaian, Gaya, dan Identitas Perempuan Islam, Identitas Perempuan Indonesia: Status, Pergeseran Relasi Gender, dan Perjuangan Ekonomi Politik. Depok: Desantara Foundation.
  4. Katsir, Ibnu. 1997. Tafsir Al-Quran Al-Azhim volume 3. Riyadh: Dar ‘Alam Al-Kutub.
  5. Khan, Kamillah. 2008. Niqaab: A Seal on The Debate. Kuala Lumpur: Dar Al Wahi Publication.
  6. Yulistara, Anita. 2017. Ini Hal-hal yang Hanya Di alami Oleh Wanita Bercadar. Jakarta: Wolipop Lifestyle. Diakses pada 20 Februari 2021.