Analisis Redaksi
Beritaku.id, Makassar – Pernah dengan kata pecah kongsi? Rabu 20/11/2019.
Memperebutkan posisi 01 dengan paket 02. Di pemilihan umum kepala daerah secara langsung dan terbuka, berbeda jauh sebelum era reformasi tahun 1998.
Melibatkan masyarakat untuk demokrasi terbuka dala pemilihan kepala daerah. Benar saja membuat masyarakat ikut terlibat dalam bilik suara menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin mereka.
Sisi Visi tidak lagi menjadi kajian utama.
Kedekatan Dan Pendekatan Geografis
Lebur oleh kedekatan, kedaerahan, agama, kemapanan secara ekonomi. Maupun popularitas kandidat menjadi beberapa faktor mempengaruhi proses pemilihan.
Kita mulai membahas dari proses persiapan menjadi calon, atau penyebutan Bakal Calon.
Yang punya hasrat menjadi Kepala Daerah baik Sebagai Gubernur, Walikota ataupun Bupati.
Memulainya dengan melakukan koreksi internal setelah mendapat dukungan orang-orang yang bersentuhan langsung, sahabat, keluarga ataupun kolega yang lain.
Maka popularitas sebagai rahasia umum akan dibuka tentang bagaimana caranya menaikkan popularitas.
Alat peraga kampanye dan kegiatan-kegiatan musiman menjadi program yang dilancarkan, sisi ini membutuhkan biaya politik.
Dan saatnya berpikir untuk mencari pasangan, dengan pembagian biaya politik.
Dilema biasa mulai muncul disini, kandidat 01 memiliki popularitas tinggi sementara 02 memiliki finasial yang cukup.
Atau sebaliknya, 01 hanya bermodalkan finansial dan memanfaatkan popularitas calon 02. Soal visi dan misi adalah urusan belakangan, sebab pemilih (konstituen) cendrung mengabaikan ketajaman visi dan misi serta prestasi kandidat.
Terkenal, keluarga, berfinasial dan disukai, masyarakat Indonesia masih senang memilih pada kriteria tersebut.
Dan menjadi relawan mereka adalah suatu kebanggaan labelisasi. Pilihan politis memang konsekuensinya begitu.
Partai pengusung biasanya memiliki syarat khusus dalam pengusungan, memposisikan kader sebagai 01 ataupun 02.
Atau bergaining kursi legislatif partai pada pemilu mendatang, belum lagi penentuan Master Campign kandidat, Partai biasanya memberikan syarat-syarat dimaksud.
Pecah Kongsi ditengah jalan : Pemilih bingung
Belum calon tapi kongsi sudah bubar, ini dimaklumkan untuk terjadi, komitmen dan konsistensi menjadi ukuran.
Belum lagi kotak tim pemenangan, pendukung 01 dan 02 yang sama-sama membawa kepentingan dan ambisi pribadi. Belum lagi timbangan biaya dan komitmen koalisi, padahal deklarasi telah dibuat.
Pecah Kongsi di Pemerintahan : Yang rugi adalah pemilih
Pengamat politik dari Universitas Parahyangan (Unpar) Asep Warlan menganggap.
Buruknya komunikasi dan tidak adanya komitmen bersama antar kepala daerah dengan wakilnya membuat roda pemerintahan tidak berjalan baik.
Menurutnya, ada empat faktor utama yang membuat kepala daerah dan wakilnya sering pecah kongsi. Pertama, penyebab terjadinya pecah kongsi akibat tidak adanya komitmen bersama untuk tidak membawa ambisi pribadi.
Kedua, tidak baiknya komunikasi antara kepala daerah dengan wakil bisa terjadi jika ada pihak ketiga.
Seperti parpol pengusung atau lainnya yang dilibatkan dalam pemerintahan. Sebab, kehadiran parpol yang istilahnya meminta jatah akan memperburuk roda pemerintahan.
Ketiga, faktor birokrasi yang sudah terbagun di lingkungan pemerintahan juga dapat mempengaruhi komunikasi kepala daerah. Loyalitas pegawai yang tidak seimbang dengan pasangan kepala daerah juga akan mempengaruhi pecah kongsi.
Kondisi ini pernah terjadi di beberapa daerah di saat sebagian pegawai lebih memilih patuh kepada salah satu pimpinan.
Terakhir, pecah kongsi terlihat jika kepala daerah akan maju kembali dalam ajang pilkada di periode berikutnya.
Kementerian Dalam Negeri mencatat sejumlah petahana yang maju dalam pilkada rawan terjadi pecah kongsi. Sebanyak 971 kepala daerah mengalami komunikasi buruk dalam menjalankan roda pemerintahannya. Bahkan, sejak 2005-2014 hanya 6 persen kepala daerah yang mampu menyelesaikan roda pemerintahan tanpa terjadi pecah kongsi.
Alasan Pecah Kongsi
Banyaknya kasus pecah kongsi bagi pasangan kepala daerah, adalah merupakan suatu koreksi besar terhadap proses pemilihan secara langsung, disamping itu terdapat beberepa masalah sosial yang diakibatkan.
Koreksi ini jelas dimulai dari peninjauan kembali tentang undang-undang yang dipakai dalam proses pilkada dengan seluruh persyaratan yang ada didalamnya.
Keterlibatan masyarakat adalah penting, dalam hal demokrasi namun kesinambungan pemerintahan adalah sesuatu yang tidak bisa diabaikan sebab roda pemerintahan yang terbelah akan merugikan masyarakat.