Perang Ghathafan merupakan salah satu perang yang pernah terjadi ketika Rasulullah SAW masih hidup. Bagaimana sejarah dari terjadinya perang ini? Serta, dimanakah lokasi nya? Disini akan di ulas tentang seluk belak perang ghathafan yang telah menjadi bagian sejarah ini.
Beritaku.id, Berita Islami. – Suara denting pedang yang bergesekan telah di sarungkan. Keyakinan juga telah tertanam kuat di dalam hati untuk bertanding di medan pertempuran. Namun, yang ada hanya puluhan unta yang di tinggal pemiliknya. Sedangkan pemiliknya, telah lari dalam takut dan bersembunyi.
Oleh: Ulfiana (Penulis Berita Islami)
Tak bisa dipungkiri, meski perang adalah sesuatu yang tak di sukai banyak orang, adakalanya perang harus tetap terjadi. Ada hal-hal penting yang kadang begitu mendesak sehingga menyebabkan perang terjadi. Entah itu dalam hal yang baik maupun hal yang masuk kategori buruk.
Dalam islam, islam tak memungkiri bahwa manusia memiliki kecenderungan melaksanakan perang dalam situasi yang mendesak. Itu sebabnya, ada aturan yang membungkus peperangan agar tetap mempertahankan nilai akhaq.
Sehingga, manusia tidak melakukan sesuatu yang berada di luar batas karena tidak ada hukum yang mengaturnya.
Dalam sejarah islam, terdapat beberapa jenis peperangan. Diantaranya ialah perang secara fisik langsung berhadapan, dan yang lain hanya penyerbuan. Artinya, belum sempat bertemu secara fisik, peperangan tidak terjadi.
Atau, tidak ada kontak secara fisik karena telah terjadi kesepakatan.
Perang ghathafan merupakan salah satu perang yang tidak berhadapan fisik. Yaitu, hanya terjadi penyerbuan karena pasukan yang akan di lawan telah meninggalkan medan perang.
Ghatafan sendiri merupakan nama dari sebuah suku atau kabilah bangsa arab. Mereka tinggal di daerah najd atau najed. Suku ini juga merupakan suku yang bersekutu dengan bani quraisy saat terjadi perang khandaq.
Pasukan sekutu itu adalah dari bani quraidzah, bani quraisy, bani nadir dan bani ghathafan itu sendiri.
Kemudian, bagaimana sejarah adanya perang ghathafan ini sampai terjadi?
Berikut kisah selengkapnya.
Sejarah Penyebab Perang Ghathafan
Tahun terjadinya perang ghathafan adalah tahun 3 H di bulan rabiul awal.
Perang ghathafan terjadi setelah adanya perang sawiq. Perang sawiq sendiri terjadi setelah kemenangan perang badar oleh kaum muslim.
Adanya Perang sawiq di sebabkan karena abu sufyan memprovokasi umat muslim dengan membakar kebun kurma milik orang madinah. Bahkan, ia beserta pasukannya juga membunuh orang yang sedang melakukan cocok tanam di sana.
Ketika pasukan muslim kembali dari perang sawiq ini, muncul provokasi dari suku atau kabilah ghatafan. Tersiar kabar bahwa mereka telah menyiapkan pasukannya untuk menyerang madinah.
Sejumlah orang dari pasukan bani Tsa’labah dan muharib yang masuk dalam suku ghatafan berkumpul. Pemimpin pasukannya yaitu Du’tsur bin Harits Al Muharibi yang memimpin untuk pergi menyerang madinah.
Kabar itu masuk ke telinga intelijen yang langsung mengabarkan pada Rasulullah dan umat muslim di madinah.
Itu sebabnya, Rasulullah SAW kemudian menyiapkan 450 orang pasukan untuk mencegah penyerangan itu. Rasulullah SAW bersama para sahabat berangkat menuju tempat berkumpulnya pasukan musuh yang merencanakan penyerangan.
Sedangan saat itu, Madinah di titipkan pada Utsman Bin Affan agar di pimpin dengan aman.
Lokasi Perang, Sekarang Ada di Negara Apa?
Tentu pertanyaan seperti ini sempat melintas di benak kita. Kira-kira dimana jejak lokasi perang ghatafan ini?
Untuk menjawab pertanyaan ini, berikut penjelasannya.
Ketika itu penyerbuan ini terjadi di Dzu’amr. Dzu Amr / Dzu Amri ini masuk dalam wilayah Najd atau Nejed.
Yaitu, daerah dekat dengan pemukiman suku Ghathafan. Mereka tinggal di dekat pegunungan.
Saat ini, Najd merupakan daerah yang masuk dalam kawasan Riyadh. Yaitu, kawasan pusat negara Arab saudi yang menjadi ibu kotanya saat ini.
Najd berada di bagian tengah dari semenanjung arab.
Daerah nya memang termasuk dalam daerah dataran tinggi. Ketinggiannya mencapai 762 sampai 1525 m di atas permukaan laut.
Saat ini terdapat perkampungan-perkampungan di sekitar oase yang menunjukkan wilayah bagian timurnya.
Suku yang mendiami wilayah ini juga tak banyak. Yaitu, suku badui yang tinggal secara nomaden atau sering berpindah tempat. Mereka berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain.
Daerah Najd sendiri memang di batasi oleh pegunungan Yaman dan Hijaz di bagian barat. Kemungkinan besar pasukan ghathafan saat itu melarikan diri dari peperangan menuju pegunungan ini.
Batas timur dari wilayah Najd adalah Bahrain, sedangkan batas utaranya adalah Suriah dan Irak. Serta, batas selatannya merupakan padang pasir Rub ‘al khali.
Wilayah Najd saat ini juga merupakan wilayah yang berusaha untuk menjadi kawasan wisata yang menarik dari arab saudi.
Perang Melawan siapa dari Perang ini
Lalu, siapa sebenarnya yang coba di perangi oleh umat muslim dalam penyerbuan Ghatafan ini?
Berikut penjelasannya.
Perang ini merupakan perang yang melawan kabilah Ghatafan setelah sebelumnya berencana untuk melakukan penyerbuan ke madinah. Yaitu, tepatnya pada bani Tsa’labah dan bani muharib yang berusaha memprovokasi serangan.
Bani muharib dan bani tsalabah menyatukan kekuatan untuk memerangi umat muslim. Memang, setelah terjadi perang badar, banyak dari pemimpin kaum kafir yang berusaha untuk mengalahkan kaum muslim.
Mereka ingin mengehentikan kekuatan besar yang terus tumbuh dengan subur itu.
Itu sebabnya kaum yang telah bersatu ini berniat untuk menghancurkan kota madinah. Yaitu, basis dari kekuatan kaum muslim berada.
Hal Yang Terjadi Para Perang Tersebut
Bani muharib dan bani tsalabah menyiapkan serangan itu dengan matang. Namun, ternyata kabar itu tersiar di telinga pasukan muslim. Sehingga, mereka berangkat membawa pasukan untuk menyerang Bani muharib dan bani tsalabah.
Pasukan itu telah siap berperang.
Ketika perjalanan menuju ghatafan, pasukan muslim bertemu dengan salah seorang yang berasal dari bani Tsalabah. Yaitu, bernama Hibbab.
Hibbab terburu-buru menemui Rasulullah Saw dan berkata,
“Jika saja mereka tau kedatangan tuan, pasti mereka segera melarikan diri ke gunung – gunung. Mereka tidak akan pernah berani berperang dengan tuan. Sedangkan aku, akan ikut menjadi bagian dari pasukan tuan. Dan aku menyerahkan diriku pada tuan”.
Saat itu juga, hibbab masuk dalam agama islam. Rasulullah SAW kemudian mempertemukannya dengan Bilal. Ia kemudian menunjukkan jalan untuk menuju desa ghatafan tersebut.
Ketika perjalanan mereka sampai di sebuah dusun yang bernama Dzi Amr, mereka turun dari tunggangannya. Kemudian, berbaris dengan rapi. Tiba tiba saja, hujan kemudian turun dengan derasnya.
Mengetahui kedatangan pasukan muslim yang di pimpin langsung oleh Rasulullah, bani tsalabah dan bani muharib melarikan diri. Mereka lari saat itu juga ke gunung yang dekat dengan tempat itu. Mereka ketakutan dengan kedatangan pasukan muslim.
Puncak-puncak gunung merupakan tempat paling aman untuk mereka menyembunyikan diri dari pasukan umat muslim yang datang.
Mereka mengamati dari puncak gunung apa yang sedang di lakukan pasukan muslim tersebut.
Karena hujan turun dengan deras, baju dari para pasukan basah. Mereka kemudian berpencar untuk mengeringkan bajunya masing-masing. Termasuk salah satu yang mengeringkan pakaiannya adalah, Rasulullah SAW.
Peristiwa Islamnya Da’tsur, Pemimpin Perang Pasukan Ghatafan
Saat itu, Rasulullah kemudian menjemur pakaiannya yang basah. Beliau kemudian berbaring sendiri di bawah rindangnya pohon. Baik untuk melepas lelah, juga untuk menunggu pakaiannya kering.
Begitupun pasukan muslim lain, telah sibuk mengeringkan pakaiannya masing-masing.
Dari puncak gunung, pasukan sekutu ghatafan itu melihat bahwa Rasulullah SAW sedang berada di bawah pohon seorang diri. Itu sebabnya mereka meminta Da’tsur untuk mendatangi Rasulullah SAW dan membunuh pemimpin umat islam tersebut.
Da’tsur kemudian turun dan menyamar. Ia mendatangi Nabi dari arah belakang.
Kemudian, ketika sampai di depan Rasulullah saw, Ia menyergap beliau. Lalu, mengacungkan pedangnya yang terhunus di atas kepala Rasulullah SAW.
Dengan congkak kemudian, ia berkata,
” Siapa yang akan menghalangi aku dan perbuatan ku pada hari ini, wahai Muhammad?”
Dalam ketakziman Rasulullah menjawab “Allah”.
Tentu, tak ada yang mampu menjaga dan melindungi keselamatan diri Rasulullah SAW selain Allah. itu sebabnya jawaban Rasulullah SAW begitu mantap.
Mendengar sepatah kata tersebut, Da’tsur Bin Harits Al Muharibi gemetar seluruh tubuhnya. Ia menggigil ketakutan. Seakan-akan bahaya pedang itu terhunus padanya.
Hingga akhirnya, tangannya sendiri tak kuat dalam memegang pedangnya. Praktis pedang itu terjatuh yang kemudian Rasulullah SAW mengambilnya.
Selanjutnya, Rasulullah mengulangi pertanyaan Da’tsur Bin Harits Al Muharibi itu kepadanya sambil menghunuskan pedang pada Da’tsur. Persis seperti yang Da’tsur Bin Harits Al Muharibi lakukan sebelumnya.
” Siapa yang akan menghalangi kamu dari perbuatan ku ini, wahai Da’tsur?”
Dengan sedih ia menjawab “tidak ada seorang pun”.
Rasululllah kemudian mengampuni Datsur yang akhirnya ia masuk pada agama islam.
Ia mengucapkan, “ Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. “
Kalimah syahadat itu keluar dari bibirnya, yang menjadi tanda ia benar-benar masuk dalam agama islam. Bahkan, setelah itu ia kembali ke gunung dan mengajak kaumnya untuk masuk islam bersamanya. Serta, meninggalkan berhala dan hanya menyembah pada Allah SWT .
Ayat dalam Al Quran yang mengabadikannya
Peristiwa itu bahkan di abadikan dalam Al Quran dalam surat Al Maidah ayat 11.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ اِذْ هَمَّ قَوْمٌ اَنْ يَّبْسُطُوْٓا اِلَيْكُمْ اَيْدِيَهُمْ فَكَفَّ اَيْدِيَهُمْ عَنْكُمْۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗوَعَلَى اللّٰهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُوْنَ
Artinya:
Wahai orang – orang yang beriman! Ingatlah nikmat Allah (yang diberikan) kepadamu ketika suatu kaum bermaksud hendak menyerangmu dengan tangannya. Lalu Allah menahan tangannya dari kamu. Dan bertakwalah kepada Allah dan hanya kepada Allah lah hendaknya orang – orang beriman itu bertawakkal.
Sebelumnya, Da’tsur Bin Harits Al Muharibi merupakan salah satu dalang dari terjadinya perang ghathafan. Ia menghasut kaumnya untuk memerangi umat Muhammad saw. Namun, akhirnya ia justru menjadi jalan penyebab kaumnya memeluk islam.
Perang tersebut pun tak jadi berlangsung. Pasukan muslim kembali ke Madinah dengan selamat.
Nama Panglima Perang Ghathafan
Berikut ini merupakan panglima perang dari penyerbuan Ghathafan.
Dari pihak kaum muslimin sendiri, Rasulullah Muhammad SAW yang memimpin pasukan. Sedangkan dari pihak musuh pemimpinnya adalah Da’tsur bin Harits Al Muharibi.
Da’tsur merupakan salah seorang pemimpin yang berasal dari bani Muharib di desa Ghatafan.
Baca juga Beritaku : Panglima Perang Islam Fenomenal
Akhirnya, demikianlah sedikit cerita tentang terjadinya perang Ghathafan. Semoga kita semua dapat meneladani pelajaran yang terdapat di dalamnya.
Sampai jumpa di pembahasan selanjutnya!
Sumber:
Dictio.id, republika.co, hujroh.com