Suku Ondoafi terletak di bagian terluar Indonesia. Negara yang terdiri dari berbagai pulau ini ternyata masih menyimpan kisah unik dengan unsur budaya yang indah.
Beritaku.Id – Budaya. Keberagaman suku di Indonesia tak heran membuat negara ini terkenal akan beribu budaya. Inilah akhirnya yang membuatnya memiliki kedudukan di kancah Internasional. Benarkah kita sudah mengetahui semua jenis suku di negara ini?
Oleh Tika (Penulis Budaya)
Mengenal Secara Singkat Suku Ondoafi
Ondoafi merupakan kepala adat namun bukan berperan sebagai kepala suku. Mereka berada di tengah masyarakat asli yang bernama Sentani atau Pyuyakha.
Dalam satu kampung terdapat lima Kose dan satu Ondoafi. Sebelum mengetahui tugas dan lainnya mengenai Suku Ondoafi, maka mari kita simak asal kata ini.
Kata Ondo-Wa memiliki arti debu tanah. Ini merupakan sebutan bagi kelompok orang-orang yang pertama mendatangi dan mendiami Sentani atau Phuyakha Bhu.
Nama Ondawa tersebut bermakna bahwa orang-orang yang pertama datang ke Sentani kini telah meninggal dan menjadi debu tanah. Ondowa merupakan kelompok orang pertama yang telah habis masa generasinya.
Kelompok Kedua
Kedua adalah kata Ondofolo. Mereka adalah sekelompok orang-orang yang datang ke Sentani dan melihat jika tidak ada lagi orang-ornag dari kelompok pertama yang masih hidup. Mereka memiliki nama Ondowa Holo na.
Arti dari kata itu merupakan orang-orang yang masih termasuk dalam kelompok orang-orang pertama yang telah punah tersebut. Ondofolo terdiri atas dua suku kata yaitu Ondowa dan Holo.
Ondo artinya debu tanah dan Holo artinya generasi atau rombongan. Agar mudah melafalkan, maka nama tersebut menjadi Ondofolo.
Mereka yang menjadi kelompok kedua ini hidup di dalam kutuk karena mereka kerap melakukan perbuatan licik dan curang serta hobatan.
Mereka memiliki pemimpin kelompok yaitu Ondofolo. Kendati demikian, kelompok ini terpecah kembali dan terbagi ke empat penjuru mata angin yaitu Utara, Selatan, Barat, dan Timur.
Masing-masing pecahan itu hidup dengan kejahatan. Alhasil seorang pria pertama bernama Rali bergegas menuju ke arah timur.
Orang kedua bernama Ebung pergi ke arah selatan. Orang ketiga adalah Wai yang juga laki-laki pergi ke arah Barat. Terakhir ada yang bernama Robong yang merupakan seorang perempuan pergi ke arah utara.
Nama Robong kemudian menjadi nama Gubung Robongholo atau juga kerap disebut Dobonsolo. Walobho yang merupakan gabungan dari keempat nama ini menjadi sebutan untuk keempat arah mata angin dengan bahasa Sentani.
Lanjut dengan kelompok ketiga. Mereka muncul karena mengetahui jika kelompok orang-orang kedua hidup dengan kegelapan dan kejahatan.
Oleh sebab itu mereka tidak mau bergabung maupun hidup karena pengaruh kejahatan kelompok yang kedua. Itulah penyebab mereka memiliki sebutan Ondowa hi. Onda Hi kemudian berubah sebutan menjadi Ondoafi.
Nama tersebut memiliki arti debu atau abu dengan pemimpin kelompok yang disebut Ondoafi.
Istilah Lain Suku Ondoafi
Ondoafi memiliki sebutan lain yaitu ondofolo. Maknanya adalah kepala adat. Mereka bukanlah sebagai kepala suku bagi masyarakat asli Sentani (Phuyakha).
Bagi pemerintahan dalam adat masyarakat asli Sentani, di dalam satu kampung terdapat satu Ondofolo. Ia akan mendapat pendampingan oleh lima Kose. Kose merupakan kepala suku.
Dengan demikian, maka Ondofolo merupakan pimpinan tertinggi dalam satu desa atau kampung.
Kepemimpinan Suku Ondoafi
Dalam sistem kepemimpinan, Ondofolo merupakan pimpinan tertinggi sebagai kepala adat. Ia memiliki bawahan yaitu lima orang Kepala Suku atau Kose. Kepala Suku juga membawahi lima kepala keret dan mereka bernama Akhona.
Kose yang merupakan sebutan bagi kepala suku dan Koselo adalah orang yang menjabat sebagai kepala suku. Ondoafi adalah sebutan kepala suku dan orang yang bersangkutan disebut Ondofolo.
Jadi dalam masyarakat Sentani, tidak ada orang yang memanggil Ondofolo sebagai kepala suku. Mereka otomatis akan langsung menyebutnya Ondofolo.
Tarian Perang Ondoafi
Sebuah karya seni pada periode pra sejarah hadir dalam tarian perang khas Papua. Masyarakat wilayah ini tetap melestarikan tarian ini.
Selain berfungsi sebagai karya seni, tarian perang juga menjadi penghormatan atas nenek moyang. Tidak hanya itu, tarian ini juga merupakan harga diri dari suatu suku.
Dulu, nenek moyang masyarakat Papua selalu memiliki harapan terhadap generasi penerus agar budaya yang ada tidak terkubur maupun luntur dengan perkembangan zaman.
Seperti saat ini yang kebanyakan mengkolaborasikan antara tarian tradisional dengan modern, nenek moyang masyarakat Papua telah memberikan wejangan akan hal ini.
Mereka tidak ingin segala budaya yang mereka ciptakan dengan sulit menjadi hilang. Padahal dalam menciptakan suatu budaya, mereka melalui begitu banyak kesulitan serta keresahan dalam diri mereka.
Pada catatan jaman pra sejarah, tidak sedikit terdapat peperangan antar suku. Tarian perang Velabhea merupakan salah satu contoh tarian yang menceritakan mengenai perang suku di wilayah Sentani.
Tarian ini lantas menjadi kekuatan spiritual masyarakat untuk menghadapi peperangan. Bahkan akhirnya pemerintah pun melarang dengan sangat keras adanya peperangan antar suku.
Saat ini tarian tersebut justru menjadi tarian untuk menyambut kedatangan tamu ke tanah Papua. Contoh lainnya adalah Tarian Isolo yang memiliki nama lain tarian perang di atas perahu.
Jenis tarian ini adalah menu utama pada pembukaan FDS. Tarian-tarian tersebut yang merupakan tarian perang adalah tarian kelompok dan dapat pula menjadi sebuah kolosal.
Tidak ada batasan mengenai jumlah penari. Sama halnya dengan tarian-tarian lainnya di Papua, tarian-tarian ini diiringi oleh alat musik dan tifa. Yang membedakan antara satu tarian dan lainnya adalah lantunan lagu-lagunya.
Lagu-lagu tersebut merupakan lagu-lagu yang dapat membangkitkan semangat.
Benarkah Suku Ini Anti Pendatang?
Suku Ondoafi tidak melarang pendatang untuk datang berkunjung. Hanya saja sebaiknya memang sebagai tamu tidak membuat onar.
Terbukti dengan adanya beberapa ilmuwan yang meneliti di sana. Mereka justru memberikan tarian perang sebagai tarian penyambutan.
Itu artinya mereka menyambut dengan sangat ramah. Sekali lagi, adapun pihak yang boleh menentukan apakah tamu tersebut dapat menetap atau tidak tentu atas kebijakan Ondoafi.
Apakah Suku Ini Kanibal?
Sebuah buku berjudul Canibal Valley menceritakan mengenai suku kanibal di Papua. Pada dasarnya, itu hanyalah sebuah metode pemasaran buku saja.
Pada kenyataannya, banyak peneliti yang tidak menemukan adanya kanibalisme di Papua. Awalnya ada anggapan jika mereka yang merupakan suku-suku di Papua dengan pakaian tidak modern adalah kanibal.
Ternyata hal itu tidaklah benar. Ketika ada salah satu anggota suku yang meninggal dalam peperangan, maka suku tersebut akan membawa jenazah untuk kembali ke peradaban suku dan melakukan kremasi.
Suku Lain di Indonesia yang Tertutup
Tidak hanya Ondoafi yang memiliki ketertutupan atau jarang terjamah. Akan tetapi di Indonesia masih ada suku lain di Pulau Jawa yang tertutup.
Mereka adalah Suku Baduy yang merupakan suku asli Banten. Keberadaan mereka sungguh mampu menyeimbangkan alam. Mereka tidak serakah untuk menggunakan alam sebagai bahan hidup mereka.
Saat ini kehidupan mereka sedikit mengalami pergeseran layaknya kehidupan masyarakat saat ini yang berada di kota maupun di desa.
Suku Badui terbagi atas Baduy Putih dan Hitam. Yang mana pada Badui Hitam mereka boleh bepergian keluar suku dengan berjalan kaki.
Mereka juga mengenal istilah berdagang sehingga tidak sedikit dari mereka yang menjual pernak-pernik pada pengunjung.
Intinya adalah mereka telah mengerti adanya uang. Berbeda halnya dengan masyarakat Baduy dalam atau Putih. Suku ini memiliki jumlah KK yang tetap dan tidak boleh bertambah.
Mereka jauh dari peradaban. Demi kepatuhan terhadap pemerintah, suku Baduy akan memberikan Upeti berupa hasil pertanian.
Mereka memiliki cadangan makanan yang cukup banyak yang tersimpan dalam sebuah gubug khusus.
Baduy Luar vs Baduy Dalam
Beberapa hal yang membedakan keduanya adalah dalam hal penggunaan elektronik. Baduy luar menerima adanya elektronik untuk menunjang hidup mereka.
Mereka juga menerima tamu asing yang mana tamu tersebut boleh menginap di rumah salah satu Baduy luar. Cara mereka berpakaian juga berbalut warna biru tua dengan kombinasi hitam.
Sementara untuk Baduy dalam, mereka menggunakan pakaian putih yang artinya adalah suci. Budaya mereka adalah suci dan tidak mendapat pengaruh dari budaya luar,
Terdapat tiga kampung di Baduy Dalam dan tugas mereka adalah mengkoordinir kebutuhan dasar bagi masyarakat Suku Baduy.
Ketua adat tertinggi adalah Pu’un dan Jaro merupakan wakilnya. Adapun ketiga kampung tersebut adalah Kampung Cibeo, Kampung Cikertawana, dan Kampung Cikeusik.
Untuk suku Baduy luar sendiri tinggal di sebanyak 50 kampung lainnya di daerah bukit Gunung Kendeng. Adapun nama Baduy adalah sebutan dari bangsa Belanda.
Masyarakat ini memiliki kemiripan dengan masyarakat Bedoin di Arab atau Badawi. Mereka sering berpindah-pindah pada jaman dulu.
Namun sumber lain menyebutkan bahwa nama ini merupakan nama Sungai Cibaduy yang berada di bagian utara Desa Kanekes.
Mata Pencaharian Masyarakat Suku Badui
Mereka umumnya bertani dan berladang. Dengan kondisi alam yang berlimpah dan subur, maka hal ini mempermudah suku ini untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Adapun ahisl kebun mereka adalah umbi-umbian, padi, dan kopi. Mereka tidak menggunakan kerbau atau sapi karena hewan berkaki empat tidak boleh memasuki wilayah ini.
Mereka sangat menjaga kelesatarian alam sehingga rumah-rumah adat merekapun terbuat dari bambu dan kayu. Ada kontur tanah yang masih miring karena mereka tidak menggalinya.
Tujuannya adalah untuk menjaga alam. Rumah-rumah menggunakan batu kali sebagai pondasi dan oleh karena itu penyangga rumah tidak sama tinggi dengan tiang yang lain.
Terdapat tiga ruangan yang memiliki fungsi berbeda. Di bagian depan adalah untuk tempat menemun bagi kaum perempuan sekaligus sebagai penerima tamu.
Bagian tengah untuk tempat tidur keluarga dan juga sebagai tempat keluarga. Bagian belakang untuk memasak dan menyimpan hasil ladang
Budaya mereka adalah menenun dan hanya perempuan yang melakukannya. Bila laki-laki menyentuh alat tenun, maka perilakunya akan menjadi seperti perempuan.
Hasil tenun ini merupakan pakaian adat suku ini dengan tekstur lembut dan kasar. Dengan kain yang aksar, mereka menggunakannya sebagai ikat pinggang dan kepala.
Saat ini mereka, khususnya Baduy luar akan menjual kain tersebut untuk wisatawan. Ada pula tas yang bernama Koja atau Jarog sebagai wadah menyimpan berbagai macam barang saat mereka beraktivitas.
Hal Unik Dari Suku Ondoafi Dalam Bentuk Foto
Untuk lebih dapat mengenal seperti apa sebenarnya keragaman suku ini, maka foto akan berbicara lebih banyak.