Republik Baru, Ditengah Kelaparan Saat Merana, Pada Anak Kost Yang Tertahan
Beritaku.Id, Sosial – Anak Kost di Kota-Kota besar adalah masayarakat kelas dua. Tentu mereka adalah masayarakat urban (pekerja tidak tetap dan Mahasiswa).
Oleh : Andhika Mappasomba DM. Rumah Forum Literasi Sulsel.
Jumlah mereka tidak sedikit. Walau tidak bisa memastikan jumlah, sangat mungkin jumlahnya adalah ratusan ribu orang. Khusus di Kota Makassar dan dua kota penyangganya (Gowa dan Maros).
Mereka adalah masyarakat yang beraktifitas di Kota Makassar, tapi Identitas Kependudukan mereka tidak beralamat Gowa atau Maros. Dengan demikian, mereka tak akan terdaftar sebagai warga di RT-RW mereka karena mereka hanya sementara.
Beberapa hari silam, puluhan Mahasiswa Kepulauan Selayar ingin pulang ke Selayar.
Tapi, mereka tertahan di Pelabuhan Bira Bulukumba. Mereka “ditolak” dan akhirnya mereka pun kembali ke Makassar.
Mahasiswa tersebut juga tentu termasuk kaum urban. Mereka tak tercatat sebagai warga resmi di Kota Makassar.
Mereka tidak akan mendapatkan bantuan hidup, seperti sembako dan penunjang kehidupan lainnya.
Berharap kiriman dari kampung halaman juga tak bisa terlampau diharapkan. Karena berada pada situasi yang sama, tak bisa beraktifitas dengan baik.
Itu tentu mempengaruhi pendapatan mereka. Pendapatan yang akan dibagi kepada keluarga lain yang sedang merantau.
Kaum Urban Merasakan Dampaknya
Tidak sedikit kaum urban lain yang turut merana. Seperti sopir atau pedagang kecil yang ke Makassar dan menggantungkan hidup pada keramaian.
Tapi, Kota yang sepi karena Pembatasan Sosial membuat banyak kaum urban menjadi merana dan tak bisa melakukan apa-apa.
Di Media Sosial, berhamburan kalimat jeritan dan racau caci maki. Pertanda bahwa situasi sosial kita sedang sangat buruk. Ada banyak orang meradang dan menjadi labil.
Pertanda bahwa sebuah bibit kekacauan sosial yang sedang tumbuh. Jika dipicu sedikit saja.
Bukan tidak mungkin akan menjadi kerusuhan. Perut yang lapar membuat banyak orang menjadi pendek pikirannya, tak bisa berpikir sehat.
Ramadan telah di depan mata, sebuah bulan gembira yang akan dijalani dengan muka kecut oleh banyak orang. Tapi tidak semua orang.
Orang yang ikhlas dan tawakkal kepada Allah tidak demikian. Kegembiraan adalah tetap kegembiraan dalam bulan suci.
Biasanya. Orang seperti ini menjaga kehormatannya dengan tidak meminta-minta kepada manusia lain dan pemerintah. Mereka mendiamkan kemiskinannya dan meneguhkan ibadahnya, menguatkan imannya.
Tetangga urban kita mungkin adalah orang itu. Dia yang dalam kemelaratan dan kekurangan, tapi dia tidak mau meminta. Jangan sampai mereka luput dari pandangan kita. Luput dari perhatian kita. Biasanya, mereka tinggal di rumah-rumah kost atau kontrakan lainnya.
Mereka sedang tak bisa pulang. Dilema mengepung perasaan mereka. Tapi, mereka tetap tak tercatat sebagai warga resmi sebuah kota, termasuk Kota Makassar, Gowa dan Maros.
Republik Baru Di Tengah Lampu Merah
Mereka ingin berladang, tapi beton dan aspal serta batako, tak mungkin ditanami padi dan sayuran. Nama mereka hanya tertera di papan informasi desa mereka, ratusan kilometer dari Kota Makassar. Tapi tak mungkin mereka pulang. Mereka memikih berdiam sebagai warga kelas dua di Zona Merah Pandemi. Pulang adalah ancaman dan tetap tinggal adalah kecemasan.
Mereka ada di sekeliling kita. Mereka adalah saudara kita. Mereka adalah rakyat Indonesia. Tapi, keadilan sosial tidak mencatat nama mereka di kantor kelurahan kota. Dan warga media luput memotrer mereka sebagai latar foto selfie saat membagikan sembako kehidupan.
Seperti sebuah guyon populer, “Republik Sudiang Raya, bukan bagian dari Kota Makassar dan Indonesia.” Yah, kita mungkin adalah warga (guyon) Sudiang. Kita bukan bagian dari Kota Makassar. Bukan bagian dari Indonesia. Kita tidak berKTP Makassar. Lalu kita sama bertanya, Pemerintah sedang di mana? Sementara di TV mereka berkata, atas nama Rakyat Indonesia di seluruh Nusantara.
Mungkin, kita sedang dipaksa berguyon lebih keras, membuat meme yang ironi, mendirikan republik (guyon) baru.
Republik Baru Patung Massa, Republik Kanal, Republik Kanal Raya, Republik Daeng Tata. Republik Mannuruki, dan Republik Antang, serta Republik Tepi Sungai JeneBerang. Seakan Otonomi luas telah berdiri independen.
Tulisan lain yang menjadi sumber literatur, Indonesia Diantara Virus : Khilafah Dan Covid-19 Corona
Dengan demikian, sebagai kaum urban, kita tak usah lagi menyalahkan aparat pemerintah di Republik Indonesia karena kita adalah Negara Tetangga. Kita butuh Paspor untuk jalan-jalan ke Makassar, Indonesia.
Makassar/Gowa, 22 April 2020.