Banyak yang bertanya, siapa Andi Sumangerukka, yang memimpin Komando Daerah Militer (Kodam XIV Hasanuddin), Perjalanan karier hingga sampai ke titik menjadi Panglima yang bermarkas di Makassar tersebut.
Beritaku.id, Pendidikan – Tampilannya biasa saja, bahkan hampir tidak tampak sebagai seorang Tentara, sebaliknya, ia banyak memberi senyum. Hal ini terlihat dari pancaran matanya (Sebab dengan konsisten ia memakai masker selama Covid). Maka yang banyak terbaca adalah gerakan kulit kelopak mata dan dahinya.
Dalam sebuah pertemuan santai pada sebuah hotel di Kota Makassar. Kami berusaha membuang doktrin media yang menyebutkan bahwa sosoknya berjiwa sosial, hal ini untuk menghindari penilaian subjektif.
Pada suatu waktu, kami termasuk dalam antrian, kami sangat memahami bahwa dalam deretan kursi yang tertata dengan posisi mengatur jarak sesuai protokol kesehatan. Berjejer tamu yang menunggunya.
Sekira, satu jam kami menunggu sebab beliau ada acara yang berhubungan dengan serah terima jabatannya di Kodam XIV Hasanuddin kepada Mayjen Mochamad Syafei Kasno (sumber: sulsel.inews)
Dari jarak kursi kami, masuk seorang lelaki dengan posisi berjalan yang tidak seimbang, membawa foto berbingkai.
Ketika Sang Jenderal datang, dengan senyum ceria menyapa lelaki tersebut, seorang Pangdam kini berhadapan dengan “tukang foto”. Namun tidak ada rasa superior, ia tampak melayani lelaki tersebut yang datang bersama anaknya, menyerahkan foto.
Entah ini foto pesanan, atau inisiatif sang tukang foto untuk mempersembahkan foto sang Panglima. Namun yang tertangkap adalah Sang Jenderal tetap menyapa dengan sempurna.
Semua Terlayani
Setelah itu ia menyapa tamu yang lain, tidak ada yang terlewati, semua terlayani dengan baik, yang sebenarnya ia bisa saja mendelegasikan kepada ajudan untuk melayani para tamu sebelum bertemu langsung dengannya.
Namun tidak demikan adanya, sebab para tamu adalah raja baginya, meski ia menyandang pangkat dan jabatan yang tinggi dan dalam darahnya mengalir darah seorang bangsawan kental dari Bone dan Bulukumba.
Ini menarik, perhatian sebab “tidak semua” pejabat mampu memposisikan diri sama dengan orang lain, tanpa superioritas, baik sebagai pribadi keturunan maupun sebagai seorang jenderal.
Kepribadian yang sekarang tentu ada akar dan untuk hal itu maka mari kita mengintip untuk inspirasi, bagaimana kehidupan SD beliau.
Penulis penasaran, maka kami membuka file seangkatan waktu SD, tanpa sepengetahuannya. Demi menjaga originalitas sikap dan kepribadian yang ia miliki.
Baca juga beritaku: Presiden Yang Terlupakan, Tegaknya Negara Indonesia
Masa SD Andi Sumangerukka, Idola Seangkatan!
Sepintas, seperti kebanyakan anak SD, masa ini bukanlah masa yang banyak menarik perhatian. Sebab ini bukan masa SMP maupun SMA, dengan ruang menjaga penampilan untuk menunjukkan identitas diri. Demi menarik lawan jenis.
Namun tidak dengan Akko, anak yang lahir pada 11 Maret 1963, tepat pada Tahun 1970 masuk pada SD Teladan kendari. Anak dari pasangan Mayor (Purn.) TNI H. Syam Daud dengan Hj Andi Azizah.
Ia merupakan Idola didalam kelas, sebab penampilannya yang menarik. Pakain selalu rapi secara formal, dan bersih.
Tertunjang oleh kulitnya yang putih, wajah mirip keturunan China, membuat ia menjadi perhatian dari sahabat-sahabatnya.
Adapun Jarak dari kediamannya, dengan sekolah sekira 3 kilometer.
Ia tinggal bersama dengan beberapa pejabat penting di Kendari, seperti anak dari Ketua DPRD yang kelak menjadi Gubernur keempat Sulawesi Tenggara Abdullah Silondae (1971 – 1977). Serta Ketua DPRD Sultra berikutnya Periode (1977 – 1994) Abdul Madjid Joenoes.
Ia anak seorang Mayor TNI aktif ketika itu dengan pendidikan “basis militer” yang bergaris tegas namun bijaksana untuknya.
Jalan beraspal sekitar kompleks yang bernuansa hijau, pada suasana embun pagi ketika itu masih jauh dari polusi. Segar dan suasana mentari pagi yang asri.
Tiap hari menuju kesekolah bersama dengan beberapa anak pejabat di Kota Kendari dan Provinsi Sulawesi tenggara, serta pejabat dalam lingkup Korem Kendari. Sebutlah Andi Tenri Silondae, Musfirah Kausar Joenoes, Rusiawati Abunawas dan beberapa teman lelaki lainnya seperti: Ril.
Mereka ke sekolah bersama kakak kelas lainnya dan masing-masing keluarga di antar dgn mobil dinas. untuk Pulangnya kadang mereka ikut pada salah satu yang teman yang punya mobil tiba si sekolah.
Hal ini karena kadang kakak kelas masih lama pulangnya, sehingga mereka tidak lagi menunggu mobil dinas TNI yang mengantar pagi sebelumnya
Berangkat dengan menggunakan kendaraan TNI, seperti biasanya setiap pagi dan dengan tertib mereka memakai kendaraan dinas lingkup TNI tersebut hingga ke gerban sekolah.
Andi Sumangerukka, seperti siswa lainnya, namun yang sedikit berbeda adalah penampilan dengan kaki baju yang selalu didalam celana, dengan ukuran yang pas.
Rapi,
Menarik,
Menjadi Idola
Baca juga beritaku: Kepala Negara Asal Bugis Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan
Tidak Terikat Tempat Duduk
Lebih dari itu ia cerdas saat SD, dengan beberapa kebiasaan yang berbeda dengan anak SD lainnya.
Seperti, tempat duduk jika SD biasanya menetap, hari ini didepan maka besok juga tetap didepan. Baginya ia tidak terikat dengan gaya itu.
Baginya, posisi tempat duduk yang tetap adalah batasan sosialisasi antara satu dengan yang lainnya.
Usia 6 – 12 tahun merupakan tahap Industrial vs Inferioritas.
Industrial akan memproduksi emosi dan adaptasi yang kreatif dalam membangun hubungan dengan orang lain. Sementara sebaliknya, yang tidak mampu beradaptasi maka ia akan inferior dan merasa rendah diri, sehingga tidak bisa bergaul dengan orang lain.
Dalam Teori Erikson
Andi Sumangerukka membuka diri dengan anak lainnya, tidak membatasi diri hanya bergaul dengan sesama “anak pejabat”.
Ia mengeliminasi sikap superior (merasa lebih tinggi dari yang lain), baginya, semua teman sekolah SDnya adalah sama.
Sehingga ia tidak terikat dengan posisi tempat duduk yang teratur, dengan cara berpindah tempat dari satu tempat ke tempat lainnya.
Berani Bersikap Dan Membela Kaum Hawa
Jangan mengganggu sahabat perempuannya, sebab ia akan berdiri membela, tidak peduli anda siapa.
Sikap berani ini membuat banyak memposisikannya sebagai Idola pada kriteria berikutnya. Tidak hanya pada persoalan fisik, namun soal kebutuhan seperti makan dan minum sahabatnya ia rela melakukan (berkorban).
Sisi ini bukan “sisi modus”, sebagaimana sisi seorang lelaki menyukai wanita.
Tidak demikian sebab pada masa ini, mereka masih berstatus SD pada masa tahun 1971 – 1978. Pada saat itu belum masuk dalam masa milenial seperti sekarang ini.
Cinta diantara mereka (pada usia SD) adalah hal yang tabuh dan dimensi persahabatannya adalah kemurnian.
Suatu ketika pada pagi hari, ia menabung di Bank Negara Indonesia (BNI) Cabang Kendari.
Ketika sampai waktu siang, sahabat mereka yang perempuan menyampaikan bahwa mereka hendak belanja, dan memohon untuk di traktir.
Andi Sumangerukka, dengan percaya diri menyampaikan kepada sahabatnya, bahwa soal traktiran tidak akan soal. Ia bisa melakukan.
Sahabat perempuannya berpikir, bahwa ia membawa persediaan uang yang cukup, namun ternyata tafsiran mereka meleset.
Maka, pada siang hari tahun 1973 ketika itu, ia kembali ke BNI (tempat ia menabung pagi sebelumnya), untuk meminta agar uang tabungan tersebut dikembalikan.
Pegawai Bank menjelaskan bahwa uang tabungan tidak bisa ditarik, namun ia tidak peduli. Ia tetap tegas agar uangnya tersebut kembalik.
Pegawai Bank BNI pusing menghadapi anak SD ini yang mengamuk dalam ruangan kasir Bank.
Pegawai Bank tidak mau berhadapan dengan anak SD maka dengan cekatan pegawai Bank menghubungi vie telepon rumah sang ibunda, Hajjah Andi Azizah mengenai anaknya tersebut.
Peran Ibu Andi Sumangerukka Dalam Mengayomi
Hj Andi Azizah, memberikan respon dengan cara memberikan uang pada sang anak, namun Andi Sumangerukka tidak menerima pemberian sang bunda.
Ia menginginkan uang yang telah ia tabung sebelumnya. Harus sama uang yang ia serahkan pagi tadi dengan yang ia terima sekarang. Hal ini membuat pusing para pegawai Bank, sebab uang tersebut ada dalam tumpukan uang lainnya.
Namun masalah siang itu selesai, pegawai Bank menemukan uang Andi Sumangerukka dan acara traktir makan sahabat-sahabatnyapun terlaksana.
Namun para pegawai bank dan ibundanya sibuk untuk “merekayasa” penggantian uang tersebut.
Besok harinya ia datang menabung lagi, dan siangnya kembali meminta uang yang ia tabung.
Sampai pada hari ketiga, ia kembali menabung, namun pegawai Bank tidak mau lagi bermasalah dengan anak berani ini. Maka uang yang ia serahkan kepada Kasir, tetap diterima oleh kasir namun tidak mereka masukkan kedalam buku rekening. Sebab ia yakin sebentar siang akan datang lagi meminta uang (tabungan) tersebut.
Ternyata benar, siang hari ia kembali meminta uang tabungan kembali.
Untuk proses menabung ini, maka sosok ibunda Andi Azizah mengambil peran, untuk memenuhi tabungan rutin anak, tentu ini dengan komunikasi yang baik kepada para kasir Bank.
Bagi teman-temannya, ia adalah sosok yang rela memberi dan ikhlas membantu.
Untuk hal ini, ia berani berhadapan dengan pegawai bank. “Mana uangku yang saya tabung tadi, saya meminta untuk dikembalikan, saya mau belanja”.
Sikap ini, termasuk sikap berani sebab pada usia itu, kebanyakan anak tidak berani “memberontak” apalagi pada lingkungan Bank.
Iya telah berhasil mencapai tingkat emosi industri berdasarkan teori Erikson.
Tidak Ada Kata Tidak Bisa
Baginya, semua bisa kita lakukan dan tidak ada salahnya untuk mencoba.
Selalu tepat dalam mengambil sikap dan bertanggung jawab.
Suatu ketika, guru SD menyampaikan bahwa siswa harus membawa peralatan tulis menulis seperti mistar, pensil, pulpen dan sebagainya.
Ia tidak membawa alat sesuai dengan perintah guru, sementara siswa lainnya membawa alat tersebut bahkan ada yang double (membawa pensil atau mistar masing-masing 2 buah).
Nah untuk dirinya, ia mengambil salah satu dari mereka dengan percaya diri.
Maka tugas pada pagi itu, terselesaikan dengan mencopot satu persatu dari teman lainnya yang membawa masing-masing 2 buah.
Sepintas ini “nakal”, namun pada dasarnya, ia menggunakan evaluasi yang baik, dan mengambil sikap yang tepat. Rupanya bakat intelegennya sudah lahir sejak ia SD.
Baginya tidak ada kata tidak bisa, dalam hal pemenuhan tugas.
Termasuk bergaul bagi semua anak lainnya. Tidak ada rasa takut, sebab baginya bersahabat dengan siapa saja adalah hak bagi semua orang.
Jangan menggertak untuk membatasi pergaulan ia dengan orang lain, termasuk “anak nakal” lainnya, sebab ia punya banyak cara untuk bergaul dengan yang lain.
Nama Akko, Persembahan Aheang
Dalam hal bergaul, ia membuka diri dengan semua orang. Sebagaimana suku di kendari kebanyakan, termasuk menerima Suku Keturunan China sejak dulu. Tanpa sekat.
Mereka (orang Kendari kebanyakan), memiliki sikap toleran dan menghargai orang lain yang sangat tinggi.
Begitu dekatnya ia dengan murid SD keturunan China sehingga namanya Andi Sumangerukka di dipanggil dengan Akko.
Penyebutan Akko ini dalam bahasa Sulawesi, sangat jauh dari akronim nama aslinya. Seharusnya panggilan Andis, Sumange’ atau Ukka.
Nama itu tersemat oleh salah satu sahabat dekatnya Aheang yang saat ini tinggal di Kota Kolaka Sulawesi Tenggara.
Ia sahabat yang baik di mata sahabat-sahabatnya, penuh dengan perhatian dan keberanian dalam bersikap. Hingga tahun 1974 ia meninggalkan Kota ini untuk melanjutkan pendidikan pada SMP Negeri 1 Di Makassar.
Baca juga Beritaku: Bangga, 31 Tokoh Nasional Asal Bugis Makassar, Fenomenal