Battle Of Mohacs, merupakan peperangan yang terjadi antara pasukan Islam dan Kristen terbesar, pada tahun 1526 tepatnya Hari Ahad, tanggal 29 Agustus.
Beritaku.id, Berita Islami – Mungkin kita hanya mengenal film dengan judul The Last Legion, ataupun kita hanya membaca sejarah kehebatan Khalid Bin Walid dalam kisah perang Mut’ah.
Tahukah anda bahwa peperangan Mohacs ini menjadi alasan kuat hingga saat ini menjadikan orang Eropa terutama Hungaria sangat membenci Islam. Apalagi kepada orang-orang Turki.
Hungaria, dan daratan Eropa sejajaran, seperti Jerman, Prancis, Kekasiaran Romawi dan sebagainya.
Perang ini jauh setelah Rasulullah Nabi Muhammad SAW wafat, namun semangat perang ini mirip dengan kejadian pada perang Mutah, bahkan kalau mau kita bandingkan.
Battle Of Mohacs jauh lebih hebat, sebab pada peperangan ini, secara jelas kemenangan pasukan Turki mengusir pasukan dari daratan Eropa meninggalkan arena perang. Meski dalam perbandingan jumlah yang berbeda jauh.
Bagaimana ceritanya? Maka berikut ulasannya.
Baca juga: Retorika Perang Azerbaijan Dan Armenia Gagal, Konflik Sejak 1988
Alasan Pertempuran Battle Of Mohacs
Siapa yang memantik api peperangan sehingga korban kematian berjatuhan pada daratan Hungaria?
Sebelum membehas peperangannya, maka kita bahasa dulu kedua kerajaan:
Ketika itu, Hungaria merupakan kekuatan kerajaan pada Eropa Tengah. Disana ada Dinasti Jagiellonian dengan pimpinan Raja Lajos II.
Sementara pada daratan Turki terdapat Kekhalifaan/Kesultanan Utsmaniyah dengan Raja yang baru yakni Sultan Sulaeman I Al-Qhonuny. (Merupakan anak dari Sultan Salim I).
Raja Lajos II seumuran dengan dengan Sultan Salim (Ayah dari Sultan Sulaeman). Sebagaimana kesepakatan sebelumnya Raja Lajos selalu membayar Jizyah kepada kekhalifaan Utsmani. Masa pemerintahan Sultan Salim.
Ini merupakan hasil kesepakatan, antara Dinasty Jagiellon kepada Khalifah Utsmani, sebagai perjanjian damai.
Raja Lajos II berpikir bahwa Sultan Sulaeman (pengganti Sultan Salim) adalah anak berusia 26 tahun dan tidak memiliki pengalaman perang besar, sehingga Raja Lajos II berpikir melanggar perjanjian pembayaran jizyah tersebut.
Ketika utusan Sultan Sulaeman memasuki kerjaan Jagiellon untuk meminta Jizyah. Hari itu juga sekaligus menjadi hal buruk terjadi pada utusan Kekahlifaan Utsmani tersebut. Sebab dengan tega Raja Lajos II bersama prajuritnya membunuh sang utusan Sultan Sulaeman.
Pelanggaran Raja Lajos II, bukan atas tindakan sendiri, tetapi Kekaisaran Romawi melalui Vatikan ikut punya andil dalam masalah tersebut. Sebab Vatikan memberikan bisikan kepada Lajos II mengenai upaya pelanggaran itu.
Kemarahan Sultan Sulaeman Kepada Lajos II
Mendengar hal tersebut, maka Sultan Sulaeman bereaksi keras dan mengecam proses pembunuhan utusannya tersebut.
Peristiwa ini mirip dengan peristiwa pembunuhan utusan pembawa surat Rasulullah oleh Raja Persia Kisra, yang melahirkan perang Mutah, dan Hudaibiyah.
Sultan Sulaeman bertindak secara langsung sebagai panglima perang pasukan Utsmani ketika itu dengan melakukan perjalanan pada tanggal 23 April 1526 bertepatan dengan 11 Rajab 932 H.
Pasukan Turki (Utsmani) dengan mengatur komposisi pasukan yang terdiri dari:
- Tentara sebanyak 100.000 personil,
- Kapal sebanyak 800 buah,
- Meriam sejumlah 350 buah.
Berapa jarak antara Turki dengan Mohacs (Hungaria)?
Sekitar 1900 KM, atau jarak tersebut, sama dengan Jakarta ke Medan. Yang akan ditempuh. Selama kurang lebih 380 Jam perjalanan (jalan kaki).
Pemberangkatan berlangsung pada tanggal 23 April 1526 Masehi. Beberapa daerah setelah meninggalkan kawasan Kerajaan Utsmani, seperti Bulgaria, pasukan Islam tidak mendapatkan hambatan.
Namun setelah memasuki Serbia, tepatnya pada Kota Belgrade, beberapa hambatan yang beresiko bagi pasukan Islam, maka dengan tegas pasukan Islam melakukan pembersihan jalur pada kawasan tersebut, dengan melakukan penaklukan.
Hal ini bertujuan mengamankan jalur, saat maju ataupun mundur dari area peperangan melawan pasukan Raja Lajos II Hungaria yang berjarak kurang lebih 200 KM.
Reaksi Eropa Dan Vatikan
Bagi pihak Daratan Eropa, termasuk Vatikan, tidak mau menyerah begitu saja. Kekaisaran Romawi memandang, bahwa kasus pembunuhan oleh Raja Lajos II. Bukanlah peristiwa yang membuat mereka menyisahkan kisah kepengecutan mereka.
Mereka berpikir, hendak meninggalkan cengkraman “anak kecil” yang saat ini menjadi sultan pada Kekahlifaan Utsmani.
Maka selanjutnya Eropa mengumpulkan pasukan sejumlah 200.000 pasukan terbaik mereka untuk melayani Sultan Sulaiman Al-Khonuny.
Pasukan Islam Vs Kristen
Bukan rahasia lagi bahwa peperangan ini, bukan sekedar perang secara politis kawasan, maupun perang ekonomi. Tapi ini adalah perang harga diri dua agama yakni Islam dan Kristen, yang masing-masing mendiami Kekhalifaan Utsmani (Turky) dan Kekaisaran Romawi mencakup Eropa.
Perbedaannya, kekhalifaan Utsmani hanya mengumpulkan pasukan mereka (dalam satu negara). Sementara pasukan Kristen dengan simbol Salib mengumpulkan pasukan dari berbagai negara:
- Kekaisaran Romawi, meliputi: Italia, Prancis, Luksemburg, Belanda, Swiss, Belgia, Italia, Jerman, dan Spanyol,
- Hungaria,
- Slovakia,
- Rumania,
- Serbia,
- Kroatia,
- Polandia,
- Bavaria (Kerajaan wilayah Bayern)
Jumlah pasukan salib mencapai 200.000 orang pasukan elit yang siap menggulung pasukan Islam pimpinan Sultan Sulaeman. Dengan komposisi pasukan infateri dan kavaleri.
Formasi Pasukan Sultan Sulaeman Al Qhonuni
Tepatnya pada hari Ahad, 29 Agustus 1526, atau selama 4 Bulan 6 hari perjalanan pasukan Utsmani. Mereka mengatur posisi perang pada kawasan Budapest (Ibu Kota Hungaria) dengan jarak sekitar 200 KM menuju keselatan.
Pada hari itu bertepatan dengan 21 Dzulqoiddah 932 Hijiriah, semalam sebelum kontak senjata, Sultan Sulaiman memimpin pasukan dengan orasi kebatinan bahwa mereka harus selalu mengingat Allah SWT.
Menjauhkan diri dari sikap iri dan dengki serta dengan dengar kesabaran, kesatria dan ketegaran dengan berserah diri kepada Allah SWT.
Sementara itu pada pasukan lawan (pasukan Salib) merasa menang, melihat dominasi jumlah mereka yang jauh lebih banyak. Jika dibandingkan degan pasukan Islam.
Namun Sultan Sulaeman tidak meratapi kekurangan pasukan, melainkan berpikir untuk merubah formasi pasukan.
Sebelum sampai pada lokasi peperangan jihad, maka Sultan Sulaiman membetuk pasukan 100.000 tersebut sepanjang puluhan Kilometer, dengan menjadi 3 bagian, yakni:
Strategi ini mirip dengan metode perang Khalid Bin Walid, ketika dengan kekuatan 3000 pasukan menghadapi pasukan Romawi pada perang Mutah dengan komposisi pasukan lawan sebanyak 200.000 pasukan elit.
Bagian pertama, Pasukan Elit Kekhalifaan Utsmani, Jennisari. Pasukan ini lengkap dengan kuda.
Sementara Bagian kedua adalah berisi pasukan Infanteri dan Kavaleri atau prajurit yang berjalan kaki.
Bagian ketiga adalah pasukan penutup dengan peralatan meriam, dalam pasukan ini posisi Sultan Sulaeman berada untuk melakukan kontrol pada pasukannya.
Pecahnya Perang Battle Of Mohacs
Battle Of Mohacs atau peperangan lembah Mohacs, pecah tepatnya ba’dah Ashar.
Pasukan Salib dengan komposisi yang dominan, berpikir bahwa pasukan Islam sangat kecil dari segi jumlah, maka mereka dengan cepat menyerang.
Formasi pasukan pertama Islam, sudah memasuki arena perang, sementara pasukan kedua dan ketiga masih stay dan belum tampak oleh musuh.
Meskipun hanya berjumlah terbatas, Janissari berhasil merobohkan 20 ribu prajurit salib pada sesi pertama pasukan tersebut. Pertarungan ini berlangsung hanya 60 menit. Namun berhasil memaksa pasukan lawan stress.
Tapi pasukan Salib tetap percaya diri untuk memenangkan pertarungan tersebut. Aba-aba dari Panglima perang Islam (Sultan Sulaeman), agar Janissary merubah formasi, kearah kanan dan kiri.
Semua itu untuk memancing pasukan salib maju dan menyerang pasukan infanteri dan Kavaleri (pasukan kedua).
Ini seperti jebakan pada formasi pasukan Cakrabyuha atau Labirin pada peperangan dahsyat dongeng Mahabhrata.
Eropa berpikir dengan keluarnya pasukan Janissary, maka peperangan akan mereka menangkan dengan mudah. Maka dengan kekuatan penuh pasukan Eropa menyerang infanteri dan kavaleri.
Dengan taktik memancing pasukan musuh memasuki arena yang sesuai dengan strategi. Maka pasukan kedua dari Sultan Sulaeman tersebut mundur dan berlari jauh kebelakang.
Pasukan eropa berpikir, bahwa ia sudah menang. Maka dengan cekatan, pasukan koalisi Kristen tersebut menyerang dan mengikuti kavaleri dan infanteri.
Pasukan Kavaleri dan Infanteri, masuk diantara kumpulan pasukan meriam. Yang telah lama menunggu dan membidik. Sementara pasukan Kristen Eropa telah berada pada area jangkauan meriam.
Hancurnya Pasukan Kekasiaran Romawi dan Hungaria
Pasukan Salib, tidak menyadari nyawa yang ada didepan mata. Dengan nafsu memburu, akhirnya ia terjebak di padang luas. Dengan hulu ledak meriam mengarah kepada mereka.
Seketika 350 meriam meledak kearah mereka, menarik mundur pasukan adalah sebuah pilihan yang datang terlambat. Akhirnya pasukan Hungaria dengan backup kekasiaran Romawi dan Eropa pada sisi luar berusaha untuk melarikan diri.
Namun juga terjepit, sebab pasukan pertama berkuda yang sebelumnya ke sisi kiri dan kanan berbalik arah menyayat dan mengiris baris luar pasukan lawan.
Sementara Infanteri dan Kavaleri yang sebelumnya masuk kedalam formasi pasukan meriam, bergeser arah kesisi luar pasukan dan menghambat pelarian pasukan kristen yang hendak meninggalkan arena pertempuran.
Maka bisa kita bayangkan, pada bagian tengah pertempuran ini berisi pasukan kristen yang telah menunggu giliran menghadap kematian mereka. Dalam hitungan menunggu ledakan meriam menghantam tubuh mereka.
Sisi belakang pasukan Eropa sebelumnya, bukanlah alur mundur yang aman, sebab disana telah menunggu pedang pasukan Janissary.
Sisi depan adalah meriam, belakang pasukan Janissari, sementara sisi lainnya adalah Kavaleri dan Infateri. Hanya ada satu sisi yang kosong. Yakni alur Sungai.
Pasukan salib berpikir, bahwa dengan memilih alur sungai merupakan alternatif terakhir terbaik, jika dibandingkan dengan melawan arus pasukan muslim.
Naas, Ratusan ribu pasukan kristen yang tersisi melompat kedalam sungai, bisa kita bayangkan bagaimana bentuk berdesak-desakannya, dalam sungai pada jumlah ratusan ribu tersebut.
Tewasnya Raja Lajos II Tidak Sebagai Kesatria
Kematian kesatria perang adalah dalam arena perang, jauh dari pelarian untuk menghindari pertempuran.
Seorang kesatria akan sangat bangga jika kematiannya menjemput saat berperang, dan terkena sabetan senjata tajam yang memisahkan raga dan nyawanya.
Namun ini berbeda, bagi Raja Lajos II, yang hebat membunuh utusan khalifah Utsmani, dengan gagah berani.
Namun meninggalkan arena peperangan dan berlari sebagai seorang yang tidak bernyali. Lebih menyedihkan lagi sebab kematiannya karena tenggelam dalam sungai tersebut.
Battle Of Mohacs, telah merenggut banyak nyawa dalam sesi pertempuran selama 90 menit. Dan menyisahkan dendam orang eropa terhadap Islam bahkan hingga saat ini.
Bagaimana tidak, 70.000 pasukan kristen terbantai dan terbunuh dalam arena perang tersebut, termasuk yang mati karena tenggelam dalam sungai akibat berlari meninggalkan peperangan.
Sementara pasukan muslim hanya kehilangan 1500 Syuhada.
Pasukan koalisi menjadi terpecah akibat peperangan ini, mereka mempersalahkan Raja Lajos II yang mereka anggap tidak menjadi kesatria. Namun pada sisi lain, kekalahan ini membuat Eropa terguncang sangat dahsyat.
Yang sebelumnya memandang remeh kekuatan muslim, ternyata mengancam nyawa merek.
Hancurnya Hungaria Dan Dinasty Jagiellon
90 menit adalah waktu untuk meruntuhkan sebuah kerajaan Jagiellon, sebab pada saat itu Raja Lajos II tewas tanpa ada yang meneruskan perjuangannya. Selain itu, Hungaria menderita kerugian besar dan kekalahan karena mempersiapkan kebutuhan prajurit koalis yang masuk dalam pertempuran.
Akhirnya peperangan Mohacs menjadi hari terakhir kerajaan tersebut. Bahkan orang Hungaria masih mengenang, dengan slogan, “Kesalahan dan Kekalahan terbesar kita adalah “Battle Of Mohacs””
Ekspansi Pasukan Islam
1 Turki melawan 15 Negara daratan Eropa, dan mengobrak abrik pasukan lawan, menjadikan Sultan Sulaeman sebagai kampiun yang menggetarkan hati lawan.
Tidak heran, 3 tahun kemudian pasukan ini berhasil menembus Wina Austria dan menaklukkannya. Sebagaimana Wina merupakan kota besar pada daratan Eropa kala itu.
Jadilah pasukan Islam menjadi pasukan yang disegani oleh lawan, dengan masa keemasannya ketika itu.
Kisah perang Mohacs ini, tidak akan kita jumpai dalam film-film, seperti The Last Legion dengan sikap kesatria pasukan Britania Raya sebagai pasukan ujung dari kekasiaran Romawi.
Baca juga: Perang Wadi Al Qura, Usamah Panglima Perang Terakhir Rasulullah
Sebab kisah ini adalah kisah yang menyayat dan menyakitkan bagi orang eropa. Secara subjektif mereka tidak akan mungkin menciptakan sebuah film yang menceritakan kekalahan-kekalahan mereka.
Bahkan sebaliknya, mereka akan membuat kisah film pemutar balikan fakta.
Semoga Artikel ini menjadi salah stu pembelajaran bagi umat Islam, bahwa Islam (khususnya Turky) memiliki sejarah menaklukkan seluruh Daratan Eropa pada peperangan Mohacs area dekat Budapest Hungaria tesebut.
Tidak heran jika Erdogan saat ini memiliki rasa percaya diri dengan nada yang lantang, siap menerima tantangan orang-orang Eropa yang saat ini memiliki pusat kendali issu pada Amerika Serikat.
Sumber lain: Hidayatullah