BERITAKU.ID, NASIONAL – Setiap perjalanan akan menghasilkan peluh dan keringat yang menyelimuti kulit, angin akan menjadi sepoi-sepoi akan memberi energi bagi setiap pengembara yang menjalani pengembaraannya di belantara, (Senin, 22 Juli 2019). Bertarung Mengembalikan Kejayaan Golkar
Masa kejayaan Partai Golkar menurun pada pemilu legislatif 2019.
Elektabilitas Golkar diprediksi berada di posisi ketiga setelah PDIP dan Gerindra dengan 12,13%, dimana PDIP meraup suara 19.93% diatas Gerindra 12,51%, apakah ini pertanda kegagalan Airlangga Hartarto memimpin partai penguasa Orde Baru tersebut?
Sejak pemilu pasca-reformasi, Golkar selalu berada di peringkat pertama atau kedua. Namun berdasarkan hasil beberapa survei Partai Golkar akan beralri menurun dan meninggalkan tahta urut 1 atau urut 2 pada pemilihan Legislatif.
“Sejak pemilu pasca-reformasi Golkar selalu menempati peringkat pertama dan kedua. Baru kali ini Golkar tergeser ke posisi ketiga dengan elektabilitas Golkar 10,2%,” kata Direktur Eksekutif Indometer Politik Indonesia, beberapa waktu lalu.
Bertarung Mengembalikan Kejayaan Golkar
Dalam menghadapi Munas Partai Golkar beberapa tokoh Nasional Golkar mulai memperlihatkan keinginan untuk menumbangkan Arilangga Hartarto dari posisi Ketua Umum Partai berlambang beringin tersebut. Diantaranya adalah Bambang Soesatyo, Ali Yahya, Ulla Nuchrawatty, dan Marlinda Irwanti.
Bertarung Mengembalikan Kejayaan Golkar, Bambang Soesatyo saat ini menjabat sebagai ketua DPR. Di partai, dia menjabat sebagai wakil koordinator bidang pratama.
Ali Yahya merupakan Ketua Umum Satuan Karya Ulama Partai Golkar.
Dia mengatakan, dari seluruh calon, hanya dirinya calon ketua umum yang memiliki hak suara dalam munas karena menjadi pengurus organisasi sayap partai.
Sementara itu, Ulla Nuchrawatty adalah mantan Ketua Umum Kesatuan Perempuan Partai Golkar.
Dalam sambutannya, Ulla menyampaikan komitmennya untuk menjalankan visi-misi Partai Golkar dan tidak akan membeda-bedakan kader.
Sedangkan Marlinda Irwanti dalam kesempatan itu menyampaikan harapannya untuk dapat membawa Partai Golkar sebagai partai nomor satu pada 2024 mendatang.
Acara yang digagas kader muda Partai Golkar itu rencananya akan mengundang tiga calon ketua umum lain, yaitu Indra Bambang Utoyo, Ridwan Hisyam, dan calon petahana Airlangga Hartarto.
Namun, ketiganya tampak berhalangan hadir. Dengan demikian, sejauh ini terdapat tujuh calon ketua umum Golkar yang telah menyatakan akan maju dalam munas mendatang. (https://nasional.kompas.com)
Ketua DPP Golkar Ridwan Hisjam berharap pelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas) Golkar dapat diselenggarakan tahun ini, karena masa kepemimpinan pengurus DPP Golkar akan berakhir pada Desember nanti.
Pelaksanaan Munas Golkar sebelumnya digelar 5 tahun lalu di Nusa Dua, Bali, 30 November sampai 4 Desember 2014, yang menjadikan Setya Novanto sebagai Ketua Umum Golkar.
Bertarung Mengembalikan Kejayaan Golkar, namun kepemimpinan Setya terpaksa diambil alih ditengah jalan oleh Airlangga Hartarto karena Setnov ditangkap KPK dengan kasus korupsi E-KTP.
Menurut Ridwan pelaksanaan Munas di bulan Desember harus didahului Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) yang digelar Agustus-September, untuk membahas sejumlah persoalan Golkar, seperti penurunan jumlah kursi di DPR dan membahas syarat-syarat calon ketua umum berikutnya, yang mampu menjadikan Golkar pemenang di Pemilu 2024 nanti.
“Golkar harus mengulang kesuksesan 20 tahun lalu, di tahun 2004 di masa kepemimpinan Akbar Tanjung Golkar jadi pemenang dengan jumlah 128 kursi di DPR, Pileg lalu hanya dapat 85 kursi, turun dari 91 kursi, sebelumnya ketua umum menargetkan bisa dapat 110 kursi,” tutur Ridwan
1. Kepengurusan Golkar harus melibatkan kelompok millenial
Calon Ketua Umum Harus Bisa Kembalikan Kejayaan Golkar 20 Tahun Lalu.
Menurut Ketua Komisi VII DPR RI ini, siklus 20 tahun kemenangan Golkar dapat dicapai apabila dilakukan pembenahan di Rapimnas dan Munas nanti.
Selain itu Golkar harus berani mempercayakan kepemimpinan Golkar dari pusat hingga di daerah dipegang oleh generasi millenial.
“Jelang bonus demografi ini, Golkar harus berani meletakkan pimpinan pada generasi muda, dari tingkat pusat hingga daerah,
Kalau ingin menang harus didominasi anak muda, tanpa meninggalkan senior yang sudah meletakkan pondasi kepemimpinan, idealnya 70 sampai 80 persen anak mud.
Karena sejatinya dalam Panca Bakti Golkar, setiap kader harus mengedepankan pembangunan dan pembaharuan,” tegas Ridwan
2. Golkar harus mengubah paradigma lama agar tidak ditinggal pemilihnya
Calon Ketua Umum Harus Bisa Kembalikan Kejayaan Golkar 20 Tahun Lalu.
Ridwan menambahkan, untuk dapat memenangkan Pemilu berikutnya, paradigma Golkar harus diubah.
Golkar harus menjadi partai moderen, terbuka, mandiri, setiap kebijakannya harus mengedepankan cek dan ricek, khususnya di era maraknya hoaks.
Golkar juga harus memanfaatkan bonus demografi, dengan menjadi partainya kelompok millenial, serta memanfaatkan Revolusi Industri 4.0, yang tidak lepas dari peran kecanggihan teknologi informasi.
“Golkar harus menjadi kekuatan utama demokrasi di Indonesia. Kalau partai tidak dibenahi, maka demokrasi akan runtuh. Partai harus kuat secara kelembagaan, tidak boleh dikelola secara kekeluargaan, atau secara konvensional dan tradisional, pemerintah harus juga memperkuat partai, contohnya anggarannya harus disiapkan agar partai tidak mencari dana ilegal,” ungkap Ridwan.
3. Calon ketua umum Golkar harus bersih dari kasus hukum
Anggota Fraksi Golkar lima periode ini menegaskan, rekomendasi syarat calon ketua umum yang akan dipilih di Munas.
Bertarung Mengembalikan Kejayaan Golkar, valon harus bersih dari kasus hukum.
Agar tidak mengulang kasus Setya Novanto yang diturunkan di tengah jalan akibat tersangkut kasus korupsi E-KTP. Selain ketua umum.
Sekjen Golkar Idrus Marham juga tersangkut kasus korupsi. Menurutnya, hingga saat ini baru dua calon ketua umum yang serius untuk maju mencalonkan diri, yakni ketua umum incumbent Airlangga, dan Ketua DPR RI Bambang Soesatyo.
“Ketua umum adalah figur partai yang tidak boleh mengulang kejadian sebelumnya, yang bermasalah hukum, setiap yang terindikasi tidak boleh ditempatkan di etalase, harus memenuhi syarat PDLT (prestasi, dedikasi, loyalitas, dan tidak tercela), jangan kader yang cacat,” pungkas politisi berdarah Bugis ini.