Hari Jadi Toraja ke 772, Ritual ‘Aluk Pare’ Di Tampilkan

Diposting pada

BERITAKU.ID, BUDAYA – Dari kebudayaan bisa saja kita berbeda dari Agama dan warna kulit bisa juga berbeda. Seharusnya perbedaan ini tak membuat jadi berbeda kenyataan sudah membuktikan soal kita sama, Rabu (28/8/2019). Kisah Aluk Pare.

Sebelum agama-agama samawi masuk, masyarakat suku Toraja sudah memeluk agama suku, yang belakangan disebut Aluk Todolo/Alukta. Aluk merupakan ajaran atau aturan-aturan hidup sebagai suatu keyakinan. Sedangkan Todolo artinya orang yang lebih dulu atau nenek moyang/leluhur.

Itu sebabnya Aluk Todolo disebut sebagai ajaran atau aturan-aturan hidup sebagai suatu keyakinan para leluhur orang Toraja.

Aluk Pare menjadi warisan budaya nusantara (Foto : Beritaku)

Prosesi Aluk Pare

Dalam ritual Pare (padi) tersebut, terlihat padi yang dijemur, selama 3 hari, kemudian di susun (di po’ko’). Yang selanjutnya di laksanakan proses mengikat padi.

Ikatan kecil berjumlah 5 ikatan, di ikat jadi 1 ikatan dan seterusnya di simpan ke lumbung. Dan saat tiba masanya untuk di masak. Maka di turunkan dari lumbung oleh ibu – ibu. Atau perempuan yang kemudian di tumbuk hingga jadi beras, dan di tapis untuk siap dimasak.

Menurut kepercayaan Aluk Todolo, Puang Matua (Allah), menciptakan bumi. Dan segala isinya termasuk aturan-aturan, yang digunakan dalam pemujaannya kepada sang pencipta.

Cara menyembah ditetapkan, oleh sang pencipta dalam bentuk Aluk. Melalui ritus-ritus dan pemali (pantangan/larangan). Dan yang dipergunakan umumnya adalah hewan, tumbuh-tumbuhan, air, padi, besi dan lain-lain, diiringi dengan puji-pujian, hymne.

Diantara sekian banyak ritus Aluk Todolo. Terdapat sebuah ritus yang mendapat tempat, yang layak dalam masyarakat  dan merupakan lambang kekayaan, yakni Aluk Pare.

Aluk Pare adalah ajaran, atau aturan hidup terkait dengan Padi, yang dipercaya sebagai penopang utama kehidupan manusia.

Ritual ini dimulai dari membersihkan lahan/sawah, serta saluran irigasi atau saluran air (Massero Padang/Ma’sadang Kalo). Hingga Ma’bua’ Pare(syukuran atas hasil panen).

Dari kegiatan, yang dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten Tana Toraja, dalam rangkaian hari ulang tahun kabupaten ke 62.

Dan Hari Jadi Toraja ke 772 di Lembang Saluallo, Kecamatan Sangalla’ Utara, Kamis, 22 Agustus 2019.

Memperlihatkan urutan-urutan dalam ritual Aluk Pare tersebut.

Massero Padang/ma’sandang kalo, artinya menyiapkan lahan persawahan dan saluaran air.

Permainan

Selanjutnya ma’Banne Panta’nakan yang artinya menyiapkan pesemaian.  

Manglammak Banne artinya menyiapkan benih padi, Mangambo’ Banne, atau menabur benih, Pariu atau menggarap lahan yang berisi kegiatan ma’bingkung atau mencangkul, Ma’kurrik atau MassalagaMassapu Sali umaMangarak atau mencabut benih.

Selanjutnya, Mantanan Pare atau menanam padi, ma’torak atau mencabut rumput di sela-sela tanaman padi, Ma’sanda Wai atau mina padi, Mangramba dena atau mengusir burung pipit, Mangra’ba banne atau memotong padi, ma’bunu’ (mengikat padi dalam ukuran kecil), mangrakan (kutu kapua) ikatan padi dalam ukuran besar, ma’pesung.

Prosesi berikutnya adalah mepare (ma’ta bunu’), ma’kangkanni (bagi hasil), ma’po’ko’ atau membiarkan hasil panen tiga hari di pematang sawah, Mangallo dio tampo uma atau menjemur padi dipematang sawah, manglemba’ atau memikul padi kembali ke rumah, ma’pongo’manta talitak atau pembagian hasil berdasarkan kepemilikan tanah, manglika’atau menyimpan padi di Alang (lumbung).

Lalu dilanjutkan dengan ma’ mia’ mia’ atau pengucapan syukur panen, ma’lambuk atau menumbuk padi untuk dijadikan beras, mangrurui, mangtanga dan manta’pi atau menapis beras untuk dimasak.

Seluruh rangkaian aluk pare dan ma’lambuk ini dihadiri ratusan warga dan wisatawan, bahkan Bupati Tana Toraja, Nicodemus Biringkanae pun ikut dalam arak-arakan dan seluruh rangkaian ritual.

Aluk Pare tahun ini dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten Toraja sebagai bagian dari rangkaian peringatan HUT Toraja.

Simbolisasi yang tersirat pada ritual Aluk Pare menjadi harapan besar kepada generasi penerus untuk menjadikan tuntunan hidup sosial.

Sejarah Singkat Toraja

Nama Toraja berasal dari bahasa Bugis, yaitu “to riaja” yang mempunyai arti orang yang berdiam di negeri atas.

Pada saat Indonesia dikuasai oleh Belanda yaitu di tahun 1909, Kolonial Belanda menyebut suku ini Suku Toraja.

Suku ini terkenal dengan ritual pemakamannya, selain itu suku ini juga terkenal dengan ukiran kayunya dan rumah adatnya yaitu tongkonan.

Sebelum abad ke 20, suku ini sama sekali belum tersentuh oleh dunia luar dan masih menganut keyakinan animisme.

Saat itu suku ini masih tinggal di desa-desa otonom. Kedatangan Belanda di awal tahun 1900an memiliki tujuan untuk menyebarkan agama Kristen.