Kemapanan
Mapan sebelum atau sesudah menikah (Foto: portalmadura.com)

Kemapanan: Sebelum atau Sesudah Menikah?

Diposting pada

Konon menikah membuka pintu rejeki. Sekalipun belum mapan, dengan menikah maka seseorang dapat menjadi mapan. Kenyataannya semua tidak semudah itu. Kemapanan adalah proses yang panjang.

Beritaku.id, Lifestyle – Tingkat kemapanan berbanding lurus dengan rasa syukur seseorang. Barang siapa yang selalu bersyukur, maka Allah akan menambahkan nikmatnya. Dalam kehidupan, selaraskah kutipan tersebut? Sanggupkah berjalan ke jenjang selanjutnya sebelum mapan?

Oleh Tika (Penulis Lifestyle)


Pengertian Mapan

Definisi mapan

Mapan artinya mampu, cukup, dan memadai. Mampu maksudnya adalah dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup. Cukup artinya tidak mengalami kekurangan, dan memadai maksudnya adalah memiliki kelebihan untuk berbagi. Mapan juga memilik pengertian lebih dari cukup atau leluasa.

Artinya seseorang tidak merasa berat untuk membeli dan memperoleh sesuatu. Ia leluasa dalam membelanjakan harta dan bebas berbagi tanpa memikirkan kekurangan atau kelaparan esok hari.

Baca juga beritaku: Orang Bermuka Dua Dan Sahabat Palsu Dalam Islam

Berbanding terbalik dengan fakir dan miskin, mapan artinya juga terbebas dari hutang. Orang-orang dengan kondisi mapan seolah tidak memiliki masalah dengan harta mereka.

Namun menurut KBBI, mapan berarti mantap, tidak goyah, dan stabil. Dalam hal ini adalah menyangkut kondisi psikologis seseorang. Di usia yang matang, umumnya manusia mencapai definisi mantap jika merujuk pada pengertian ini. Jadi mapan hanya mengacu pada psikologis, bukan pada banyaknya harta.

Lantas bagaimana Islam memandang mengenai tingkat kemapanan seseorang?


Kriteria Kemapanan, Teori Dan Hukum Islam

Teori kemapanan

Istilah mapan dalam agama Islam bukan hanya terkait harta yang melimpah. Sebaiknya ketahuilah bahwa manusia mrupakan makhluk sosial dan ekonomi. Orang kaya membutuhkan orang miskin, demikian sebaliknya.

Satu yang penting adalah, Islam sangat menganjurkan untuk menjadi kaya raya guna membantu langkah-langkah mendekatkan diri pada Allah. Rezeki sepenuhnya kehendak Allah. Kemapanan dalam Islam justru merupakan sebuah pencapaian menjadi semakin dekat dengan Allah.

Seperti pada kisah Qarun. Bagaimana ia dengan sangat tidak bijak dalam mengelola hartanya. Dengan definisi ini, atas dasar itulah anjuran mengenai pernikahan sebelum mapan bukan tidak mungkin untuk tetap terjadi. Pasalnya, mapan bukan tolak ukur untuk sebuah ibadah dan salah satunya pernikahan.

Islam mengajarkan untuk bersedekah tidak harus menunggu kaya atau berlebih. Bahkan Rasulullah pernah bersabda jika sedekahnya orang yang susah justru berpahala berkali-kali lipat dari sedekahnya orang yang berlebih.

Ibaratnya ketika kita hanya punya 50 ribu rupiah dan menyedekahkan 25 ribu, itu merupakan sedekah yang jauh lebih baik daripada sedekahnya orang yang memiliki satu juta rupiah dan bersedekah sebesar 100 ribu rupiah.

Kesimpulannya adalah, dalam Islam, arti kata mapan bukan tolak ukur bagi segala-galanya, termasuk kedudukannya di sisi Allah.


Menikah Sebelum Atau Sesudah Mencapai Kemapanan?

Kemapanan terukur dari kecukupan

Mari kita menyimak terlebih dahulu makna kata mapan. Seseorang sudah berada di level mapan ketika terbebas dari hutang, telah terpenuhi kebutuhan pangan, sandang, dan papan, serta dermawan (mampu bersedekah).

Di jaman seperti saat ini, memang sangat sulit untuk bertahan hidup. Semua serba mahal dan bahkan untuk menikah saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Apapun yang membuat pernikahan menjadi mahal adalah tuntutan-tuntutan dari berbagai pihak.

Gengsi, itulah kata utama yang membuat seseorang berpikir keras sebelum menikah. Namun tidak menutup kemungkinan, sorotan media dan acara-acara televisi yang kerap mempertntonkan pencapaian orang lain hanya dalam segi finansial saja membuat pola pikir masyarakat berubah.

Kemapanan menjadi sebuah tolak ukur pernikahan dan kepantasan. Sebelum menikah timbul pertanyaan, “Mau diberi makan apa anak orang?” Semua sebatas itu. Bahkan tidak sedikit pasangan yang bercerai hanya karena masalah materi.Kemudian akan saling menyalahkan diri sendiri, “Kenapa menikah saat belum mapan?”

Sejatinya untuk menikah bukan titik ‘kemapanan’ yang harus tercapai. Namun titik siap secara mental dan yakin Allah akan memudahkan segala urusan. Bahkan ketika sudah punya anak pun sebaiknya tetap berserah kepada Allah bahwa anak membawa rejeki masing-masing.

Jika hendak mencapai kata mapan bagi keduanya lantas apakah pernikahan akan berada pada level kesetiaan? Adakah perjuangan bersama yang terus mengena di hati masing-masing? Inilah yang kemudian akan dibahas selanjutnya.


Arti Perjuangan Berumahtangga

Rumah Tangga dan perjuangan

Rumah tangga berbeda dengan masa pacaran. Ketika masih pacaran atau justru saat masih sendiri, kita hanya fokus pada diri kita sendiri. Urusan makan sendiri, kebutuhan hidup lainnya sendiri, bahkan semua masalah wajib berada di pundak sendiri.

Ketika menikah, kita menghadapi perbedaan karakter dan suka tidak suka harus mampu bertahan dengan perbedaan itu demi tercapainya tujuan bersama. Salah satu masalah dalam rumah tangga di jaman modern ini adalah masalah ekonomi.

Kembali lagi, gaya hidup yang tinggi dan angan-angan yang selalu melihat kehidupan orang lain membuat seseorang tidak dapat mensyukuri apa yang sudah ada. Sebenarnya sedikit atau banyak yang kita miliki, semua akna cukup jika pandai mengaturnya.

Sayangnya, gengsi dan tuntutan hidup lainnya membuat semuanya hancur. Sah-sah saja untuk belum mencapai kemapanan di awal pernikahan. Berjuang bersama, bertukar pikiran bersama, membuat pernikahan semakin erat dan menjadi saling menghargai.

Baca juga beritaku: 25 Artis Dangdut Sexy Dari Berbagai Aliran

Setelah menikah, sudah seharusnya kita menutup telinga dari kiprah pihak-pihak luar yang ingin turut serta mengatur pernikahan. Fokuslah untuk membangun pernikahan kita sendiri. Hendak bagaimana, masa depan seperti apa, itulah pentingnya komunikasi.

Tidak sedikit masalah yang timbul dalam pernikahan. Namun ketika kesusahan sejak awal diarungi bersama, maka kemungkinan perpisahan menjadi semakin tipis.


Dalam Hal Perselingkuhan, Hanya Orang dengan Tingkat Kemapanan? Kenapa?

Perselingkuhan pada fase mapan

Pernahkah mendengar istilah ketika sudah mendapatkan segalanya, lantas mau apa lagi? Jika artis-artis di negeri ginseng cenderung mendekatkan diri pada Tuhan melalui cara bunuh diri, bagaimana dengan orang di negeri merah putih?

Tingkat kemapanan membuat seseorang merasa di atas angin. Ada rasa ingin lebih dan lebih lagi. Ada pula yang merasa apa yang telah mereka punya saat ini masih kurang bagus. Atau rasa sombong yang mengungkap jika diri sendiri mampu mendapatkan segalanya.

Banyak faktor yang membuat kemapanan berada di level menjerat ke hal-hal negatif. Ketika kedua pasangan sama-sama mapan, mereka tidak memiliki waktu berdua.

Kesibukan atau sudah tidak adanya perbicangan yang harus mereka habiskan berdua membuat salah satu atau keduanya encari kenyamanan dan topik obrolan baru di luar. Inilah cikal bakal perselingkuhan. Memulai dari curhat, berteman, dan sebagainya akhirnya berujung pada ketidaksetiaan.

Namun berbeda halnya ketika pasangan tersebut berjuang bersama. Mereka akan menghabiskan waktu untuk menikmati kemapanan itu berdua. Mereka bisa jadi berlibur berdua, menikmati masa tua berdua atas hasil kerja keras mereka selama ini. Lihat saja kasus artis GA baru-baru ini.

Apa yang terjadi? Sudah mapan namun ternyata berselingkuh. Dasarnya apa? Lebih nyaman bersama orang lain atau justru hendak mewujudkan kisah cinta yang dulu belum sempat terajut.Namun dari itu semua, faktor terpenting adalah kedekatannya kepada Sang Pencipta.

Risiko Menikah Sebelum Mapan

Menurut al-Qurthubi, bagi seorang bujangan yang sudah mampu
menikah dan takut dirinya dan agamanya jadi rusak, serta tidak ada jalan
untuk menyalurkan diri kecuali dengan menikah, maka ia wajib menikah.

Jika nafsunya sudah memuncak sedangkan dia tidak mampu memberikan
nafkah pada istrinya, maka Allah akan melapangkan rizkinya. Hal
itu dtercantum dalam Al-Qur’an, surat an-Nur, ayat 33.

Jadi sebenarnya tidak masalah menikah sebelum mapan karena Allah telah menjamin untuk melapangkan rejeki kaum bujangan yang menikah karena sudah tidak tahan. Daripada terjerumus dalam dosa, sebakinya memang menikah. Namun risiko-risiko atas keputusan itu tentu tidak mudah.

Jika calon istri memiliki sudut pandang tersendiri mengenai pernikahan ideal dan demikian sebaliknya, maka sudah pasti ribut mulut akan terus terjadi. Tidak heran setelah hasrat tersalurkan banyak yang akhirnya berpisah karena memang niat awal menikah hanya sebatas melampiaskan nafsu.

Berbeda halnya ketika menikah dengan mantap dan yakin, dalam hal ini mapan secara psikologis, maka akan muncul solusi dalam keributan-keributan tersebut.

Risiko lain menikah sebelum mapan adalah hidup yang mungkin serba kekurangan. Di sinilah semua akan teruji. Baik kesetiaan maupun ketulusan. Sekali lagi, kembali pada niat menikah. Ketika benar-benar untuk menegakkan agama, maka secara tidak langsung rumah tangga akan menjadi sakinah, mawaddah, warohmah.

Seorang suami akan berusaha menjalankan tugasnya dengan baik, demikian pula dengan istri. Jadi bagi para bujangan, luruskanlah niat. Ketika masih mampu menahan nafsu, sebaiknya memapankan diri dulu karena tanggung jawab sebagai suami tidaklah mudah. Kita tidka tahu apa yang akan terjadi besok. Akankah hidup panjang atau tidak.

Menjadi mapan artinya juga menyiapkan bekal bagi orang-orang yang akan ditinggalkan.

Golongan Anti Kemapanan

Ilustrasi golongan anti mapan

Beberapa golongan orang di Indonesia ada yang menyebut diri mereka adalah golongan anti kemapanan. Bukan tanpa sebab mereka mengatakan diri mereka demikian. Kemungkinan besar adalah karena mereka belum pernah berada di level mapan.

Mereka juga boleh jadi merasa iri dengan orang-orang mapan, atau sentimen lebih tepatnya. Tidak hanya itu, mereka yang menyebut anti kemapanan kemungkinan adalah sekelompok orang yang telah menyerah untuk menjadi mapan.

Mereka telah berupaya sangat keras hingga akhirnya menyerah dan marah kepada diri mereka sendiri. Anda pun pasti pernah mengalaminya. Ketika gagal dalam mencapai sesuatu yang sudah teramat sangat membutuhkan usaha, tentu akhirnya menyerah dengan kesal.

Hal-hal seperti ini perlu mendapat perhatian. Alasannya adalah untuk mengembalikan psikologis mereka yang menolak menjadi mapan. Sebenarnya dengan menjadi mapan artinya mereka mengurangi beban orang lain dalam menghidupi mereka. Bahkan paling tidak mereka membantu pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya.

Baca juga beritaku: Kata Gaul Gateli Dalam Kehidupan Sosial Milenial dan 5 Istilah Lainnya

Menjadi mapan itu baik. Terlepas dari keinginan membantu orang lain dengan kemapanan maupun untuk kesejahteraan diri sendiri. Kita perlu menggaris bawahi, dalam Islam, semua ada pertanggungjawabannya.

Jika memang sekarang belum mapan, maka jangan berputus asa dari rahmat Allah. Yakinlah Allah akan membantu asal kita mau berusaha dan bersyukur.

Demikian artikel mengenai kemapanan dan menikah sebellum atau sesudah berada di level ini. Sekali lagi, mari luruskan niat dalam menghadapi pernikahan. Sekali seumur hidup, sakinah, mawaddah, warohmah.