Kebesaran Kerajaan Gowa, yang memiliki sejarah panjang masa lampau, Kerajaan Gowa ada dimana?
BERITAKU.ID, GOWA – Pernah dengan Kerajaan Gowa? Kali ini kita akan bahas tentang sejarah Kesultanan Gowa, asal usul Kesultanan Gowa, kebesaran Kesultanan Gowa, (27/9/2019).
Batas Makassar, ke arah selatan dari Kota Makassar, terdapat sebuah daerah bernama Gowa yang merupakan tempat berdirinya kebesaran Kesultanan Gowa.
Karena Kebesaran Kerajaan maka nama kerajaan dijadikan nama kabupaten.
Kebesaran Kerajaan Gowa Dari Masa Ke Masa
Sebelum Kerajaan terbentuk, terdapat 9 (sembilan) Negeri atau Daerah yang masing-masing dikepalai oleh seorang penguasa yang merupakan Raja Kecil.
Negeri kecil ini ialah :
- Tombolo,
- Lakiung,
- Samata,
- Parang-parang,
- Data,
- Agang Je’ne,
- Bisei,
- Kalling dan
- Sero.
Pada suatu waktu Paccallayya bersama Raja-Raja kecil itu tidak mempunyai raja.
Sehingga mereka mengadakan perundingan dan sepakat, memohon kepada Dewata agar menurunkan seorang wakilnya untuk memerintah Gowa.
Peristiwa ini terjadi pada tahun 1320 (Sumber : Hasil Seminar Mencari Hari Jadi Gowa) dengan diangkatnya Tumanurung menjadi Raja Gowa maka kedudukan sembilan raja kecil itu mengalami perubahan.
Kebesaran Pada Kerajaan, sebagai cikal bakal berdirinya kerajaan, dimulai dari kedaulatan mereka berada di bawah pemerintahan Tumanurung Bainea sebagai Sombayya Ri Gowa pertama kalinya.
Sombaya Ri Gowa adalah Raja, di Gowa di zaman dahulu tidak dikenal istilah Raja, tapi Sombayya.
Sombayya bermakna atau berarti “yang dipatuhi, yang didengar dan yang paling berkuasa.
Tumanurung Bemakna atau berarti “Secara tiba-tiba ada, karena identitasnya tidak dideteksi sumbernya maka dianggap turun dari langit”
Raja kecil hanya merupakan Kasuwiyang Salapanga (Sembilan Pengabdi), kemudian lembaga ini berubah menjadi Bate Salapang (Sembilan Pemegang Bendera).
Bate Salapang artinya 9 orang pemegang simbol atau bendera, dengan lambang masing-masing. Tidak bermakna pemegang bendera sebagai pengawal Sombayya.
Makna Bate Salapang adalah demokrasi kebesaran yang ada di Kerajaan, yang pada kewenangannya untuk mengangkat dan menentukan siapa yang akan menjadi
Masa Sebelum Tumanurung
Belum ada Kerajaan Gowa Sebelum Tu Manurung, tapi masih berbentuk Kasuwiyang (Kerajaan Kecil), dengan alur pemerintahan masing-masing.
Di antara kerajaan-kerajaan kecil tersebut sering terjadi perselisihan yang terkadang menjadi perang terbuka, saling membunuh satu sama lain.
Perang dapat diperkecil dengan mengangkat dari kalangan mereka seorang pejabat yang disebut Paccallaya.
Ia berfungsi sebagai ketua dewan di antara kesembilan negeri yang menjadi anggotannya.
Di samping itu, Paccallayya menjadi fasilitator bagi penguasa (gallarrang) dari 9 kerjaan tersebut.
Namun terjadi perselisihan diantara kerajaan ini, sementara Paccallayya tidak memiliki kewenangan untuk memaksa tunduk diantara mereka.
Maka untuk mengatasi kondisi perselisihan didalam kerajaan Gowa, Kasuwiyang Salapanga bersepakat untuk dibentuk satu orang penguasa atau Somba.
Tiba-tiba ada seorang Putri Tu Manurung yang tiba-tiba datang tanpa diketahui dari mana asal usulnya di Bumi, dan dianggap sebagai Tu Manurung (turun dari langit).
Masa Tumanurung
Awal mula Kerajaan Gowa, sejak adanya Sombayya Ri Gowa, tahun 1320.
Sombayya Ri Gowa pertama adalah Tumanurunga.
Konon, ada seorang putri turun di daratan bukit Tamalate tepatnya di Taka’bassia.
Disaksikan oleh orang-orang yang berada di Bonto Biraeng dengan cahaya yang terang.
Gallarang Mangasa dan bolo yang di tugaskan mencari tokoh yang bisa menjadi pemersatu kaum yang berseteru itu.
Paccalaya bersama ke sembilan kasuwiang bergegas ke Taka’bassia. Di sana mereka duduk mengelilingi cahaya sambil bertafakur.
Lalu cahaya itu menjelma menjadi seorang Putri yang sangat cantik bermaskota.
Paccalaya mendekati Tumanurunga seraya bersembah “Sombangku!” (Ampuni Kami).
Bate Salapang melalui Paccallaya, meminta puteri tersebut untuk menjadi pemimpin, dan dilantik saat itu juga.
Semua warga yang hadir dilokasi tersebut berseru “Sombangku” (ampuni kami atau kami tunduk kepadamu).
Dari situlah, pemimpin kerajaan di Gowa, di sebut Sombayya atau yang dipatuhi. Titik awal Kebesaran Kerajaan Gowa.
Tumanurunga menjadi Somba, tahun 1320 hingga 1345.
Tumanurunga dipinang oleh Karaeng Bayo, pendatang dari arah selatan bersama temannya Lakipadada.
Melahirkan Putra Mahkota bernama Tumassalangga Baraya selanjutnya menjadi Sombayya yang kedua, memimpin Gowa tahun 1345 sampai 1370.
Sombayya 1 Hingga 9
Berikut urutan Sombayya Ri Gowa dari Somba pertama hingga somba ke 9
- Tumanurung Bainea (±1320-1345)
- Tumassalangga Baraya (1345 – 1370)
- Puang Loe Lembang (1370)
- I Tuniatabanri
- Karampang ri Gowa
- Tunatangka Lopi (±1400)
- Batara Gowa Tuminanga ri Paralakkenna
- Pakere Tau Tunijallo ri Passukki
- Daeng Matanre Karaeng Tumapa’risi’ Kallonna (awal abad ke-16)
Masa pemerintahan Sombaya Ri Gowa ke enam Tunatangka Lopi, memiliki 2 putera, maka untuk memberikan keduanya kekuasaan, yakni Batara Gowa dan Karaeng Loe Ri Sero.
Diantara keduanya, yang selanjutnya menjadi Sombayya ketujuh adalah Batara Gowa.
Adapun daerah kekuasaan Batara Guru, mencakup 6 daerah, yakni :
- Paccelekang,
- Patalassang,
- Bontomanai Ilau,
- Bontomanai Iraya,
- Tombolo, dan
- Mangasa.
Adiknya, Karaeng Loe ri Sero, diberikan kuasa di Daerah Tallo, 4 daerah kekuasaan sebagai berikut:
- Saumata,
- Pannampu,
- Moncong Loe, dan
- Parang Loe.
Perang Saudara
Gowa dan Tallo, kemudian terlibat perang saudara, yang sengit, keduanya saling serang.
Saat Sombayya Ri Gowa ke 9 Karaeng Tumapakrisik Kallonna berhasil menaklukkan pemerintahan raja Tallo ketiga I Mangayaoang Berang Karaeng Tunipasuru.
Sejak itu, terbentuklah koalisi antara Kerajaan Gowa dan Tallo, dengan ditetapkannya bahwa Raja Tallo menjadi Karaeng Tumabbicara butta atau Mangkubumi (Perdana menteri) Kerajaan Gowa.
Begitu eratnya hubungan kedua kerajaan ini sebagai kerajaan kembar, sehingga lahir pameo di kalangan rakyat Gowa dan Tallo dalam peribahasa “Dua Raja tapi hanya satu rakyat (Ruwa Karaeng Se’re Ata).
Kesepakatan ini diperkuat oleh sebuah perjanjian yang dibuat dua kerajaan ini :
”Iami anjo nasitalli’mo karaenga ri Gowa siagang karaenga ri Tallo, gallaranga iangaseng ribaruga nikellaia. Ia iannamo tau ampasiewai Goa-Tallo, iamo macalla Dewata”.
Artinya : Maka bersatulah Kerajaan Gowa dan Tallo, Pemerintahan dan kekuassan yang diinginkannya. Siapa saja yang mengadu domba keduanya, maka akan mendapat musibah dari yang Kuasa”
Masa Sombayya Ri Gowa ke 9 I Daeng Matanre Karaeng Imannuntungi Karaeng Tumapa’risi Kallonna berhasil melakukan ekspansi.
Memperluas Kesultanan Gowa melalui perang dengan menaklukkan Garassi, Kalling, Parigi, Siang (Pangkaje’ne), Sidenreng, Lempangang, Mandalle dan lain-lain kerajaan kecil.
Sehingga Kerajaan Gowa meliputi hampir seluruh dataran Sulawesi Selatan.
Aksara Makassar
Di masa kepemimpinan Karaeng Tumapa’risi Kallonna tersebutlah, nama Daeng Pamatte selaku Tumailalang yang merangkap sebagai Syahbandar, telah berhasil menciptakan aksara Makassar yang terdiri dari 18 huruf yang disebut Lontara Turiolo.
Pada tahun 1051 H atau tahun 1605 M, Dato Ribandang menyebarkan Agama Islam di Kesultanan Gowa dan tepatnya pada tanggal 9 Jumadil Awal tahun 1051 H atau 20 September 1605 M.
Raja I Mangerangi Daeng Manrabia menyatakan masuk agama Islam dan mendapat gelar Sultan Alauddin.
Ini kemudian diikuti oleh Raja Tallo I Mallingkaang Daeng Nyonri Karaeng Katangka dengan gelar Sultan Awwalul Islam dan beliaulah yang mempermaklumkan shalat Jum’at untuk pertama kalinya.
Kebesaran Kerajaan Gowa mencapai puncak kebesarannya pada masa Sombayya Ri Gowa Sultan Hasannudin (1653 – 1669).
Melakukan ekspansi dan menguasai Luwu, Wajo, Soppeng, dan Bone.
Tidak hanya di Sulawesi Sekarang, tapi Kerajaan Gowa tersebut berhasil melakukan penaklukan sampai ke Kalimantan Timur dan Nusa Tenggara Barat, serta Australia.
Kebesaran Kerajaan Gowa bisa dilihat dengan peta dibawah ini :
Hubungan Bilateral dan Diplomasi Dengan Kerajaan Lain
Dari dulu Kesultanan Gowa-Tallo, telah membangun hubungan diplomatik dan bilateral dengan beberapa kerajaan luar.
Untuk kepentingan militer, perdagangan, agama maupun hubungan ikatan pernikahan, adapun kerajaan tersebagai berikut :
1. Kerajaan Demak
Kebesaran Kesultanan Gowa ditampakkan, ketika pernah ada konflik perang antara Gowa dengan Kerajaan Demak, hal ini dipicu oleh adanya upaya kerajaan Demak untuk mencaplok wilayah Gowa.
Dengan kekuatan yang dimiliki, maka pasukan Gowa mengobrak abrik pasukan Demak.
Namun karena kedua kerajaan merupakan Kerajaan Islam, maka keduanya bersepakat untuk berdamai, dan menentukan batas wilayah kekuasaan masing-masing.
2. Kerajaan Bima
Di Nusa Tenggara Barat yang ada sekarang, dulu ada kerajaan Bima yang kemudian sleanjutnya menjadi nama salah satu kabupaten.
Dengan Kerajaan Bima, Kerajaan Gowa membangun hubugan baik, termasuk dengan hubungan pernikahan (pertalian darah)
Putra Mahkota Kesultanan Bima dan Putri Mahkota Kesultanan Gowa terjalin sampai turunan ke- VI.
Sedangkan yang ke- VII adalah pernikahan Putri Mahkota Kesultanan Bima dan Putra Mahkota Kesultanan Gowa.
Antara Gowa dan Bima terjadi hubungan erat karena jalur kekeluargaan, dan hal ini terjaga sampai sekarang, orang Bima menganggap bagian dari Gowa-Tallo
3. Kerajaan Bone
Kerajaan Gowa-Tallo simbol Makassar, Kerajaan Bone simbol Bugis.
Kedua kerajaan (Gowa dan Bone), mengalami gelombang hubungan yang berubah-ubah, kadang bersahabat dan kadang berperang.
Kerajaan Bone oleh Arung Palakka pernah menyerang kerajaan Bone, namun berhasil dipatahkan oleh Pasukan Kerajaan Gowa.
Terakhir Arung Palakka menyerang Makassar dengan bantuan Belanda, saat itu Sultan Hasanuddin terpaksa menandatangani perjanjian Bongaya sebagai awal menyurutnya Kebesaran Kerajaan Gowa.
Kebesadaran Kerajaan Gowa, Sombayya Ri Gowa
Sumber Klik disini:
Tumanurung Bainea (±1300)
Tumassalangga Baraya
Puang Loe Lembang
I Tuniatabanri
Karampang ri Gowa
Tunatangka Lopi (±1400)
Batara Gowa Tuminanga ri Paralakkenna
Pakere Tau Tunijallo ri Passukki
Daeng Matanre Karaeng Tumapa’risi’ Kallonna (awal abad ke-16)
I Manriwagau Daeng Bonto Karaeng Lakiyung Tunipallangga Ulaweng (1546-1565)
I Tajibarani Daeng Marompa Karaeng Data Tunibatte
I Manggorai Daeng Mameta Karaeng Bontolangkasa Tunijallo (1565-1590)
I Tepukaraeng Daeng Parabbung Tuni Pasulu (1593)
I Mangari Daeng Manrabbia Sultan Alauddin I Tuminanga ri Gaukanna; Berkuasa mulai tahun 1593 – wafat tanggal 15 Juni 1639, merupakan penguasa Gowa pertama yang memeluk agama Islam
I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiyung Sultan Malikussaid Tuminanga ri Papang Batuna; Lahir 11 Desember 1605, berkuasa mulai tahun 1639 hingga wafatnya 6 November 1653
I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape Sultan Hasanuddin Tuminanga ri Balla’pangkana; Lahir tanggal 12 Januari 1631, berkuasa mulai tahun 1653 sampai 1669, dan wafat pada 12 Juni 1670
I Mappasomba Daeng Nguraga Sultan Amir Hamzah Tuminanga ri Allu’; Lahir 31 Maret 1656, berkuasa mulai tahun 1669 hingga 1674, dan wafat 7 Mei 1681
Sultan Mohammad Ali
Sultan Mohammad Ali (Karaeng Bisei) Tumenanga ri Jakattara; Lahir 29 November 1654, berkuasa mulai 1674 sampai 1677, dan wafat 15 Agustus 1681
I Mappadulu Daeng Mattimung Karaeng Sanrobone Sultan Abdul Jalil Tuminanga ri Lakiyung. (1677-1709)
La Pareppa Tosappe Wali Sultan Ismail Tuminanga ri Somba Opu (1709-1711)
I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi
I Manrabbia Sultan Najamuddin
I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi; Menjabat untuk kedua kalinya pada tahun 1735
I Mallawagau Sultan Abdul Chair (1735-1742)
I Mappibabasa Sultan Abdul Kudus (1742-1753)
Amas Madina Batara Gowa (diasingkan oleh Belanda ke Sri Lanka) (1747-1795)
I Mallisujawa Daeng Riboko Arungmampu Tuminanga ri Tompobalang (1767-1769)
I Temmassongeng Karaeng Katanka Sultan Zainuddin Tuminanga ri Mattanging (1770-1778)
I Manawari Karaeng Bontolangkasa (1778-1810)
I Mappatunru / I Mangijarang Karaeng Lembang Parang Tuminang ri Katangka (1816-1825)
La Oddanriu Karaeng Katangka Tuminanga ri Suangga (1825-1826)
I Kumala Karaeng Lembang Parang Sultan Abdul Kadir Moh Aidid Tuminanga ri Kakuasanna (1826 – wafat 30 Januari 1893)
I Malingkaan Daeng Nyonri Karaeng Katangka Sultan Idris Tuminanga ri Kalabbiranna (1893 – wafat 18 Mei 1895)
I Makkulau Daeng Serang Karaeng Lembangparang Sultan Husain Tuminang ri Bundu’na; Memerintah sejak tanggal 18 Mei 1895, dimahkotai di Makassar pada tanggal 5 Desember 1895, ia melakukan perlawanan terhadap Hindia Belanda pada tanggal 19 Oktober 1905 dan diberhentikan dengan paksa oleh Hindia Belanda pada 13 April 1906, kemudian meninggal akibat jatuh di Bundukna, dekat Enrekang pada tanggal 25 Desember 1906
I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bonto Nompo Sultan Muhammad Tahur Muhibuddin Tumenanga ri Sungguminasa (1936-1946)
Andi Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin (1946-1978)
Masa Kemerdekaan
Setelah kemerdekaan, Sombayya Ri Gowa saat itu adalah I Mangimangi Dg Mattutu Karaeng Bonto Nompo Sultan Muhammad Tahur Muhibuddin.
Saat Indonesia memproklamirkan kemerdekaan 17 Agustus tahun 1945, setahun kemudian Kerajaan Gowa bergabung dalam bingkai NKRI.
Maka kerajaan Gowa di abadikan menjadi Kabupaten Gowa, dan Andi Idjo Daeng Mattawang, sekaligus menjadi Kepala Daerah TK II Gowa (bupati Gowa) pertama.
Kebesaran Kerajaan Gowa bisa disaksikan sampai kini, dengan beberapa peninggalan sejarahnya.