Majapahit berasal dari nama buah pahit yang banyak terdapat di hutan, yaitu “Maja” dan “Pahit”. Selain dari keunikan namanya, kerajaan ini juga memiliki banyak cerita, di antara semua tirai kejayaannya
Beritaku.id, Budaya – Pepatah mengatakan, bahwa “Bangsa yang besar adalah yang mengetahui sejarahnya”. Dan salah satunya adalah Majapahit, yang telah menjadi bagian dari sejarah besar Bangsa Indonesia.
Oleh: Novianti Lavlia (Penulis Budaya)
Kerajaan Majapahit pernah menjadi pusat pemerintahan, pada akhir abad ke-13 Masehi. Walaupun sebelum itu, lokasinya sempat berpindah – pindah, seiring dengan era kepemimpinan setiap raja yang pernah berkuasa.
Sedangkan pendiri dari kerajaan ini adalah Raden Wijaya. Yaitu menantu dari penguasa Kerajaan Singasari terakhir Raja Kertanegara, yang tewas pada 1292, dalam peristiwa pemberontakan Jayakatwang.
Setelah berhasil selamat dari insiden itu, kemudian Raden Wijaya membuka lahan hutan di Desa Sungai Brantas, yang akhirnya semakin berkembang. Kepesatan dari perkembangannya, akhirnya menjadi cikal bakal dari berdirinya Kerajaan Majapahit.
Deklarasi berdirinya kerajaan tersebut berlangsung setelah Raden Wijaya menundukkan Jayakatwang pada 1293. Sebelum akhirnya Raden Wijaya mendapatkan gelar raja, dengan predikat Kertarajasa Jayawardhana, antara 1293-1309.
Majapahit mencapai kejayaannya pada zaman pemerintahan Hayam Wuruk, yang bergelar Sri Rajasanagara, antara 1350-1389. Raja ini sendiri, merupakan cucu dari Raden Wijaya.
Kepemimpinan Hayam Wuruk menjadi tidak tergoyahkan, karena mendapat dukungan penuh dari Mahapatih Gajah Mada. Saat itu, tokoh terkenal ini, telah memiliki tekad untuk menyatukan Nusantara, berada di bawah Majapahit.
Perjalanan Awal Berdirinya Majapahit
Pusat pemerintahan Kerajaan Majapahit pernah tiga kali mengalami perpindahan tempat, walaupun masih berada di bagian Timur Jawa
1. Mojokerto
Ibu kota pertama terletak di Mojokerto, ketika kerajaan masih berada di bawah kepemimpinan Raden Wijaya, atau Kertarajasa Jayawardhana. Pada masa itu, Kota Kerajaan Hindu – Budha tersebut memiliki julukan Kutaraja. Lokasinya sendiri terletak tidak jauh dari Canggu, yaitu pelabuhan besar di pinggiran Sungai Brantas
Lokasi pelabuhan yang berada di wilayah Kutaraja tersebut, terkenal sangat strategis sebagai pusat perdagangan dan pangkalan militer angkatan laut kerajaan. Dalam sejarahnya, armada Majapahit memang terkenal akan kekuatannya.
2. Trowulan
Tempat berikutnya sebagai ibu kota kerajaan yang kedua adalah Trowulan, yang jaraknya sekitar 12 kilometer dari Kota Mojokerto saat ini. Saat itu kerajaan sudah berada di bawah pimpinan Sri Jayanegara, antara 1309-1328, sebagai penerus Raden Wijaya.
Trowulan sebagai kota kerajaan, berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama. Sejak masa kepemimpinan Sri Jayanegara tahun 1309, hingga menjelang awal runtuhnya kerajaan tersebut, pada abad ke-16 Masehi.
Beberapa pemimpin seperti Tribhuwana Wijayatunggadewi, Ratu Suhita, Hayam Wuruk, dan Bhre Kertabumi atau Brawijaya V, pernah juga berkuasa di Trowulan.
3. Daha
Sebagai akibat dari berbagai permasalahan dan ancaman perang dari Kesultanan Demak saat itu, membuat posisi Majapahit menjadi goyah. Saat itu, tampuk pemerintahan berada di bawah kepemimpinan Bhre Kertabumi atau Brawijaya V, antara 1468-1478.
Saat itu, pengaruh ajaran Islam memang tengah berkembang dengan pesatnya di Jawa, hingga lahirlah Kesultanan Demak. Pimpinan dari kerajaan Islam yang pertama di Jawa tersebut, lahir atas prakarsa Raden Patah, yang merupakan anak dari Brawijaya V.
Ibu kota kerajaan terpaksa pindah ke Daha, karena situasi yang tidak menentu di Trowulan, akibat dari berbagai serangan. Kota yang terletak di Kediri tersebut, sebelumnya merupakan pusat Kerajaan Kediri, di bawah pimpinan Girindrawardhana atau Brawijaya VI, antara 1478-1489.
Sekitar tahun 1517, Kesultanan Demak mengadakan serangan ke Daha, hingga membuat perekonomian Majapahit menjadi lumpuh. Serangan tersebut atas instruksi Pati Unus antara 1488-1521, yang merupakan Sultan Demak kedua, dan juga menantu dari Raden Patah.
Satu dekade setelahnya, yaitu pada tahun 1527, Kesultanan Demak kembali melakukan penyerangan ke Daha. Saat itu instruksi berasal dari Sultan Trenggana, seorang Raja Demak, antara 1521-1546, yang juga adalah adik dari Pati Unus.
Serangan terakhir dari Kesultanan Demak kali ini, pada akhirnya merupakan era dari kehancuran Majapahit. Kerajaan besar yang pernah berkuasa di Nusantara ini, akhirnya harus menghilang dari peradaban.
Kehidupan Sosial Masyarakat Majapahit
Penjabarannya secara singkat, kehidupan sosial di kerajaan besar ini, membagi kelompok masyarakatnya berdasarkan dari status pekerjaan. Pada umumnya, masyarakat kerajaan tersebut adalah petani, dan sisanya merupakan pedagang serta pengrajin.
Selain handal dalam bidang pertanian, Majapahit juga handal dalam bidang perdagangan dan pelayaran, yang kekuasaannya hingga mencapai Asia Tenggara. Barang dagangan yang menjadi ladang uang dari kerajaan ini adalah rempah-rempah, beras, timah, besi, gading, intan, dan kayu cendana.
Kehidupan Sosial Budaya Majapahit
Dalam kehidupan sosial budaya, kerajaan ini mengenal sistem kasta Melccha, Candala dan Tuccha, untuk masyarakat yang berada di lapisan bawah.
Brahmana merupakan kaum pendeta dan juga kesatria, yang masih menjadi keturunan keluarga kerajaan. Sedangkan Waisya, merupakan pedagang dan masyarakat petani atau peternakan. Sedangkan kaum dari golongan Sudra, adalah budak.
Berdasarkan kedudukan sosial budayanya, status perempuan selalu lebih rendah dari kaum laki-laki. Hal tersebut dapat terlihat dari kewajiban setiap perempuan, yang tidak memiliki otoritas apapun dalam kehidupan bermasyarakatnya.
Peraturan tersebut tertulis secara resmi, dalam perundang-undangan di Majapahit. Adapun tujuannya adalah, untuk menghindari terjadinya pergaulan bebas antara lawan jenis.
Selain itu, kerajaan ini juga memiliki perkembangan yang pesat, terutama dalam bidang seni sastra. Beberapa dari hasil karya tersebut, tertuang dalam karya besar berupa Kitab-kitab Negarakertagama, Sutasoma, Kunjarakarna dan yang lainnya.
Kehidupan Beragama Antar Masyarakat Majapahit
Agama yang terdapat di kerajaan ini pada saat itu, adalah Hindu dan Budha. Kedua agama ini berkembang sejajar dan saling berdampingan. Selain itu, masyarakatnya juga sangat menjunjung tinggi toleransi beragama.
Penggambaran tersebut terlihat dari Raja Hayam Wuruk yang menganut Agama Hindu, namun patihnya yang bernama Gajah Mada, beragama Budha.
Kehidupan antar agama di Majapahit juga tertulis dalam Kitab Sutasoma karangan Empu Tantular. Salah satu dari kutipannya menyebutkan tentang “Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa”, yang telah menjadi semboyan Bangsa Indonesia.
Struktur Pemerintahan Majapahit
Dalam masa kekuasaan Hayam Wuruk, sistem pemerintahan di Majapahit dan birokrasinya, berjalan sesuai dengan aturan yang ada. Kerajaan Hindu- Budha ini telah memiliki struktur pemerintahan, sejak Hayam Wuruk berkuasa disana. Saat itu, Raja Hayam Wuruk merupakan pemegang otoritas tertinggi dalam sistem pemerintahan kerajaan.
Dan saat menjalankan roda pemerintahan tersebut, seorang raja memiliki dewan menteri kerajaan, lengkap dengan susunan birokrasinya.
Sistem Birokrasi Kerajaan Majapahit
- Raja merupakan jelmaan dewa dan berhala, sebagai pemegang otoritas tertinggi dalam kerajaan.
- Putra Raja akan memegang jabatan sebagai Rakryan Mahamantri Katrini.
- Jabatan Dewan Menteri atau Rakryan Mantri ri Pakiran-kiran adalah yang mengatur jalannya pemerintahan.
- Sedangkan jabatan Perdana Menteri atau Rakryan Mahapatih, berfungsi sebagai Patih.
- Bhattara Saptaprabu adalah nama lain dari penasihat kerajaan, yang anggotanya adalah dari keluarga kerajaan sendiri.
- Dharmadyaksa adalah sebagai pejabat hukum pemerintahan
- Dharma Upapati, merupakan pejabat keagamaan.
Pembagian Wilayah Kerajaan Majapahit
- Bhumi, suatu wilayah kerajaan yang memiliki pimpinan seorang raja.
- Nagara, setingkat wilayah provinsi, dan memiliki raja bergelar, Natha, Rajya dan Bhre.
- Watek, sama dengan kabupaten, yang memiliki pimpinan seorang Wiyasa atau Bupati.
- Kuwu, wilayah dengan skala kelurahan, dengan pimpinan seorang Lurah.
- Wanua, yang sama dengan desa, dan pemimpinnya memiliki jabatan sebagai Thani.
- Kabuyutan, setingkat dengan dukun, yang akan mengepalai suatu tempat sakral.
Hierarki Dalam Pembagian Wilayah Majapahit
Ketika Majapahit berlokasi di Trowulan, setiap wilayah kekuasaannya memiliki pimpinan seorang bangsawan tinggi yang bergelar Bhre.
Para bangsawan tersebut, umumnya masih merupakan keluarga di lingkungan kerajaan, yang bertugas dalam pengelolaan tugas kerajaan. Contohnya seperti instruksi untuk memungut pajak, mengirim tagihan upeti, serta menjaga setiap perbatasan.
Klasifikasi Dan Hierarki 12 Wilayah Majapahit
1. Kahuripan
Lokasinya terletak di suatu wilayah bernama Janggala, atau Sidoarjo pada saat ini, dengan pemimpinnya adalah Bhre Kahuripan. Saat itu, orang yang memegang jabatan tersebut adalah Tribhuwanatunggadewi, atau ibunda Raja Hayam Wuruk.
Tribhuwanatunggadewi bersama dengan suaminya yang bernama Kertawardhana, berkuasa di Kerajaan Majapahit antara 1328-1350, sebelum menyerahkan kepada putranya.
2. Daha
Daha adalah suatu kota yang masuk dalam wilayah Kediri, yang dahulu pernah menjadi pusat Kerajaan Majapahit, setelah pindah dari Trowulan.
3. Tumapel
Wilayah dari Tumapel terletak di titik pertemuan antara Sungai Brantas dan Sungai Bango, yang dulunya merupakan Kerajaan Singasari. Wilayah tersebut memiliki pemimpin bernama Kertawardhana yang merupakan ayah dari Hayam Wuruk.
4. Wengker
Pada situasi sekarang, wilayah Wengker adalah Kota Ponorogo. Penguasa saat itu adalah Wijayarajasa, yang memiliki jabatan sebagai Bhre, dan merupakan Ia adalah paman dari Hayam Wuruk.
5. Matahun
Kota Bojonegoro saat ini, adalah wilayah Matahun zaman dulu. Pemimpinnya adalah Bhre Rajasawardhana, yang juga suami dari sepupu Hayam Wuruk.
6. Wirabhumi
Lokasi Wirabhumi dulu kala, adalah Kota Blambangan di Banyuwangi, dengan pimpinannya yang bernama Bhre Wirabhumi. Hubungannya dengan keluarga kerajaan adalah, sebagai putra dari Raja Hayam Wuruk.
7. Paguhan
Wilayah Paguhan, adalah Kota Blitar sekarang. Penguasa saat itu adalah Bhre Singhawardhana, atau saudara ipar dari Hayam Wuruk.
8. Kabalan
Bhre Kusumawardhani, adalah putri dari Raja Hayam Wuruk, yang saat ini menjadi Kota malang di Jawa Timur.
9. Pawanuan
Hingga saat ini, masih belum dapat teridentifikasi dengan jelas, lokasi sebenarnya dari Pawanuan ini. Namun yang pasti, pemimpinnya bernama Bhre Surawardhani, yang juga merupakan keponakan dari Raja Hayam Wuruk.
10. Lasem
Wilayah Lasem terletak di pesisir utara Jawa Tengah, yaitu Rembang. Pemimpinnya adalah sepupu dari Hayam Wuruk, yang bernama Bhre Rajasaduhita Indudewi
11. Pajang
Kota Pajang masuk dalam wilayah Surakarta di Jawa Tengah. Yang bertindak sebagai pemimpinnya adalah Bhre Rajasaduhita Iswari, salah satu dari saudara perempuan Hayam Wuruk.
12. Mataram
Yogyakarta merupakan nama lain dari Mataram dahulu kala. Pemimpinnya bernama Bhre Wikramawardhana, salah satu keponakan dari Hayam Wuruk.
Penutup
Majapahit tercatat dalam tinta emas sejarah, sebagai kerajaan adidaya di Nusantara, sejak 13 abad ke – 13 Masehi, hingga sekitar abad ke -16 Masehi. Selain memiliki sejarah dan kehidupan sosial budaya yang unik, masyarakatnya juga sudah memahami arti dari toleransi beragama.
Kerajaan yang memakai falsafah Hindu-Budha ini, ternyata juga telah mengenal akan arti organisasi. Hal ini dapat terlihat dari struktur pemerintahan, dan juga mekanisme dari pembagian wilayahnya, yang masing-masing memiliki seorang pemimpin.