Jika Benar Pilkada 2020 Di tunda Menjadi Pilkada 2021, Maka Demokrasi Pemilihan Kepada Daerah Tertunda Setahun
Beritaku.Id, Politik – Tidak ada yang menduga, bahwa Pilkada 2020 seketika akan ditunda karena Qif-19 atau Covid-19 dan atau Corona Virus menjadi Pilkada 2021, Rabu (1/4/2020)
Jika seandainya usulan penundaan atas usulan KPU RI, Bawaslu RI, Mendagri dan Komisi II DPR RI tersebut diterima, bagaimana keuntungan dan kerugiannya.
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020, untuk memilih Gubernur/Walikota/Bupati sesuai agenda KPU dilaksanakan pada bulan September 2020.
Namun besar kemungkinan pemilihan tersebut akan bergeser sampai 1 tahun kemudian.
Keuntungan Dan Kerugian Pilkada 2020 Tunda
Tidak ada kebijakan yang tidak memiliki petikan keuntungan dan imbas kerugian, semua pasti berimbas.
Begitupun penundaan Penundaan Pilkada, akan menyebabkan berbagai dampak, tetapi pengambil kebijakan nasional akan mengmabil langkah dengan mengedepankan sisi kemanusiaan yang lebih diutamakan.
Keuntungan Tunda Pilkada 2020 :
Berikut 5 keuntungan jika benar Pilkada 2020 ditunda menjadi pilkada 2021
Mengurangi potensi penularan Covid-19
Keuntungan pertama dari tunda pilkada tersebut adalah, Qif-19 atau Covid-19/Corona Virus, menyerang segala arah, awam hingga profesional, rakyat jelata hingga menteri, rakyat biasa hingga idola, hidup melarat hingga yang kaya.
Dengan penularan akibat bersentuhan langsung dengan virus, menyebabkan berbagai upaya untuk mengendalikan persebaran dengan mengurangi atau menghentikan kontak sosial.
Seluruh pertemuan, rapat hingga pesta, olahraga antar kampung hingga pertandingan dalam stadion dihentikan seketika.
Indonesia memakai pola Social Distance, dan menghindari kerumunan massa, termasuk kegiatan politik, kampanye hingga proses pemungutan suara.
Adalah salah satu upaya untuk mengurangi persebaran Virus bagai monster tersebut, adalah langkah yang tepat.
Penundaan hingga Pilkada 2021, merupakan kebijakan yang berupaya untuk mengurangi persebaran adalah langkah yang dianggap sesuatu yang akurat.
Ruang Kepada Pemda untuk Realokasi Anggaran
Pemerintah pusat hingga daerah, telah membentuk gugus kendali Qif-19, entah dengan membentuk wadah baru ataupun memanfaatkan lembaga atau relawan yang ada untuk memberikan tugas khusus pengendalian virus tersebut.
Ini merupakan keuntungan kedua tunda pilkada 2020,
Dengan adanya pertambahan organisasi khusus Corona Virus, maka membutuhkan anggaran belanja kebutuhan untuk operasional kegiatan.
Tidak ada satupun daerah hingga pusat yang memiliki anggaran atau alokasi khusus penangangan Corona Virus tersebut.
Dengan Pilkada 2020 yang ditunda hingga Pilkada 2021, maka rekomendasi hasil rapat bersama penundaan tersebut sekaligus merekomendasikan untuk anggaran Pilkada di setiap daerah melakukan realokasi anggaran untuk penanganan Corona Virus.
270 Daerah (Daftar klik) akan aman dalam hal anggaran jika usulan ini diterima, adapun besaran anggaran pilkada dibeberapa daerah beragam.
Namun jika anggaran tersebut di“alih fungsi”kan ke penganggaran Corona Virus, maka terhitung cukup.
Peluang Bertambahnya Kandidat Pada Pilkada 2021
Dengan penundaan waktu, 3 bulan hingga setahun (pilkada 2021), atau rencana pelaksanaan Pilkada dari upaya menggeser ke Bulan Desember 2020 hingga September 2021.
Maka rencana Pilkada 2021 tersebut secara tidak langsung memberikan peluang, lahirnya kandidat baru untuk ikut bertarung dan menjadi kuda hitam dalam pertarungan disetiap daerah.
Perang yang sementara berlangsung saat ini adalah “perang melawan Qif-19”, sementara setiap perang akan menghasilkan pahlawan dari hasil peperangan tersebut.
Artinya lagi, dengan berubahnya arah “perang Pilkada” menjadi “perang Corona”, bukan tidak mungkin hal tersebut menciptakan pahlawan baru dalam suatu daerah.
Ini menciptakan peluang kandidat baru pada Pilkada 2021.
Ataukah pula, dengan penundaan Pemilihan Kepala Daerah Tersebut, sekaligus memberikan peluang “menunggu” kandidat yang datang terlambat dalam beberapa bulan terakhir ini.
Menambah Kekuatan “Politik Gubernur”
Gubernur yang tidak memasuki fase pergantian pada tahun 2020, atau menjabat 2-3 tahun sebelumnya.
Penundaan pilkada hingga Pilkada 2021 tersebut memberikan amunisi “kekuatan baru” bagi Gubernur, untuk “jika subjektif” secara politis menempatkan pejabat sementara didaerah tertentu.
Sebab dalam beberapa daerah, gubernur yang menjabat tidak mendapatkan dukungan signifikan dari daerah tertentu.
Tentunya untuk daerah yang akan melakukan pergantian pada tahun 2020 atau Pilkada 2021, menjadi ruang “penguatan” posisi politis gubernur didaerah tersebut.
Sebab kewenangan gubernur untuk memberikan 3 usulan nama sebagai pejabat sementara pada daerah yang berakhir masa periodisasi jabatan kepala daerah (Walikota/Bupati) pada tahun 2021.
Menjadi rahasia umum, bahwa incumbent bisa hilang kekuatan setelah naiknya pejabat non definitif, sementara gubernur memiliki “power” untuk mengatur arah pejabat pelaksana, termasuk merapihkan para ASN dalam lingkup pemerintah daerah.
Yang selama ini dijadikan komoditas politik tertentu oleh incumbent
Kerugian Pilkada 2021 :
Dengan Penundaan Pilkada hingga Pilakda 2021, juga menimbulkan kerugian.
Banyak Kepala Daerah Yang Diisi Pejabat (Tidak Definitif)
Dengan penundaan (menjadi Pilkada 2021) tersebut, dimana terdapat beberapa kepala daerah yang berakhir pada bulan september tahun 2021, maka hal tersebut akan membuat beberapa daerah yang akan diisi oleh pejabat pelaksana.
Yang disetujui oleh Menteri Dalam Negeri atas usulan Gubernur, begitupun juga Pejabat Pelaksana Gubernur.
Dengan hal tersebut, maka terdapat beberapa kebijakan strategis yang tidak bisa diambil oleh pejabat pelaksana.
Sebab terdapat beberapa kewenangan (terbatas) antara Pejabat penuh (definitif) dengan pejabat pelaksana.
Sementara pejabat pelaksana dibutuhkan untuk mengisi jabatan sementara sambil menunggu pelantikan pejabat definitif.
Pembengkakan Anggaran Pilkada 2021
Dengan penundaan, maka pembengkakan anggaran Pilkada akan mengalami pembengkakan.
Hal ini disebabkan beberapa agenda telah dilaksanakan sebelumnya (sebagian) akan dilakukan ulang, dan hal itu mengakibatkan alokasi anggaran berulang.
Namun pembengkakan anggaran tersebut, bukanlah hal yang disengaja oleh semua pihak, sebab serangan tiba-tiba dan mematikan oleh Corona Virus yang pandemik, dianggap sesuatu yang realistis.
Kerugian Kandidat Secara Langsung
Dalam beberapa pekan (bulan) terakhir, kandidat telah berlomba untuk mendapatkan dukungan partai, mulai dari upaya konsolidasi partai, ataupun konsolidasi konstituen.
Untuk mendapatkan rekomendasi dukungan, ataupun “membeli” B1KWK sebagai syarat mendaftar di KPUD sebagai kandidat Pilkada 2020, menjadi Calon Gubernur, Walikota maupun Bupati.
Berbagai upaya sosialisasi terjadwal maupun spontanitas telah dilakukan, untuk meningkatkan popularitas hingga elektabilitas (survei).
Namun jika benar terjadi penundaan, maka kandidat yang mengantongi dukungan partai, kini memiliki posisi setara dengan yang belum memiliki rekomendasi (Baca, keuntungan keempat Penundaan Pilkada 2020 Hingga Pilkada 2021).
Segala bentuk rekomendasi atau dukungan yang ada “dibatalkan” seketika. Sehingga tidak ada lagi klaim telah memiliki dukungan partai.
Jadwal pendaftaran telah digeser 3 bulan – 12 bulan, peluang perpindahan dukungan kekandidat lain sangat terbuka lebar.
Termasuk dukungan perseorangan atau maju dengan jalur independen atas dukungan masyarakat.
Meski jumlahnya tidak banyak yang melalui jalur perseorangan.
Perlu diingat bahwa formulir untuk dukungan perseorangan menyebutkan tahun Pemilihan Kepala Daerah yakni periode 2020. Jika saja dilakukan pergeseran ke tahun 2021, maka secara aturan, format tersebut tidak berlaku, sebab terjadi perbedaan tahun dukungan dengan tahun pelaksanaan pemungutan suara.
Kerugian kandidat uang dimaksud adalah kerugian material dan immaterial.
Kegiatan komunikasi partai, menjadi rahasia umum, “tidak ada makan siang gratis”, semua berbayar.
Entah dengan penyebutan mahar, ataukan biaya buka pintu, ataukah pula biaya komunikasi.
Ada beberapa kasus yang terjadi, seorang yang memiliki kemampuan secara visi dan misi, namun tidak mendapatkan rekomendasi, karena tidak mampu menyiapkan “makan siang” yan menyenangkan buat semua.
Penundaan tersebut, membuat matinya masa berlaku “down payment”, ini juga bergantung kebijakan partai.
Berikutnya, kerugian pengerahan massa, baik dengan komunikasi massif dalam satu ruangan besar maupun kampanye dialogis, membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Rendah biayanya tapi sering, akhirnya terakumulasi menjadi biaya besar.
Begitupun yang mau melalui jalur independen, biayanya hampir sama dengan biaya melalui jalur partai, hanya saja kegiatan ini tidak terlalu sulit, sepanjang kandidat adalah tokoh yang memiliki dukungan luas masyarakat konstituen.
Tapi dalam hal biaya, tidak bisa dipandang sebelah mata, sebab fotocopy, kertas, biaya input data sampai materai dan sebagainya, angka untuk kesemua itu juga membutuhkan 9-10 digit uang rupiah.
Tim Pemenangan Tidak Beraktifitas
Tim pemenangan dan managemen Kampanye, adalah kebutuhan seorang kandidat.
Sebab tidak ada kandidat yang menang tanpa manajemen pemenangan yang baik dan terkontrol.
Tim atau manajemen pemenangan adalah suatu “pekerjaan” profesional pada beberapa orang.
Dengan kemampuan untuk melakukan upaya manajerial sistem pemenangan, maka tim pemengan “dibayar mahal” oleh seorang kandidat.
Dengan penundaan Pilkada 2020, maka banyak dari tim pemenangan akan gigit jari karena tertundanya pekerjaan.
Konsultan Politik Tidak Mendapatkan Pekerjaan
Yang ikut tertunda pekerjaannya adalah Konsultan Politik + tim survei kandidat.
Meski tidak semua kandidat memakai, namun keberadaan konsultan politik tersebut sekaligus sebagai upaya untuk menjadi sumber literatur kandidat dari hasil survei yang telah dilakukan.
Bekerja untuk melakukan pemetaan popularitas hingga elektabilitas (strong voter), serta membuka hasil dan peluang kemenangan kandidat.
Pilkada 2020 yang ditunda, akan membuat konsultan politik dimungkinkan akan “dirumahkan”, sebab tidak akan ada kegiatan survei lapangan memungkinkan untuk dilakukan.
Dengan Efek domino Corona Virus atau Covid-19 dan atau Qif-19 tersebut sampai kepada penundaan Pilkada 2020 menjadi Pilkada 2021 (penundaan 3 – 12 bulan) memberikan berbagi keuntungan dan kerugian.