John Sir Menembus Batas Tirani, Menantang Kekuatan, dengan barisan tersendiri yang berlabuh pada idealisme dan kritikan. Ibarat formasi pasukan yang sedang berhadap-hadapan.
Penulis: Syaifoel Hardy (Malang, 3 Maret 2020)
Beritaku.Id, Opini – Dua pekan terakhir, marak berita tentang PPNI vs Nasib John Sir atau Johnrekday. Sosok yang dianggap penuh kontroversi di dunia maya, jagat Perawat Indonesia.
Berani, Fenomenal, Tegas, Bicara Apa Adanya, Kacau, Provokator. Dan Beberapa label yang disematkan kepadanya oleh beberapa orang.
Baca juga : Bisnis Keperawatan, Sejak Tahun 2000 Yang Kini Mulai Memudar
Pro Kontra Nasib John Sir Hingga Terpenjara
Perang, Ada yang pro, ada yang kontra terhadap nasib menimpa John Sir.
Yang pro menganggap pribadi John Sir sebagai pribadi yang membawa angin pembaruan bagi profesi. John Sir adalah simbol, ‘pahlawan’.
Pemberani yang lantang mendobrak tirani atau rezim profesi yang selama ini dianggap menghalagi kemerdekaan berpendapat profesi keperawatan.
Apapun langkah yang ditempunya, John Sir selalu dibela menentang PPNI.
John Sir adalah bentuk konkrit perubahan profesi. Namanya sempat melejit dalam periode 2019 hingga awal 2020 ini.
Baca Juga: Eksploitasi Di RSUD Ogan Ilir, Pecat Bupati Dan Direktur, Bukan Nakes
Di sisi lain, yang kontra menganggap bahwa Jon Sir merupakan sosok perawat yang sembrono, tidak tahu etika bagaimana harus mengedepankan peran komunikasi bagi seorang professional.
Jon Sir adalah sosok yang tidak punya aturan. Semua norma dilanggar. Boro-boro Pahlawan, John Sir bukanlah lambang kebebebasan berpedapat.
Sebaliknya, seorang Jon Sir perusak. Beiau perlu diingatkan, kalau perlu lewat jalur hukum agar tidak terulang.
Perilaku yag ditunjukkan oleh Jon Sir, bisa seperti Efek Domino, menular, merambat ke generasi muda.
John Sir Identik
Jon Sir identik dengan kecerobohan, di mana dia menempuh segala cara adalah halal.
Masalah Jon Sir bagi kelompok ini tidak bakal selesai, sampai kasus dibawa ke rana hukum.
Pertarungan dua pendapat di atas seperti rel Kereta Api, yang tidak akan pernah ketemu.
Hampir setiap hari muncul di medsos hingga saat ini. Lebih ramai lagi ketika Jon Sir masuk Penjara.
Siapa yang diuntung-rugikan? Organisasi Profesi, Perawat, Jon Sir atau Pihak yang Menggugatnya?
Jon Sir adalah perawat. Jon Sir koar-koar di medsos, pasti bukan tanpa sebab.
Baca juga : Eksploitasi Tenaga Keperawatan Adalah Dosa Kemanusiaan
Ada 3 hal yang kemungkinan melatar-belakangi mengapa ini terjadi. Kita tidak tahu hingga diungkap di meja hijau mengapa beliau masuk Bui.
Kita yang hanya berperan sebagai penonton, berusaha untuk menganalisanya.
Pertama, ini bsa terjadi karena murni kepeduliannya terhadap nasib profesi keperawatan akhir-akhir ini. Inilah yang sering diungkap oleh Jon Sir dalam setiap update statusnya.
Kedua, bisa juga karena ambisi pribadi. Kita tidak tahu dalam hati seseorang, karena setiap orang pasti punya ambisi.
Ketiga, bisa juga karena ‘dendam’ pribadi. Yang ketiga in bisa terbaca lewat coretan-coretan Jon Sir yang tidak segan-segan menuliskan nama orang dengan kosa kata menyerang secara vulgar.
PPNI: Perang Opini Hingga Hukum
Tiga persoalan di atas lah yang kemudian menimbulkan dalam tubuh PPNI, persepsi berbeda dari orang per orang, meskipun profesinya sama: Perawat.
Ada yang membiarkan. Ada yang sedikit perhatian. Ada yang serius hingga sangat serius menanggapinya.
Nah, yang terakhir ini yang perlu kita garis bawahi, karena ada pihak yang sangat serius inilah yang membuat Jon Sir masuk penjara.
Saudara…..
Sebagai perawat professional, kalau kita haru jeli mempelajari kasusnya. Mestinya kasus nasib Jon Sir bisa diselesaikan di dalam wadah profesi, tanpa melibatkan Meja Hijau.
Hanya saja kita sadari, persepsi dari orang per orang berbeda. Sepele bagi yang satu, bisa sangat merugikan bagi lainnya.
Walaupun memang Indonesia ini adalah Negara Hukum. Akan tetapi bukan berarti bahwa yang melakukan segala sesuatu pasti ada hukumya harus dihukum. Itu namanya gegabah.
Pertama, dari sudut TransCultural Nursing.
Jon Sir itu dari NTT. Kita tahu budaya orang NTT tidak sama dengan orang Jawa. NTT lebih frontal, terbuka.
Tidak sama dengan mayoritas orang Jawa yang tertutup dan mengedepankan unggah-ungguh yang barangkali tidak berlaku di NTT.
Karena beda kebiasaan dan budaya dan karakter ini, bukan berarti Jon Sir berbuat sebuah kesalahan bagi sementara orang.
Keterbukaan Jon Sir adalah hal biasa bagi orang NTT, namun tidak bagi orang Jawa. Inilah hal pertama yang harus kita pahami.
Kedua, sisi anggota OP. Jon Sir adalah anggota OP. Jika melanggar, very simple.
Panggil yang bersangkutan, ajak diskusi. Jika perlu seminarkan agar ada kepuasan dari kedua belah pihak.
Diskusi dalam profesi adalah hal biasa.Keterbukaan ini penting. Mengapa Jon Sir koar-koar?
Barangkali karena tidak adanya keterbukaan dari pihak OP. Akibatya, apa yang menurut Jon Sir isu OP, ditanggapi sebagai isu pribadi leh orang lain, hanya karena tidak terjadi penanganan professional dalam tubuh OP.
Ketiga, tidak ada penengah. Dalam OP memang ada Dewan Pertimbangan Saat anggotanya masuk Penjara karena konflik dengan sesama anggota, di mana peran Dewan Pertimbangan atau Dewan Penasehat Apakah kejadian ini dibarkan karena diaaggap rana pribadi?
Inilah persoalan yang peru dijelaskan di medsos juga agar semua anggota paham. Setidaknya secara umum dulu.
Tidak harus menyebutkan nama Jon Sir atau orang yang ‘diserangnya’. Dengan demikian, isu yang dilontarkan oleh Jon Sir, dijawab atau ditanggapi oleh Pengurus OP.
Bukannya dibiarkan kemudian merambat ke Balik Terali Besi.
Keempat, kasus Jon Sir ini bisa berdampak negative. Anggota akan kehilangan kepercayaan terhadap pengurus.
Anggota menilai bahwa pengurus seakan-akan menakut-nakuti anggota dengan Hukum dengan ancaman Penjara bagi yang kritis.
OP bukannya berperan melindungi anggota.
OP bukan lagi pelayan, tetapi OP adalah Boss yang antikritik (Seperti tulisan bang Jon, klik), bisa berbuat apa saja terhadap anggota yang ‘nakal’. OP bukannya sebagai ‘Pembina’.
Seharusnya, kalau mau berfikir panjang.
Kasus Jon Sir bisa diselesakan internal. Panggil kedua belah pihak. Jangan ada yang merasa superior.
Kita ini bukan siapa-siapa. Semua juga perawat dan akan pensiun pada masanya serta dilupakan semua orang.
So, diskusikan, libatkan pihak penengah. Tuntaskan masalahnya. Bukan perang sesama anggota profesi.
Percayalah, kasus seperti ini merusak reputasi kita semua.
Ringkasnya, kasus Jon Sir bisa kita jadikan bahan refleksi. Sesama perawat jika perang, yang menang pun tidak dapat keutungan apa-apa. Malah bisa jadi Bumerang. Sementara para penonton, profesi kesehatan lain dan masyarakat, bakal tepuk tangan.
Koq hanya segini kualitas perawat Indonesia? Masih bentrokan di rumah sendiri, tega-teganya menjebloskan kolega sendiri, tidak mampu berkomunikasi, lha koq nuntut mau jadi Menteri?
Contact Person 081336691813.