Theater Tradisional di Indonesia sebenarnya banyak sekali macamnya dan setiap daerah di nusantara pasti punya teater tradisionalnya masing-masing. Namun karena perubahan jaman banyak pertunjukan ini mulai ditinggalkan karena dianggap kuno
Beritaku.id, Organisasi dan Komunikasi – Seni theater merupakan sebuah warisan budaya masa lampau.
Oleh: Tika Yanti (Penulis Organisasi dan Komunikasi)
Memainkan peran di atas panggung, melatih vokal dan intonasi, nyanyian dan musik saling mengiringi merupakan sebuah pemandangan yang menghanyutkan penonton.
Ketika jaman dulu kegiatan ini menjadi salah satu yang dinantikan, orang-orang berduyun-duyun datang ke teater. Ajang hiburan dan bertemu dengan banyak teman membuat teater menjadi tempat yang selalu ramai.
Jadwal pementasan, judul, dan tokoh yang memainkan peran adalah kunci dari ramainya penonton.
Kesalahan di atas panggung bukanlah suatu dosa. Semua mata memandang serius dan para pemeran melakoni dengan penuh penghayatan demi riuhnya tepuk tangan penonton.
Pengertian Theater Tradisional
Teater merupakan sebuah pertunjukan seni peran yang mengacu pada naskah.
Tujuannya adalah untuk menghibur. Nyanyian dan musik akan mengiringi pertunjukan.
Alur dalam teater adalah mengenai kisah hidup seseorang. Pengemasan seni peran ini saat ini dapat berupa cerita fiktif maupun non fiktif.
Teater sarat akan ciri khas suatu negara atau daerah namun ada pula yang merupakan sisipan dari beberapa negara atau daerah.
Teater tradisional atau teater daerah adalah sebuah pertunjukan di atas panggung dengan mengangkat nilai-nilai budaya setempat.
Pemeran teater adalah masyarakat setempat dan tidak jarang menggunakan bahasa daerah.
Tujuannya adalah untuk memperkenalkan budaya atau memberi pengaruh kepada penonton.
Dalam hal ini penonton dapat menganalisa sesuai sudut pandang mereka masing-masing.
Bagaimana makna tersirat dalam sebuah pertunjukan. Tidak heran ketika penampilan, intonasi, maupun perkataan pemeran kurang menghayati membuat penonton memilih mundur teratur.
Ciri-Ciri theater tradisional
Teater tradisional tidak membutuhkan panggung yang megah. Semua peralatan yang digunakan sederhana termasuk kostum para pemain.
Tidak ada tata rias berlebihan. di beberapa daerah, mereka menggunakan topeng.
Ada pula yang menggunakan alat bantu seperti wayang. Kentalnya logat juga menunjukkan ciri khas daerah tersebut. Beberapa ciri lainnya adalah:
Cerita monoton
Berkisah tentang budaya, adat, maupun mitos turun temurun. Oleh sebab itu cerita maupun alur teater tradisional bersifat monoton. Tidak ada improvisasi pada alur cerita.
Tidak heran ketika penonton yang sudah pernah menyaksikan judul cerita yang sama umumnya akan malas menonton kembali.
Apalagi jika pemeran dalam cerita tersebut kurang menghayati peran atau tidak dapat membuat pertunjukan menjadi hidup.
Tidak membutuhkan latihan khusus
Para pemain teater tradisional adalah masyarakat sekitar. Produser hanya memberikan garis besar cerita.
Bahkan terkadang penyelenggaraan teater bersifat mendadak. Mereka juga tidak perlu berganti latar atau berpindah-pindah tempat.
Kemungkinan untuk berganti kostum sangat mungkin. Namun jika berganti tempat sangat sulit dalam mengaplikasikannya.
Tidak ada naskah
Membuat naskah akan memakan waktu lama. Bahkan mempelajarinya memerlukan latihan demi latihan.
Pada teater tradisional, tuntutan pemain untuk dapat berimprovisasi sangat tinggi. Ketika lawan main melakoni peran dan dialognya, maka lawan main lainnya harus mampu menimpali.
Tidak sedikit dari improvisasi tersebut yang memukau penonton. Namun jika tidak bisa mengikuti arah pembicaraan lawan main, maka bersiaplah teater akan sepi pengunjung.
Ketika mereka harus mengacu pada naskah, biasanya para pemain akan menghafalnya.
Tidak ada reka adegan atau tampilan belakang layar dengan beberapa kesalahan lalu bisa mengulang.
Semua penampilan merupakan siaran langsung. Jika ada kesalahan maka para pemain harus mampu mengendalikan keadaan sehingga penonton tidak secara gamblang mengetahuinya.
Baca Juga Beritaku: Keunikan Teater: Definisi, Sejarah, Ciri Serta 3 Teknik Latihan Pra Pentas
Menyatu dalam masyarakat
Tidak adanya panggung yang megah, dekorasi, dan teknologi serba canggih membuat teater tradisional sangat menyatu dengan masyarakat.
Pertunjukan dapat meminjam sebuah lahan kosong atau di rumah kepala dukuh. Jam pertunjukan pun menyesuaikan waktu berkumpul masyarakat.
Apabila kurang terang dan lainnya maka dengan sigap tim pembantu mencarikan solusi. Segala pihak yang terlibat dalam pementasan tidak akan dapat duduk tenang kecuali penampilan telah usai dengan gemilang.
Teater tradisional terdiri atas beberapa jenis seperti teater transisi, teater klasik, dan teater rakyat.
Teater transisi memiliki gaya penyajian yang terpengaruh oleh teater barat. Beberapa sisipan masuk ke dalamnya sehingga menjadi tidak murni lagi. contohnya adalah seperti Srimulat.
Kemudian Teater Klasik yang memiliki sifat feodalistik contohnya adalah wayang golek.
Terakhir adalah teater rakyat memiliki sifat improvisasi dan menyatu dengan kehidupan rakyat.
Contohnya adalah Jemblung di Jawa Tengah. Masih banyak contoh-contoh jenis teater lainnya. Semua seni gerak dan mimik pemain hanya dapat dilihat satu kali saat pementasan berlangsung.
Daftar Theater Tradisional Indonesia
Begitu banyak daftar teater tradisional Indonesia contohnya adalah:
Theater Randai yang merupakan teater dari daerah Minangkabau
Seni peran ini menggunakan dialog, gurindam, dan gendang. Perpaduan ketiganya mengharuskan pemeran mengeluarkan suara yang keras.
Musiknya menggunakan batang padi namanya adalah Puput. Ada juga musik pengiring lainnya yaitu telempong.
Banyaknya musik yang mengiringi juga membuat penonton tidak mengantuk karena pada dialog atau adegan tertentu pemain musik akan memberikan irama keras.
Theater Calon Arang adalah teater tradisional dari Klungkung, Bali
Calon Arang mulai dikenal pada tahun 1825 an dan awalnya merupakan pengiring dalam judi poker.
Tujuan pementasan ini adalah untuk menolak bala dan sebagai sumber keberuntungan.
Kisah Ceritanya mengutip dari kitab Calonarang. Seiring berkembangnya jaman, pementasan Calon Arang kerap sebagai penghibur wisatawan.
Mitos yang beredar adalah tidak diperkenankan meninggalkan pementasan sebelum usai.
Hal itu karena adanya sosok ghaib yang akan mengikuti. Calon Arang sendiri cukup terkenal dengan magisnya.
Seseorang yang berperan menjadi Calon Arang akan kemasukan roh sehingga dapat melakukan berbagai aksi debus.
Theater Mendu berasal dari Kepulauan Riau
Bercerita mengenai kisah dewa Mendu di daerah Natuna. Mendu memiliki 7 episode dalam pementasan.
Ciri khasnya adalah tidak menggunakan naskah sehingga para pemain harus benar-benar hafal dengan alur cerita.
Pertunjukan ini memiliki ciri khas yaitu adanya pengiring alat musik tradisional seperti Gong, bedug, kaleng, dan gendang.
Butuh sebuah tempat yang luas untuk melakukan pementasan ini. Memiliki pengiring musik yang cukup banyak dan harus dekat dengan pemeran membuat Mendu membutuhkan tempat yang sesuai. Durasi dalam pementasan ini terbilang lama namun tidak membosankan.
Theater Pertunjukan wayang orang.
Nama dari pertunjukan ini merupakan kisah cerita pewayangan. Orang Jawa menyebutnya dengan wayang wong.
Kisah-kisahnya cukup banyak menayangkan kisah Mahabarata dan Ramayana.
Baik kostum maupun dekorasi sesuai dengan pemeran wayang pada cerita asli. Sebisa mungkin mereka tidak akan mengubah apa yang sudah ada sejak dulu.
Wayang orang tidak dapat berdiri sendiri. butuh seorang dalang handal dalam memainkannya.
Tidak hanya menggunakan bahasa Jawa namun juga terdapat beberapa selingan tembang jawa.
Seorang dalang harus mampu menyanyikannya termasuk mengubah jenis suara mereka.
Hal itu karena dalang memegang kendali atas wayang-wayangnya. Satu cerita dapat melibatkan dua hingga tiga lakon.
Dalang lah yang mengerakkan ketiganya secara bergantian. Mereka harus menghafal dialog, menggerakkan wayang, dan mengubah-ubah suara mereka. Dalang memang benar-benar hebat.
Baca Juga Beritaku: Tulisan Yang Merangkum, Tanya Jawab Seputar Drama Teater, Pementasan
Theater Lenong lahir dan berkembang di Betawi
Lenong merupakan salah satu pertunjukan yang sangat mendunia. Ciri-cirinya adalah dialog dengan guyon.
Tidak hanya itu, pertunjukan ini juga memiliki pengiring alat musik. Penonton akan sangat senang menyaksikan lenong karena adanya tawa.
Sampai saat ini beberapa televisi nasinal masih menayangkan lenong. Ceritanya identik dengan masyarakat sekitar tanpa unsur modernisasi.
Masyarakat yang hidup berdampingan dalam sebuah dusun maupun isu-isu populer di masyarakat.
Pemeran tidak mengemasnya dengan serius sehingga segala usia dapat menikmatinya.
Theater Reog Ponorogo
Reog berasal dari Ponorogo dan memiliki ciri khas yaitu topeng berwajah singa dengan postur badan yang besar dan tinggi.
Pertunjukan ini merupakan pertunjukan tarian yang memiliki unsur magis.
Tidak heran jika saat memasuki titik puncak acara, seseorang akan mengalami kerasukan dan pada pertunjukan ini tidak ada dialog.
Pementasan Reog masih berlaku hingga sekarang. Setiap adanya upacara adat, perayaan, atau tanggal-tanggal tertentu versi Jawa maka Reog akan muncul.
Penyambutan terhadap para wisatawan pun menggunakan Reog. Tidak hanya harus menguasai gerakan-gerakan, namun pemeran Reog juga harus memiliki mental yang kuat.
Beriringan dengan makhluk halus bukanlah hal yang mudah. Stamina dan ritual khusus sangat penting sebelum memulai pertunjukan.
Theater Ketoprak
Ketoprak merupakan teater tradisional dari kota Jogjakarta pada tahun 1925. Kesenian ini terus berkembang dengan ciri khas alat musik yang digunakan yaitu gendang.
Pada saat pertunjukan ada beberapa alat musik yang ikut mengiringi yaitu kenong dan seruling.
Ceritanya berkisar tentang kerajaan dengan memiliki banyak pemeran yang berkarakter berbeda.
Kostum pada pertunjukan ini sedikit merepotkan karena harus bernuansa kerajaan tempo dulu.
Bahkan cara merias pemeran pun membutuhkan teknik khusus. Tidak jarang pertunjukan ini hanya melibatkan orang-orang yang sudah mahir dan kurangnya regenerasi.
Matinya Kreatifitas teater Pada Zaman Milenial
Masyarakat milenial memiliki televisi di rumahnya masing-masing. Tidak hanya itu, bioskop dengan efek 3 dimensi mampu menarik perhatian generasi saat ini.
Tayangan-tayangan pada televisi menampilkan sesuatu yang beragam dan secara visual sangat menyenangkan.
Tidak sedikit dari mereka yang sangat asyik menonton televisi dan enggan keluar dari rumah apalagi hanya untuk menyaksikan teater.
Mereka menganggap bahwa teater tradisional bersifat kuno bahkan ceritanya pun tidak sesuai dengan perkembangan zaman.
Cerita yang sangat konvensional membuat anak muda tidak bersemangat untuk menyaksikan teater.
Sebabnya adalah beberapa teater tradisional memaksakan ketetapan-ketetapan yang konvensional seperti gaya bahasanya yang sangat penuh dengan sastra.
Tidak hanya itu, generasi milenial tidak suka memikirkan makna makna tersirat. Memahami bahasa dalam teater tradisional sungguh menguras energi.
Mereka ingin mendapatkan suatu hiburan dari sebuah pertunjukan yang sesuai dengan selera mereka seperti penuh dengan kisah romantis ataupun penuh dengan humor.
Hal lain yang membuat anak muda malas mendatangi teater tradisional adalah karena tidak adanya regenarasi pemain teater. Umumnya mereka adalah orang-orang yang cukup tua.
Generasi saat ini menyukai tokoh-tokoh yang tampan dan cantik. Mereka bukanlah pemeran dengan baju kerajaan penuh emas namun dengan konsep kerajaan Barat.
Anak muda seolah telah merasa jenuh dengan pemandangan dalam negeri sesuai sejarah sehingga mereka menginginkan suguhan baru.
Walaupun teater bersifat gratis tetap saja tidak membuat anak muda bergerak mendatanginya.
Sebaiknya para pemeran teater mencoba untuk lebih inovatif dan regeneratif.
Baca Juga Beritaku: Senam Akrobatik: 4 Teknik, Manfaat Dan Sensualisme