Nurdin Rahman, Anak Petani Dari Bulukumba, Dengan Kondisi Geografis Tanah Berbatu, Tidak Menghalangi Tekad Belajar.
Beritaku.Id, Sosok – Tidak ada manusia yang langsung menjadi orang hebat. Semua dimulai prosesnya dari bawah. Contoh Prof. Nurdin Rahman.
Dia adalah Pakar dan sekaligus penulis di website Beritaku.Id dan beberapa media ternama lainnya.
Tepatnya 4 Maret 1967 lahirlah seorang anak petani bernama Nurdin Rahman di Salobundang Desa Dwitiro (sekarang Desa Buhung Bundang) Kecamatan Bontotioro.
Daerah ini ada di Kabupaten Bulukumba.
Kenal Nama Dato Di Tiro? Penyebar agama Islam di Bulukumba?
Nah Desa tempat kelahiran “Nurung” ada didekat makam Datuk di Tiro tersebut.
Dengan nama kecil “Nurung” yang anaknya termasuk pemalu.
Pada tahun 1974 mulai masuk Sekolah Dasar di SDN No. 136 Salobundang. Apakah berpakian merah putih?
Kondisi sangat sederhana pada saat itu (belum ada pakaian seragam, bahwa hanya pakai sandal/atau kadang-kadang tidak pakai sandal).
Telanjang kaki jadinya, percaya diri. Gak canggung. Bayangkan pula kondisi tanah merah yang menempel di kaki.
Musim di Indonesia yang terdiri dari beberapa musim, yakni kemarau dan musim hujan. Ketika musim hujan datang merayapi.
Maka jalanan akan berlumpur. Sekolah tetap jalan. Tidak boleh berhenti sekolah. Waktu itu ia bermimpi menjadi Guru Besar.
Sekedar mimpi saja, meski dia pahami segala keterbatasan.
Ada Daun Talas Dalam Perjalanan Nurdin Rahman
Dan kalau hujan hanya bermodalkan daun talas. Atau daun pisang yang biasa diambil dipinggir jalan untuk melindungi kepala saja supaya tidak basah.
Sebelum ada gedung sekolah yang permanen pernah belajar di bawah kolong rumah.
Yang berkesan di sini kita biasanya setiap hari. Jarang tidak membersihkan tahi ayam baik di bangku maupun di meja. Karena yang punya rumah memelihara ayam.
Rangking 1 Di Kolong Rumah
Selama di SD. Rangking 1 adalah rata-rata peringkat yang diraihnya.
Pelajaran yang paling disenangi adalah matematika, pelajaran yang banyak dijauhi anak lain.
Pada saat mengikuti ujian sewaktu kelas V, biasanya diminta oleh guru untuk duduk dikursi beliau mengingat kalau duduk dibelakang,
Biasa diganggu oleh teman-teman untuk melihat atau meminta jawaban.
Karena dianggap nilai pekerjaan ujian yang selalu mendapatkan nilai diatas rata-rata.
Nurdin Rahman Masuk SMP
Tepatnya pada tahun 1980 masuk SMPN 1187 Bontotiro di Desa Ekatiro (sekitar 2 km dari Salobundang).
Setiap hari jalan kaki (sudah memakai sepatu).
Walaupun sepatu biasanya disimpan di bawah kolong rumah keluarga di Hila-hila (Dekat sekolah) supaya tidak cepat rusak maksudnya.
Biasanya paling cepat tiba di rumah pada pukul 14.00 wita. Kalau beruntung biasanya sama teman-temannya nekad naik mobil tangki dan duduk di atas tangki (minyak tanah).
Dihardik Sopir
Atau naik menumpang mobil yang pulang dari Ziarah Makam Datotiro dengan cara menggantung. Di belakang walaupun tidak jarang kita diminta turun oleh sopirnya dengan cara dihardik.
Dia bilang namate inni a’rakkko a’dabbung (mau mau mati ini, mau ko jatuh maksudny)
Masuk SMA
Tepatnya tahun 1983 lulus dan masuk SMA 198 Bulukumba (SMA 1 sekarang), jaraknya sekitar 35 km dari kampung.
Pada saat ini untuk pertama kalinya memakai celana panjang (kaku juga hehehe).
Tentunnya tidak bisa pulang lagi setiap hari ke kampung, sehingga orang meminta untuk tinggal di rumah keluarga.
Yang namanya tinggal di rumah keluarga tentu kita harus mengikuti irama beliau. banyak belajar dari keluarga (sepupu).
Ini tentang kedisiplinan waktu. Kesabaran adalah modal satu-satunya.
Karena pekerjaan mencuci, menyapu, memasak, menyajikan makanan, bahwa mengolah kebunpun di belakang rumah, jalani pula.
Satu tekad, harus berhasil studi. Tidak ada sesuatu berat kalau kita ikhlas. Akhirnya pada tahun 1986 lulus dengan dasar keilmuwan bidang IPA.
Dan pada tahun yang sama diterima menjadi Mahasiswa baru di IKIP Ujung Pandang (sekarang UNM Makassar) Jurusan Pendidikan Kimia.
Pada semester awal mengikuti kuliah di Gunung Sari dan pada menjelang semester tiga hingga selesai studi, kuliahnya di Kampus Paratambung.
Budaya Jalan Kaki
Dalam rentang Masa kuliah ini tinggal di Asrama II Bontotiro di Jl. Sultan Alauddin II bersama teman-teman dari Bontorito. Dari sinipun masih sering jalan kaki ke Gunung Sari, kadang juga naik mobil Volvo (yang bertingkat) dengan biaya karcis Rp. 50 (lima puluh rupiah) sekali jalan.
Kalau ke Parangtambung juga biasa jalan kali lewat Mannuruki bahkan lewat sawah (tentu angkat sepatu karena becek).
Kalau memasak di asrama tidak ada lagi yang sulit bagi karena sudah terbiasa.
Setelah berhasil mempertahankan Tesis (bukan skripsi namanya pada waktu itu) di hadapan dewan dosen penguji.
Pada waktu itu diberikan dua pilihan untuk menjadi sarjana. Yaitu Jalur kuliah dan Jalur Tesis.
Jalur Kuliah harus menyelesaikan minimal 144 SKS dan tidak ada menyusun karya ilmiah (Tesis).
Kalau jalur tesis harus mengambil minimal 160 SKS. (jadi kita harus harus mengambil 16 SKS lagi sebagai matakuliah paket untuk tesis).
Kalau jalur tesis maka bersyarat untuk bisa mendaftar sebagai dosen.
Namun Alhamdulillah bisa selesai studi/wisuda dan malah bersamaan waktunya dengan teman-teman yang hanya mengambil jalur kuliah.
Tepatnya ketika perang teluk, memperoleh gelar Sarjana dengan sebutan Drs (Doktorandus, sekarang S.Pd) pada tahun 1991.
Alhamdulillah tantangan ini ambil (cita-cita sewaktu SD adalah ingin menjadi maha guru (gurunya guru atau dosen).
Tahun 1992 mendaftar menjadi calon dosen di Jurusan Pendidikan Kimia IKIP Ujung Pandang namun belum rejeki, belum lulus.
Akhirnya tahun berikutnya tepatnya tepat 13 September 1992 (tepatnya sehari setelah pesta pernikahan selesai).
Pertama Kali Naik Pesawat
Cemas, dan bangga. Senang. Ini Besi terbang, hanya disaksikan lewat terbangnya didarat. Hasrat hati ingin duduk dibangku pesawat. Bagaimana rasanya itu.
Untuk pertama kali naik pesawat, hebat sekali perasaan bisa terbang ke Palu dengan pesawat Merpati.
Untuk mengikuti tes penerimaan dosen di Universitas Tadulako (UNTAD) Palu.
Pesaing banyak. Namun kehendak Allah tidak bisa dibatasi. Di nyatakan Lulus.
Selama kurang lebih lebih dua tahun mengabdi sebagai dosen, lanjut studi pada tahun 1995. Di Universitas Gadjah Mada (biaya beasiswa dari Kemedikbud). Dengan tahap matrikulasi atau Pra S2 dengan masa satu tahun.
Masa rentang waktu ini sangat mendebarkan dan stress tinggi. Semua mahasiswa yang berasal dari latar belakang keguruan (IKIP). Harus mengikuti Pra S2 untuk pendalaman materi (supaya paling tidak pengetahuan kita sejajar dengan alumni kimia UGM. maksudnya).
Dengan ketekunan dan ketelatenan dari belajar dan rajin bertanya/berdiskusi dengan teman2 bisa bisa lulus dari tahap ini.
Perasaaan stress cukup tinggi karena kalau kita gagal Pra S2 ini, kita akan dipulangkan. Tanpa gelar (malu kita sama keluarga dan juga pada teman di kampus asal).
Akhirnya pada tahap selanjutnya lanjut S2 dengan jurusan yang sama yaitu Bidang Kimia dengan spesifikasi Kimia Analitik.
Pada masa studi ini, anak yang kedua lahir di Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta (isteri memang mendampingi selama sekolah). Sebuah nikmat yang luar biasa.
Akhirnya tahun 1998 selesai studi dengan Gelar M.Si dan selanjutnya pulang ke Palu untuk megajar lagi.
Setelah 8 tahun mengajar lagi, studi lanjut lagi Program Doktor (S3) di Institut Pertanian Bogor. Bidang Ilmu Gizi Masyarakat dengan Biaya (beasiswa) dari Kemendiknas.
Budaya Jalan Kaki Hingga Di Bogor
Tiga anak yang pertama titip sama Mertua di Kampung Salobundang. Dan dua yang terakhir masih kecil-kecil bawa ke Bogor (sekolah TK di sana).
Selama di Bogor tinggal di rumah kontrakan yang sangat sederhana dekat kampus, lagi-lagi jalan kaki lagi. Namun jaraknya cukup dekat tidak cukup 1 km.
Yang namanya sekolah S3 hampir 90% kita belajar mandiri. Dosen memberikan pokok-pokok materi mengarahkan kita, selanjutnya kita diberikan tugas-tugas mandiri.
Kita mencari sendiri materi, menyusun sendiri, menyajikan sendiri dan mempertanggunjawabkan sendiri pada saat presentase.
Namun dengan banyaknya tugas yang diberikan oleh dosen maka kita semakin intens belajar bahkan hingga dini hari.
Pokoknya kita kita ditempa hingga menjadi tangguh dengan harapan bahwa seorang Alumni S3. Idealnya harus mampu menguasai bidang ilmunya dan tentunya diharapkan setidaknya selalu bisa menjawab pertanyaan mengapa.
Karena pertanyaan Why ini relatif susah menjawabnya, karena menyangkut substansi/filosofi llmu tersebut.
Selama studi S3 hampir tidak ada hambatan yang berarti. Bisa cepat turun penelitian dengan biaya hibah dari Departemen Pertanian RI. Dan beberapa kali mendapatkan hibah penelitian dari Kemendiknas pada waktu itu.
Alhamdulillah pada tahap-tahap air penyelesaiaan studi S3 relatif kurang hambatan dari segi keuangan. Walaupun pada awal keberangkatan ke Bogor harus minta bantuan sama Kakak di kampung.
Untuk biaya transportasi, biaya hidup, dan kontrakan kamar, karena pada saat itu beasiswa tidak langsung diberikan. Beasiswa diberikan biasanya nanti pada bulan ketiga semester berjalan.
Akhirnya pada Agustus tahun 2009 lulus program Doktor dengan masa studi. Yang relatif singkat hanya 2 tahun 11 bulan dengan IPK 3,94.
Mengbadi di Tadulako
Pada tahun ini juga kembali mengabdi mengajar di Universitas Tadulako di Program Studi Kimia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Pada tahun 2011 hingga tahun 2017 menjabat sebagai Kepala Pusat Penelitian dan Lingkungan Hidup (PPLH) UNTAD.
Pindah Homebase
Dalam rentang waktu tersebut tepatnya tahun 2014 sampai pindah homebase dari FKIP ke Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UNTAD.
Pindah homebase, dengan alasan bahwa:
(1) Harus mendalami Ilmu Gizi di Fakultas ini (karena di FKIP tidak ada mata kuliah tentang Gizi),
(2) Ingin menjadi Guru Besar di bidang Gizi.
Karena S1 dan S2 adalah bidang kimia, walaupun Kimia adalah ilmu dasar dan merupakan rohnya Ilmu Gizi. Ingin lebih menambah wawasan ilmu Gizi pada level bawah. Kembali kuliah mengambil S2 bidang Gizi pada Pascasarjana di Universitas Indonesia Timur di Makassar (Jl. Rappocini Raya) pada tahun 2013.
Untuk kuliah di sini bolak balik ke Palu karena kuliahnya hanya hari Sabtu dan Minggu (waktu kuliahnya dipadatkan),
Setiap minggu malam pulang ke Palu dan begitu seterusnya. dan akhirnya selesai pada tahun 2015 dengan gelar M.Kes.
Nurdin Rahman Anak Petani Jadi Dekan
Pikir yah, dari kampung Bontotiro, dengan sekolah SD. Meja dan Kursi penuh Tai Ayam. Pulang sekolah waktu SMP menggelantung di Mobil.
Kini ia Jadi Dekan.
Dengan berjalannya waktu pada tahun 2017 dipercayakan oleh Rektor UNTAD menjadi Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat UNTAD sampai sekarang.
Dalam masa jabatan sebagai Dekan mengurus berkas untuk pengusulan Guru Besar Ilmu Gizi mulai bulan Agustus tahun 2019.
Selama kurang lebih 4 bulan berkas direview/divalidasi dan dinilai tentang kelayakannya oleh Tim Validator dan Penilai Angka Kredit UNTAD.
Tepatnya bulan Desember 2018 berkas dinyatakan layak oleh Tim. Dan segera dikirim ke Jakarta untuk di Review oleh Tim Penilai Kemenristekdikti.
Guru Besar Prof Nurdin Rahman
Tepatnya tanggal 9 Juli 2019 SK Guru Besar Bidang Ilmu Gizi ditandatangani oleh Menristekdikti (Prof. Mohamad Nasir) berlaku 1 Juni 2019.
Ia mendapatkan Gelar Akademik tertinggi Prof.Dr.Drs Nurdin Rahman, M.Si.M.Kes
Akhirnya begitulah kisah perjalanan panjang menuntut ilmu hingga mencapai Guru Besar…penuh dengan pengalaman menarik,unik dan juga penuh lika liku.
Modal kesuksesan adalah senantiasa disiplin dan mengharga waktu. Jangan menunda waktu untuk meraih sesuatu yang baik (tidak melanggar norma) karena boleh jadi kesempatan itu tidak datang dua kali.
Dan tentunya juga selalu disertai dengan doa. Selalu berdoa: Ya Allah mudahkan segala urusan. Janganlah Engkau berikan beban dimana beban itu tidak mampu memikulnya.
Wassalam, Palu 27 April 2020
Tulisan Yang Berhubungan Dengan Pakar : Hikmah Sehat Di Balik Puasa Ramadhan Secara Ilmiah