Budaya Merokok sudah sangat kental bagi masyarakat Indonesia bahkan dunia. Di tanah air, terdapat 4 jenis tembakau nikmat yang biasa dikonsumsi. Meski telah menjadi budaya dengan sejarah yang panjang, hingga kini terdapat stigma yang berbeda terhadap laki-laki dan perempuan perokok. Dalam Islam, para ulama masih belum sepakat tentang hukum merokok.
Beritaku.Id, Budaya – Api telah menyala dari korek elektrik dan membakar sebatang rokok yang telah terselip di antara bibir seorang laki-laki. Sambil menghirup kreteknya dalam-dalam, ia melanjutkan pekerjaannya sebagai seorang pegawai kantoran.
Oleh: Riska Putri (Penulis Budaya)
Di sudut yang berbeda, seorang perempuan juga asyik mengobrol dengan kerabat-kerabatnya di sebuah cafe aestetik. Canda tawa menyelingi percakapan mereka sambil sesekali disesapnya rokok yang tak pernah lepas dari kedua jari.
Seperti itulah rokok menemani hari-hari sebagian besar masyarakat Indonesia. Rokok mampu menjadi barang konsumsi bagi masyarakat dari berbagai kalangan.
Yang tua, yang muda, yang laki, yang cewe, yang kaya, yang kere, semua bisa bebas merokok. Tak jarang orang lebih memilih membeli rokok dari pada membeli makananan untuk mengenyangkan perut.
Merokok adalah budaya dunia karena dlakukan oleh hampir semua masyarakat di berbagai negara. Tak hanya sebagai gaya hidup, beberapa kebudayaan juga menggunakan rokok sebagai syarat untuk ritual keagamaan.
Contohnya yang dilakukan oleh orang-orang Mesoamerika pada 5000 SM. Di Indonesia, kadang rokok juga menjadi salah satu permintaan wajib untuk ritual yang berhubungan roh atau alam gaib.
Mungkin kita penasaran, bagaimanakah awal mula tradisi merokok di Indonesia? Lalu jika sudah sebegitu wajarnya kegiatan merokok, mengapa masih ada stigma negatif terhadap perokok khususnya kaum hawa?
Artikel ini akan mengulas semua serba serbi tentang rokok termasuk rekomendasi 4 jenis tembakau yang nikmat. Special bagi sobat tingwe (singkatan dari linting dewe atau dalam bahasa Indonesia berarti melinting sendiri).
Sejarah Budaya Merokok Dunia
Budaya dengan Merokok ternyata telah di kenal oleh suku-suku kuno sejak ribuan tahun lalu. Sekelompok peneliti dari Universitas Washington State University, Amerika menemukan bahwa wadah kuno milik suku Maya yang berisi tembakau.
Uniknya, para peneliti menyimpulkan bahwa suku ini memiliki kebiasaan melinting tembakau dengan bunga Marigold. Tujuannya agar rasa rokok mereka lebih nikmat.
Christopher Columbus juga menyatakan kesaksiannya bahwa suku Indian di Kepulauan Bahama dan Teluk Meksiko memiliki kebiasaan merokok.
Mereka menggulung daun tembakau, memasukkannya ke dalam pipa, lalu membakarnya. Kegiatan ini umumnya dilakukan pada hari perayaan besar atau acara penyambutan tamu kehormatan.
Lain lagi dengan suku Aztec. Daun tembakau merupakan barang yang bernilai tinggi sehingga kegiatan merokok identic sebagai kebiasaan masyarakat kelas atas.
Selain di sesap sebagai rokok, daun tembakau juga di gunakan sebagai campuran obat untuk menghilangkan rasa sakit.
Tembakau mulai menjadi komoditas yang bernilai jual semenjak Columbus memperkenalkannya kepada masyarakat Spanyol dan Portugis.
Awalnya, ia tidak menyadari fungsi daun tembakau kering yang dihadiahkan kepadanya oleh penduduk asli Amerika. Ia pun membuangnya dengan alasan dedaunan tersebut tidak bisa di makan.
Setelah menjelajah lebih jauh, ia pun melihat para penduduk yang membakar dan menghirup asap dari daun tembakau. Lalu Columbus memutuskan untuk membawanya pulang ke Eropa.
Merokok Masuk Ke Eropa Dalam Sejarah Budaya
Perjalanan Columbus ke Amerika menginspirasi lebih banyak pelaut Eropa untuk menjelajahi negeri nan jauh itu. Mereka pun semakin keranjingan dengan tembakau karena selain menenangkan, tembakau di percaya mampu mengobati pilek dan radang tenggorokan.
Sejak tahun 1556, Perancis, Portugal, Spanyol, dan Inggris mulai membudidayakan tembakau di tanahnya sendiri. Akhirnya tanaman ini pun menjadi konsumsi public secara luas bahkan hingga menjangkau hampir semua daerah Eropa.
Jauh sebelum pencinta rokok linting hadir, ternyata orang-orang jadul menikmati rokok dengan menggunakan pipa. Hal ini dilakukan oleh suku Olmec, Maya, dan Indian.
Bentuk, desain, dan material pembuatan pipa yang mereka gunakan sangat beragam. Ada yang menggunakan kayu, gading gajah, dan sebagainya.
Rokok linting mulai dikenal pada tahun 1850-an. Tren ini dimulai oleh para tentara yang terlibat Perang Krimea.
Mereka enggan menggunakan pipa merokok karena merepotkan untuk dibawa saat perang. Ide pun muncul untuk melinting tembakau menggunakan kertas koran sehingga lebih praktis.
Penemuan mesin linting rokok pada tahun 1880 pun mengubah industri rokok menjadi sangat modern. Adalah James Albert Bonsack yang berhasil menciptakan alat tersebut.
Rokok linting dapat di produksi massal sehingga harga pun otomatis turun. Akhirnya, rokok dapat di nikmati oleh semua kalangan masyarakat hingga kini.
Baca Juga Beritaku: Perempuan Muslim Menolak Jual Rokok Kepada Geng Anak Muda, Jilbabnya Dirobek
Sejarah Budaya Merokok di Indonesia
Sejarah kemunculan dan perkembangan industri rokok di Indonesia tak terlepas dari peran VOC. Mereka memperluas lahan penanaman tembakau di tanah air.
Bahkan pada tahun 1840, Gubernur Jenderal Van den Bosch memberlakukan sistem tanam paksa untuk tanaman tembakau.
Meski begitu, masyarakat Indonesia telah mengenal tembakau sebagai bahan baku rokok sejak ratusan tahun sebelumnya.
Namun memang catatan sejarahnya simpang siur. Masyarakat di sekitar dataran tinggi Dieng dan Gunung Sindoro percaya bahwa bibit tembakau pertama kali di tanam oleh Sunan Kudus.
Sedangkan orang Madura yakin bahwa ulama bernama Ki Ageng Katandur yang membawa bibit tembakau pertama kalinya.
Di sisi lain, relief di Candi Borobudur menggambarkan masyarakat Indonesia yang mengkonsumsi tembakau dengan cara di kunyah pada abad ke-8.
Sementara konsumsi tembakau dengan di bakar di perkirakan sudah ada di Indonesia di akhir 1500-an.
Hal tersebut merujuk pada sajak dalam Babad Tanah Jawi yang menceritakan kebiasaan merokok Panembahan Senopati atau Sultan Agung Kerajaan Mataram Islam.
Salah satu versi sejarah mengatakan bahwa rokok kretek yang menjadi ciri khas rokok Indonesia, di cetuskan oleh seorang wanita bernama Mbok Nasilah.
Ia membuat mencampur tembakau kering dan cengkeh lalu melintingnya menggunakan kulit jagung. Tak di sangka, rokok ini sangat di sukai oleh para kusir yang menjadi pengunjung tetap warung si mbok.
Kemudian setelah menikah dengan seorang pengusaha bernama Nitisemito, pasangan suami istri ini berinisiatif memproduksi rokok tersebut secara masal.
Akhirnya rokok kretek tanpa filter pertama kali dipasarkan pada tahun 1913 di Kudus. Sejak saat itu, banyak pabrik rokok baru bermunculan di Kudus bahkan daerah sekitarnya.
4 Jenis Tanaman Tembakau Nikmat Khas Indonesia
1. Tembakau Darmawangi
Jenis tembakau yang pertama ini berasal dari tanah Pasundan tepatnya daerah Kabupaten Sumedang. Rasanya lembut di tenggorokan sehingga cocok untuk para pencinta rokok ringan. Warnanya kuining kecoklatan cerah dengan wangi khas yang amat menggoda. Tanpa campuran cengkeh pun, lintingan sejumput tembakau Damawangi sudah hampir sama dengan rasa rokok putih buatan pabrik.
Karakter tembakau ini seakan menggambarkan keelokan dan keanggunan gadis Sunda yang tiada duanya.
2. Tembakau Srinthil Temanggung
Nama tembakau yang satu ini pernah dijadikan nama tokoh utama dalam sebuah karya sastra fenomenal Indonesia berjudul Ronggeng Dukuh Paruk. Bagaimana tidak? Tembakau Srinthil ini memiliki cita rasa manis yang khas dan aroma yang kuat.
Karenanya, tembakau Srinthil berfungsi sebagai pemberi rasa dan aroma dalam lintingan rokok kretek (flavor grade). Masyarakat setempat mengibaratkan jenis tembakau ini seperti lauk dalam sepiring nasi. Sehingga mereka menyebutnya sebagai “tembakau lauk”.
Selain karakter unik dan kualitasnya yang tinggi, harga tembakau Srinthil sangat mahal karena tidak tumbuh di sembarang tempat. Bahkan di Temanggung yang menjadi tanah asalnya, ia hanya tumbuh di 15 kecamatan saja. Seorang peneliti bernama Mark Hanusz bahkan menyebutkan bahwa rokok kretek Indonesia hanya bisa mencapai kualitas terbaik jika tercampur tembakau Srinthil di dalamnya.
3. Tembakau Gayo
Tembakau Gayo berasal dari daerah Serambi Mekkah, yaitu Nangroe Aceh Darussalam. Masyarakat lokal menyebutnya sebagai Bakong Gayo. Hal yang membuat tembakau ini sangat banyak peminatnya adalah rasa dan aromanya yang mirip dengan daun ganja. Konon, mereka yang menghisap bakong Gayo merasakan efek yang sama dengan menghisap rokok ganja.
Meski begitu, setelah dilakukan serangkaian penelitian, terbukti bahwa tembakau ini tidak berkaitan dengan ganja. Ia juga tidak menghasilkan zat-zat memabukkan seperti halnya ganja sehingga konsumsinya legal dan aman.
4. Tembakau Tambeng
Jenis yang terakhir ini sangat mudah di jumpai di wilayah Jawa Timur karena memang tumbuh di daerah Besuki, Situbondo. Harganya pun sangat ringan di kantong sehingga banyak di cintai para perokok.
Ia memiliki aroma coklat dengan aroma halus kemenyan, menjadikan jenis yang satu ini sangat khas. Rasanya halus di tenggorokan sehingga cocok bagi para perokok pemula maupun senior.
Baca Juga Beritaku: Pj Wali Kota Iqbal Paparkan Strategi Implementasi Kawasan Tanpa Rokok
Stigma Budaya Di Indonesia Dalam Hal Merokok
Data WHO mencatat bahwa tren perokok di Indonesia terus meningkat. Hal ini sangat bertentangan dengan kondisi masyarakat di negara lainnya yang semakin menyadari bahaya merokok dan mulai menhentikannya.
Global Youth Tobacco Survey (GYTS) merilis data yang mencengangkan. Mereka menyatakan bahwa pada tahun 2019, sebanyak 40,6% pelajar Indonesia yang berusia usia 13-15 tahun, pernah menggunakan produk tembakau. Artinya, 2 dari 3 remaja laki-laki dan hampir 1 dari 5 remaja perempuan pernah merokok. Dan sebanyak 60,6% dari mereka, tidak pernah di larang atau di cegah saat hendak membeli rokok.
Data ini menunjukkan betapa mengakarnya budaya merokok dalam masyarakat Indonesia. Meski begitu, sebagian besar orang masih memiliki stigma negatif terhadap para perokok. Stigma ini kadang tidak berhubungan dengan dampak buruk rokok itu sendiri seperti merusak kesehatan, menghamburkan uang, dan sebagainya. Justru judgment negatif yang di stempel kepada para perokok seringkali berbau seksisme dan diskriminatif.
Stigma Merokok Bagi Perempuan
Contohnya di berbagai daerah di Indonesia, perempuan yang merokok sering dianggap sebagai wanita “nakal”, “tidak baik”, bahkan “jalang” (Handayani et. all., 2012). Konon tuduhan ini muncul karena jaman dulu, banyak wanita tuna susila yang juga merokok. Sedangkan wanita yang menjadi ibu rumah tangga biasa, minim sekali yang melakukan kebiasaan itu kecuali berstatus bangsawan.
Apalagi bagi perempuan berhijab. Merekok di anggap sebagai perilaku yang amat tercela dan tidak sesuai dengan syari’at Islam. Padahal tidak ada satu dalil pun yang secara spesifik melarang wanita untuk merokok. Perilaku ini juga tidak pernah masuk dalam daftar dosa yang berdampak hukuman neraka.
Karena itulah, para perempuan yang merokok seringkali merasa tidak nyaman untuk menghisap sigaretnya di depan umum. Pandangan negatif orang sekitar, belum lagi bisik-bisi mencurigakan, bisa sangat mengganggu. Hal yang berbeda terjadi pada para pria perokok. Mereka dapat merokok di mana saja dengan bebas bahkan hingga mengganggu kenyamanan umum.
Dibutuhkan penelitian yang mendalam soal asal muasal ketimpangan stigma ini. Bukan berarti penulis mendukung lebih banyak perempuan untuk merokok. Namun, penulis mendorong masyarakat untuk memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk mengambil pilihannya masing-masing. Tanpa stigma, cemoohan negatif, dan tindakan menghakimi lainnya.
Karena kita tidak pernah mengetahui apa yang melatarbelakangi kebiasaan merokok itu. Mungkin orang tersebut tengah depresi, bersedih, atau mengalami hidup yang penuh masalah. Kita harus selalu memilih menjadi orang yang baik. Choose kindness instead of being a cruel person.
Dalil tentang Merokok dalam Islam
Beberapa ulama Syafi’iyah menjelaskan bahwa hukum merokok adalah haram. Di antaranya Ibnu ‘Alaan yang menyatakan pendapatnya itu dalam kitab Syarh Riyadhis Sholihin, Al Adzkar, serta buku lainnya yang ia tulis. Pernyataan senada juga ditegaskan oleh ulama Ibrahim bin Jam’an dan ‘Abdur Rahim Al Ghozi.
Selain mereka, dalam kitab Hasyiyah Qalyubi ala Syarh Al Mahalli, Ulama Qalyubi yang juga menganut mazha Syafi’iyah berkata:
“Ganja dan segala obat bius yang menghilangkan akal, zatnya suci sekalipun haram untuk dikonsumsi. Oleh karena itu para Syaikh kami berpendapat bahwa rokok hukumnya juga haram, karena rokok dapat membuka jalan agar tubuh terjangkit berbagai penyakit berbahaya.“ (jilid I, halaman 69)
Meski terdapat beberapa ulama yang menyatakan bahwa hukum rokok adalah makruh, dalil mereka tidak kuat. Sehingga sebagian besar ulama lebih berpendirian bahwa hukum merokok adalah haram. Alasannya jelas karena rokok menyebabkan banyak gangguan kesehatan yang akan berakibat buruk pada diri si perokok sendiri.
Baca Juga Beritaku: Mahasiswa UNHAS Lakukan Penelitian Desa Bebas Asap Rokok
Daftar Pustaka
- Novena, Monika. 2021. Ahli Ungkap Isi Wadah Obat Kuno Milik Suku Maya. https://www.kompas.com
- Seto, Bayu. Sejarah Rokok di Dunia dan Asal Usul Masuknya ke Indonesia. https://www.tobakonis.com/rokok/sejarah-rokok-dunia-indonesia/
- Srinthil, Primadona dari Temanggung. https://thinkway.id
- Ada Aroma Ganja pada Tembakau Gayo. https://thinkway.id
- Haikal. 2020. Rekomendasi Tembakau untuk Kretekus Sekte Tingwe. https://nusadaily.com/lifestyle/rekomendasi-tembakau-untuk-kretekus-sekte-tingwe.html
- 2020. Pernyataan: Hari Tanpa Tembakau Sedunia. https://www.who.int
- Handayani, Abni. (2012). Perempuan Berbicara Kretek. Jakarta: Indonesia Berdikari.
- Tuasikal, Muhammad Abduh. 2011. Rokok Itu Haram. https://muslim.or.id