Kisah Ali Bin Abi Thalib adalah sahabat Nabi yang mulia. Ia adalah sepupu sekaligus menantu Rasulullah. Kisahnya menjadi cerita yang penuh dengan hikmah mulai dari ia lahir hingga wafatnya.
Beritaku.id, Rasul dan Sahabat – Setiap orang memiliki kisah hidup yang dramatis, termasuk tokoh besar seperti Ali Bin Abi Thalib. Berbagai ujian datang kepadanya, namun kecintaannya pada Allah dan RasulNya membuatnya mampu menerjang alangan dan rintangan.
Oleh: Ulfiana (Penulis Rosul dan Sahabat)
Salah satu dari empat khulafaur rasyidin adalah Ali Bin Abi Thalib. Ia terkenal akan keberanian serta kecerdasannya. Ali adalah sahabat Nabi yang dari garis keturunannya, cucu Rasulullah ada hingga saat ini.
Kisah dari Ali Bin Abi Thalib memiliki keistimewaan tersendiri bagi Rasulullah. Bahkan ketika hijrah ke Madinah, Rasulullah SAW mengatakan pada Ali bahwa beliau mempersaudarakan Ali dengan dirinya.
Ia juga merupakan seorang yang kuat. Itu terbukti ketika dalam peperagan, ia berhasil mengalahkan lawan duelnya. Namanya begitu terpandang.
Kisah Ali mulai dari lahir hingga ia wafat, penuh dengan pelajaran yang bisa kita ambil.
Hubungan Kekerabatan Ali Bin Abi Thalib Dengan Rasulullah Muhammad SAW
Kisah Ali Bin Abi Thalib adalah yang paling dekat dengan Rasulullah. Bapak serta ibunya merupakan keluarga dari Bani Hasyim.
Ayah Ali adalah Abi Thalib Bin Abdul Muthalib Bin Abdu Manaf. Ibu Ali bernama Fathimah Binti Asad Bin Hasyim Bin Abdu Manaf.
Bapak Nabi Muhammad, Abdullah adalah saudara dari Abi Thalib, bapaknya Ali.
Sebelumnya, Nabi Muhammad SAW tumbuh besar oleh pengasuhan keluarga Ali. Pamannya, Abi Thalib merupakan orang yang selalu berada dekat dengan Nabi Muhammad. Abi Thalib akan pasang badan tiap kali ada kaum kafir Quraisy yang menentang Rasul dan menghinanya. Rasulullah sangat menghormatinya pamannya itu.
Selain itu, istri dari Abi Thalib yaitu Fatimah Binti Asad adalah orang yang juga sangat menyayangi Nabi Muhammad. Ia mendidik Nabi Muhammad SAW seperti anak kandungnya sendiri. Itu sebabnya Rasulullah sangat mencintai keluarga ini.
Abi Thalib memiliki banyak anak, sehingga beban keluarganya juga cukup tinggi. Nabi Muhammad SAW bersama Khadijah berusaha membantu keluarga tersebut dengan mengasuh Ali sejak kecil. Sebagai bentuk terima kasih dan rasa sayang dari Rasulullah untuk keluarga yang telah membesarkannya dengan baik.
Ali bin Abi Thalib kemdian menjadi anak angkat rasulullah bersama Zaid bin Haritsah. Rasulullah SAW sangat mencintai mereka. Beliau mendidik Ali serta Zaid dan menyayanginya seperti anaknya sendiri.
Baca juga beritaku: Sifat Khusus Ali
Julukan Ali Bin Abi Thalib
Ketika ia hidup, Ali Bin Abi Thalib memiliki beberapa julukan.
Saat kelahirannya, ibunya memberi julukan asad atau haidar. Haidar merupakan kata dari bahasa arab yang berarti singa yang pemberani. Ali juga mendapat julukan asadullah. Asadullah artinya singa Allah. Julukan itu berasal dari keberaniannya untuk berdiri di depan tiap kali mengikuti perang.
Karena kepintarannya, Ali mendapat julukan “Babil Ilmi”. Babil Ilmi artinya adalah pintu gerbang dari ilmu pengetahuan. Semua orang sangat mengetahui bahwa Ali adalah orang yang sangat cerdas. Kata-katanya juga penuh dengan hikmah. Jika Rasulullah adalah sebuah kota ilmu, maka Ali adalah pintu menuju kota ilmu tersebut.
Ali juga memiliki julukan “Abi Turab”. “Abi Turab” artinya adalah “bapaknya tanah”. Julukan ini Rasul berikan kepada Ali yang sedang tidur di masjid tanpa beralaskan apapun. Saat itu, Rasulullah mencari Ali di rumah Fatimah. Namun, Fatimah dan Ali baru saja berselisih sehingga Ali tidak tidur di rumah. Ia tidur di masjid.
Ketika itu masjid yang ada lantainya masih dari tanah. Ali yang tidur saat itu mendapatkan punggungnya penuh debu dari lantai masjid. Rasululah tersenyum melihat itu dan memanggil Ali, “Duduklah wahai Abi Turab, duduklah”. Semenjak itu, Abi turab adalah julukan yang paling Ali sukai.
Baca juga beritaku: Matahari Hormat, Rukuk Rasulullah Tertahan Demi Ali Bin Abi Thalib
Kisah Nama Istri Ali Bin Abi Thalib
Nama Istri dari Ali Bin Abi Thalib adalah Fatimah Binti Muhammad SAW. Ia menikahi putri bungsu dari Rasulullah sehingga menjadi menantu Rasulullah SAW.
Keluarga ini Alah karuniai keturunan bernama Hasan Bin Ali, Husain Bin Ali, Zainab Bin Ali, Zainab As Sughra atau Umu Kultsum, dan Muhsin Bin Ali. Dari jalur keturunan Hasan dan Husain, Sayyid dan Habib ada hingga saat ini.
Ketika Fatimah masih hidup, Ali tidak pernah menikah dengan perempuan lain. Baru ketika Fatimah wafat, Ali menikah dengan Asma Binti Umais, Ummu Banin Binti Haram, Laila Binti Mas’ud, Sahba Binti Rabia. Juga dengan Umamah Binti Abil Ash, Mahabba Binti Imru’ul Qais, Haulah Binti Ja’far Serta Ummu Said Binti Urwah.
Kisah Singkat Cinta Ali Dengan Putri Rasulullah SAW
Kisah cinta Ali Bin Abi Thalib dengan Fatimah begitu terkenal. Mereka adalah orang yang sama-sama menjaga diri dan memantaskan diri hingga akhirnya bersanding.
Fatimah adalah putri dari manusia yang mulia. Ia telah terdidik menjadi wanita yang memiliki akhlaq mulia meneladani ayahnya. Pribadinya adalah sebagai gadis pemalu yang pandai menjaga diri.
Ali Bin Abi Thalib telah lama tertarik pada Fatimah. Begitu pula Fatimah kepada Ali. Mulai ada kecenderungan diantara mereka. Namun, mereka sama sekali tidak menunjukkan atau bahkan mengumbarnya.
Ali mulai tertarik kepada Fatimah ketika Fatimah dengan sigapnya membalut luka bersama wanita lain saat terjadi peperangan.
Sejak saat itu, ia telah berniat untuk melamar Fatimah. Namun, keberaniannya tak kunjung datang. Ia sadar bahwa dirinya bukan orang yang kaya sehingga merasa tak cukup pantas dengan Fatimah. Ia tidak memiliki mahar yang cukup untuk melamarnya.
Ia berusaha keras untuk mengumpulkan modal melamar putri Rasulullah.
Ketika itu, para sahabat tentu ingin menjadi menantu Rasulullah. Bisa memiliki ikatan keluarga dengan Rasulullah adalah sebuah kebanggaan tersendiri. Itu sebabnya banyak yang memiliki harapan bisa bersanding dengan Fatimah, selain karena kemuliaan akhlaknya.
Lamaran Dari Para Sahabat
Kemudian terdengar kabar bahwa telah ada yang melamar Fatimah. Abu Bakar As Sidiq orangnya. Sahabat Nabi Muhammad yang paling dekat dengan Rasulullah. Ia adalah orang terpandang di suku Quraisy. Hal ini membuat Ali merasa ciut mengingat saingannya semulia itu.
Rasulullah SAW kemudian menolak lamaran Abu bakar yang datang. Betapa Ali begitu bergembira akan kabar ini. Namun, ia tetap merasa malu untuk melamar Fatimah.
Tak lama setelah itu, muncul Umar Bin Khatab melamar Fatimah. Sahabat Rasulullah yang hampir semua orang menyeganinya. Umar adalah seorang pembesar Quraisy. Ali yang mendengar ini merasa tak lagi punya kesempatan pada Fatimah.
Namun, Rasulullah lagi-lagi menolak lamaran ini. Kedua sahabatnya yang mulia, Rasul tolak untuk menikahi putrinya. Lalu siapa yang sebenarnya Rasulullah tunggu untuk melamar Fatimah?
Para sahabat pun mulai menghitung dan hanya tersisa Ali. Mereka mendorong Ali agar datang melamar Fatimah. Namun, Ali mengatakan ia tak cukup pantas untuk Fatimah. Ia adalah seorang yang miskin dan tak memiliki apa-apa.
Namun, para sahabat terus mendorong dan menyemangatinya. Abu bakar berkata, janganlah ia berkata demikian. Bagi Allah SWT dan Rasulullah, perhiasan dunia tidak ada apa-apanya dengan akhirat.
Ali kemudian memberanikan diri untuk melamar Fatimah. Ia datang kepada Rasulullah SAW yang ternyata menyambut kedatangannya. Ia kemudian menyampaikan niatnya. Rasulullah bertanya kepada Ali, apakah ia memiliki mahar untuk Fatimah.
Mahar Ali Untuk Fatimah
Ali menjawab bahwa sesungguhnya Rasulullah adalah orang yang paling tahu kondisinya. Ia tak memiliki apa-apa kecuali hanya sebuah baju besi, pedang serta seekor unta.
Mendengar hal itu Rasulullah tersenyum. Beliau kemudian berkata, “tentang pedang milikmu, engkau membutuhkannya untuk berjuang di jalan Allah. Kau juga membutuhkan untamu untuk mengambil air bagi keluargamu.
Unta itu juga kau butuhkan untuk melakukan perjalanan jauh nanti. Oleh sebab itu, baju besi milikmu akan menjadi mahar untuk menikah dengan Fatimah. Aku bahagia menerima itu darimu. Engkau wahai Ali, wajib bergembira karena Allah sebenarnya yang Maha Mengetahui lebih dulu tentang pernikahan ini.”
Baru kemudian Ali dan Fatimah menikah dengan baju besi sebagai maharnya.
Kelahiran Dan Wafatnya Ali
Berikut ini adalah kelahiran Ali Bin Abi Thalib:
Kelahiran Ali
Ali Bin Abi Thalib lahir di tanah hijaz, jazirah arab. Tepatnya kota Mekah. Menurut beberapa riwayat, Ali lahir pada tanggal 13 Rajab. Ali lahir sepuluh tahun sebelum kenabian Muhammad. Itu sebabnya ketika Nabi Muhammad Allah angkat menjadi Rasul dan menyebarkan ajaran islam, usia Ali adalah 10 tahun.
Saat lahir Ali memiliki nama Assad Bin Abi Thalib. Assad yang memiliki arti singa, menjadi harapan dari keluarganya agar ia berani seperti singa. Juga, semoga semua orang menyeganinya nanti. Ayahnya kemudian memanggilnya Ali yang artinya tinggi (derajatnya).
Ali lahir dari rahim Fatimah Binti Asad
Nabi Muhammad SAW dan Khadijah Ra kemudian mengangkat Ali Bin Abi Thalib menjadi anaknya. Mereka mengasuh Ali sejak kecil. Ini juga merupakan bentuk balas jasa atas keluarga kecil ini yang telah menyayangi Nabi Muhammad sejak kecil.
Menurut Ibnu Ishaq, Ali adalah orang kedua setelah Khadijah yang mengimani ajaran Nabi Muhammad SAW. Saat itu usianya masih 10 tahun. Ketika ia beranjak remaja, wahyu turun ke Nabi Muhammad SAW yang langsung Ali pelajari.
Rasulullah adalah teladan terbaik bagi Ali yang saat itu sedang tumbuh. Itu sebabnya, ia tumbuh menjadi orang yang cerdas dan bijaksana.
Selama hidupnya, Ali mengikuti berbagai peperangan. Ali juga menjadi khalifah ke 4 dari masa khulafaur rasyidin.
Pada pemerintahan Ali, ujian dari kepemimpinannya begitu berat. Terjadi perang saudara antara umat islam pada pemerintahan ini. Pemicunya adalah wafatnya Utsman Bin Affan yang meninggal karena terbunuh oleh pemberontak.
Baca juga beritaku: kecerdasan ali menyelesaikan permasalahan
Wafatnya Ali
Umat islam terpecah menjadi beberapa golongan. Setelah peristiwa ini juga ,Ali harus berhadapan dengan golongan khawarij.
Pada tanggal 40 ramadhan tahun 40 H, Ali melaksanakan sholat subuh di Masjid Agung Kufah. Ketika ia sholat menjadi imam, ada Abdurrahman Bin Muljam yang lari kearahnya.
Abdurrahman Bin Muljam menyerang Ali dengan pedang ketika sujud. Pedang itu telah ia beri racun sebelumnya. Ali kemudian memerintahkan kepada anak-anaknya agar tidak menyerang orang khawarij itu. Saat itu golongan khawarij memang telah merencanakan untuk membunuh Ali dan Muawiyah. Namun, rencana membunuh Muawiyah gagal.
Ali yang terkena racun dari pedang tersebut menderita kesakitan. Ali wafat dua hari setelah peristiwa penusukan itu.
Itulah sedikit kisah tentang Ali Bin Abi Thalib. Mulai dari ia lahir hingga wafat, Ali memberikan teladan bagi kita untuk menjadi muslim yang mulia. Meski pada akhir hidupnya ia terbunuh oleh golongan khawarij, Ia tidak pernah membencinya. Ali adalah teladan akan kecerdasan ilmu serta kebijaksanaan diri. Semoga kita semua dapat meneladani Ali Bin Abi Thalib.
Sumber: suaraMuhamadiyah, merdeka.com, wikiwand, liputan6