Dampak Strata Sosial atau Kasta Di Sulawesi
Dampak Strata Sosial Di Sulawesi

Dampak Strata Sosial Di Sulawesi, Pada Mahar dan Pilkada

Diposting pada

Stratifikasi Kasta Atau Strata Sosial Memiliki Dampak, Politik dan Sosial, Dengan Pembagian Kelas Sosial atau Kasta Tersebut.

Beritaku.Id, Budaya – Pembagian Kasta atau strata sosial. Untuk mengcluster atau membagi kelompok sosial masyarakat, memberikan dampak sosial dari strata tersebut.

Namun sebelum membahas tentang social efek atau Dampak Strata Sosial, kita membahas lebih awal mengenai perdebatan “Andi”.

Bangsawan dengan gelar Andi

Tidak disebutkan dalam sejarah bahwa gelar Andi disebutkan sebagai labelisasi keturunan di kerajaan Gowa. Sebab beberapa orang fenomenal dari kerjaan Gowa, Bone dan Luwu, tidak bergelar Andi.

Seperti Arumpone : Arung Palakka, Lapatau, atau Sombayya Ri Gowa : Sultan Alauddin, Sultan Hasanuddin.

Jika Raja harus bergelar Andi, maka Raja-raja tersebut sangat pantas dengan gelar Andi.

Pembahasan mengenai gelar Andi akan dibahas para artikel lain.

Dampak Strata Sosial Di Sulawesi

Di Alam kemerdekaan Republik Indonesia, dengan pendidikan secara terbuka. Jika sebelumnya yang melanjutkan pendidikan adalah golongan bangsawan (Arung/Mangkau’/Sombayya/Karaeng/Pajungnge/Datuk) dan To Maradeka.

Seperti yang di jelaskan pada pembagian stratifikasi atau strata sosial 3 Kasta di Suawesi.

Di Era kemerdekaan ketika strata telah memasuki pendidikan, dan ketiganya memiliki persamaan hak yang sama dimata hukum, dalam bidang apapun.

Meski praktik feodalisme masih kelihatan, namun kenyataannya yang banyak feodal sebenarnya bukan dari golongan I.

Tapi cenderung dari golongan tiba-tiba bergelar Andi, yang berusaha menjauh dari golongan awalnya.

Tulisan ini tidak bermaksud mencela golongan tertentu, sebab pada beberapa kasus. Seseorang tidak mau membalas sapaan ketika tidak ditambahkan panggilan “andi” atau “puang”.

Mari berkaca pada tokoh nasional M. Yusuf, atau dikenal dengan Panglima Yusuf, seorang anak Raja Arung Palakka (Andi Tappu Amir). Namun dalam perjalanannya, tegas dalam memimpin, tapi tidak feodalistik.

Bahkan prilakunya yang berwibawa didepan pasukannya (TNI), disegani bukan karena gaya feodal. Tapi bijaksana, tetapi dalam hal menjalankan aturan sangat tegas.

Strata Sosial di Sulawesi dan Dampak Pilkada

Pilkada berimbas, Dalam era pemilihan langsung, berbeda dengan pemilihan oleh legislatif.

Ketika pilkada atau pemilihan legislatif, maka di beberapa daerah masih kental menjadikan bangsawan sebagai Bupati atau Gubernur.

Era reformasi telah mengikis hal tersebut, sebab pilkada dengan pemilihan secara terbuka.

Membuat golongan To Maradeka dengan jumlah yang lebih banyak, memiliki peluang lebih tinggi.

Sehingga, menahan laju To Maradeka bahkan Ata dalam konteks pilkada, dengan issu keturunan.

Adalah hal yang susah untuk diwujudkan, karena jumlah to maradeka dan Ata jauh lebih banyak.

Isu Pilkada dengan penekanan feodalisme, justru semakin menaikkan trend to Maradeka. Sebab populasi dan sampel survey adalah to Maradeka, ini realitas.

Dalam beberapa kasus di Sulawesi, Contoh : Di Kabupaten Gowa dengan kerajaan Besar sekelas Gowa.

Pertarungan keturunan Raja Gowa (Andi Maddusila Kr Idjo, alm), dalam beberapa kali pertarungan.

Tidak pernah memenangkan pemilihan Bupati di Kabupaten Gowa.

Realitas pilkada demikian, dan sosial politik terus bergerak.

Padahal yang bersangkutan adalah darah murni dari Raja Gowa, bahkan beliau adalah Raja Gowa.

Tapi di era pilkada langsung dengan pemilihan terbuka, dengan suara mayoritas to Maradeka.

Dampak Strata Sosial: Uang Panaik, Kasta Dalam Hal Pernikahan

Selain pilkada, ada imbas ke uang panaik, di Kota-kota, dalam hal pernikahan strata sosial di Sulawesi mulai memudar.

Dalam hal hukum, to Maradeka atau Ata tidak boleh menikah dengan Bangsawan.

Meski di beberapa daerah, kondisi ini masih dipertahankan, namun pada praktiknya.

Pernikahan laki-laki memiliki strata lebih rendah dengan perempuan strata sosial  tinggi, sudah sering terjadi.

Ini persoalan cinta, bukan persoalan siapa keturunan atau bukan keturunan, dan bukan soal uang panaik saja.

Uang Panai’ atau uang panaik (uang belanja) menjadi taruhan, dalam beberapa kejadian.

Dampak, Biasanya keluarga perempuan menolak halus lamaran laki-laki dari stratifikasi kasta Strata Sosial rendah dengan Uang Panai’.

Tapi celakanya, laki-laki menyanggupi berapapun Uang Panai’ atau uang panaik demi gadis yang dicintainya.

Hal lain, pernikahan to Maradeka dengan jabatan tertentu, apakah di pemerintahan atau di militer, bisa menikah dengan keturunan bangsawan.

Biasanya uang panai atau uang panaik dalam hal tertentu memang membingungkan.

Demikian penjelasan stratifikasi Kasta Strata Sosial Sulawesi yang terbagi secara garis besar.

Menjadi 3 bagian kasta atau strata sosial di Sulsel dan Dampak bagi Kehidupan sosial.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *