Kesultanan Banten

Jejak Kesultanan Banten dan Peninggalan Masa Pemerintahan Abad 15

Diposting pada

Jejak Kesultanan Banten yang saat ini masih ditemukan dan bisa dilihat bentuk fisiknya merupakan bukti sejarah panjang dari kerajaan islam yang pernah berdiri di Tanah Pasundan ini.

Beritaku.id, Budaya – Peninggalan masa lalu dari suatu kerajaan bisa menjadi bukti eksistensinya pada masa lampau dan napak tilas kehidupan masyarakat yang pernah menjalankan hidupnya di sana.

Jejak Peninggalan Kesultanan Banten Menjadi Bukti Eksistensi

Selama menjadi sebuah kerajaan Islam yang besar di tanah Pasundan, Kesultanan Banten memberikan peninggalan bersejarah yang dapat terlihat dan kita nikmati saat ini.

Berikut ini merupakan peninggalan masa pemerintahan Kesultanan Banten yang masih ada dan memiliki pengaruh pada kehidupan masyarakat modern di sana.

Jejak Pelabuhan Karangantu merupakan Pelabuhan Dari Kesultanan Banten

Pelabuhan Karangantu
Pelabuhan Karangantu merupakan pusat perdagangan pada masa Kesultanan Banten

Jatuhnya Malaka ke Portugis pada tahun 1511 membuat para pedagang Muslim dari Arab, Persia dan Gujarat memilih untuk berlabuh dan singgah di Pelabuhan Karangantu, Banten. Pelabuhan ini terletak di bagian ujung barat Pulau Jawa. Rasa tidak suka dengan Portugis serta memiliki nilai ekonomis dan geografis yang menguntungkan pedagang yang datang membuat Pelabuhan tersebut menjadi besar dan terkenal kala itu.

Pada masa kejayaan Kesultanan Banten, Pelabuhan Karangantu menjadi pelabuhan terbesar nomor dua setelah Jayakarta.

Hingga pada abad ke-16, pelabuhan ini menjadi tempat singgah terkenal bagi kapal yang ingin berlayar ke Australia. Belanda juga mendarat pertama kali di Pulau Jawa pada tahun 1596 melalui pelabuhan ini.

Meski pernah menjadi bagian Jalur Sutra pada masa lampau, Pelabuhan Karangantu saat ini mulai terlupakan.

Terjadinya pendangkalan membuatnya di gunakan sebagai tempat mencari ikan bagi para nelayan lokal. Mengingat kurang terawatnya tempat ini, kesan kumuh jadi melekat akibat tumpukan-tumpukan sampah.

Baca Juga Beritaku: Kesultanan Banten: Kerajaan Islam Terbesar, Berjaya Pada Tahun 1651 M

Jejak Kesultanan Banten Berupa Masjid Agung Banten

masjid agung banten
Keindahan Masjid Agung Banten

Bagi masyarakat Muslim saat ini, Masjid Agung banten adalah salah satu bukti sejarah perkembangan kerajaan Islam di Nusantara.

Termasuk ke dalam masjid tertua di Banten, masjid tersebut berdiri atas prakarsa Sultan Hasanuddin sebagai raja pertama di Kesultanan Banten. Kini Masjid Agung Banten masuk sebagai cagar budaya yang terlindungi.

Masjid Agung Banten memiliki arsitektur yang spesial dan kaya akan makna.

Terletak di Desa Banten, tepatnya sekitar 10 kilometer ke utara Kota Serang, bangunan masjid ini terlihat memiliki rancangan bentuk yang kuno dan tradisional.

Terdapat tembok setinggi satu meter yang mengelilingi bangunan masjid seluas 1,3 hektar tersebut.

Bangunan Masjid Agung Banten punya ciri khas yang membedakannya dengan masjid tua lainnya. Pertama adalah gapura yang ada pada empat arah mata angin.

Kedua ialah atap bertumpuk lima yang mirip sebuah pagoda Cina. Model atap tersebut merupakan ide seorang arsitek asal Negeri Bambu yang terkenal dengan nama Tjek Ban Tjut. Ketiga adalah keberadaan dua serambi pada utara dan selatan serta 24 tiang atau saka guru dan empat tiang utama di bagian tengah.

Masih ada keunikan lain yang menjadi ciri khas Masjid Agung Banten. Ciri khusus yang kelima adalah empat buah umpak bantu berbentuk labu dan mihrab berupa ceruk berdinding di barat.

Keenam ialah atap berbentuk limas pada dinding timur pemisah ruang utama dan serambi timur yang dilengkapi empat pintu masuk yang tak terlalu tinggi.

Ketujuh adalah arsitektur masjid yang tampak berpadu dari beberapa kebudayaan, yaitu Hindu, Jawa, Tiongkok dan Eropa.

Jejak Kesultanan Banten Untuk Umat Budha Berupa Vihara Avalokitesvara

Vihara Avalokitesvara
Merupakan Vihara tertua di Provinsi Banten

Dari namanya kita sudah tahu bahwa Vihara Avalokitesvara merupakan bangunan tempat ibadah untuk umat Budha.

Hingga saat ini bangunan tersebut masih berdiri dengan kokoh dan dimanfaatkan oleh penduduk setempat dan para peziarah yang datang dari luar kota untuk beribadah.

Konon katanya Vihara Avalokitesvara dibangun sejak abad ke-16 sehingga menjadikannya sebagai vihara tertua di Provinsi Banten.

Terletak 15 kilometer di sebelah utara Kota Serang, eksistensinya tak bisa terlepas dari Sunan Gunungjati atau Syarif Hidayatullah.

Meskipun terkenal sebagai tokoh muslim berpengaruh dan Wali Sanga, beliau memiliki istri seorang keturunan kaisar Tiongkok.

Istri Sunan Gunungjati yang beragama Budha ini bernama Putri Ong Tien. Keteguhan beliau terhadap keyakinannya membuat Sunan Gunungjati membangun Vihara Avalokitesvara pada tahun 1542 di Desa Dermayon, dekat Masjid Agung Banten dan dipindahkan ke Kawasan Pamarican pada tahun 1774.

Terdapat versi lain yang menyebutkan bahwa vihara tersebut dibangun pada masa kejayaan pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa pada tahun 1652.

Vihara Avalokitesvara punya sebutan lain, yaitu Klenteng Tri Dharma. Dari sebutannya, kita tahu bahwa vihara ini tak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah umat Budha saja.

Masyarakat yang percaya akan Taoisme dan Kong Hu Cu juga bisa beribadah di sini. Wisatawan juga bisa masuk untuk berkunjung serta melihat bangunan karena vihara tersebut sudah masuk cagar budaya milik Provinsi Banten.

Baca Juga Beritaku: Kesultanan Gowa Tallo, Sumber Sejarah dan Peninggalan, Masa Kejayaan

Benteng Speelwijk

Benteng Speelwijk
Benteng yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan Abu Nas Abdul Qohar

Sebenarnya Benteng Speelwijk merupakan bangunan milik Hendrick Loocaszoon Cardel untuk menghormati gubernur Hindia Belanda, Cornelis Janszoon Speelman.

Benteng ini pembuatannya mulai pada tahun 1681 hingga 1684, pada masa pemerintahan Sultan Abu Nas Abdul Qohar. Konon katanya dalam pembangunan benteng tersebut, rakyat Tionghoa bekerja dengan upah yang sangat rendah.

Kondisi Benteng Speelwijk saat ini hampir rata dengan tanah dan tersisa reruntuhannya saja.

Meskipun demikian, kita masih bisa melihat parit seluas 10 meter dengan bentuk bangunan yang menyerupai segi empat.

Terdapat ruang inti atau menara pengintai pada keempat sisi bangunan tersebut. Sayangnya hanya tersisa ruang intip bagian utara yang bisa kita naiki.

Istana Keraton Kaibon dan Istana Surosowan

Jejak Kesultanan Banten Keraton Kaibon
Kondisi Keraton Kaibon saat ini

Menurut cerita, Istana Keraton Kaibon merupakan istana megah tempat tinggal Ratu Aisyah, ibu dari Sultan Syaifuddin.

Keberadaannya yang hanya tinggal reruntuhan merupakan akibat dari pertempuran antara Belanda dan Kerajaan banten yang terjadi pada tahun 1832.

Meskipun yang terlihat hanya reruntuhan saja, situs Istana Keraton Kaibon menjadi wisata sejarah bagi masyarakat setempat dan wisatawan.

Tidak jauh berbeda dengan Istana Keraton Kaibon, Istana Surosowan juga hanya bisa terlihat reruntuhan bangunannya saja.

Istana ini berdiri atas keinginan Sultan Hasanuddin, sebagai raja pertama di Kesultanan Banten.

Adapun sultan yang pernah menempati Istana Surosowan adalah Sultan Hasanuddin sendiri hingga masa kepemimpinan Sultan Haji.

Istana Surosowan memiliki luas kurang lebih 4 hektar dan runtuh saat pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa.

Danau Tasikkardi

Jejak Kesultanan Banten Danau Tasikkardi
Begitu asrinya Danau Tasikkardi

Dahulu Danau Tasikardi punya sebutan lain, yaitu Situ Kardi. Dengan sistem ganda, Situ Kardi merupakan sumber pasokan air  untuk keluarga bangsawan keraton serta masyarakat sekitar.

Terdapat pengendapan dan penyaringan khusus yang di lakukan sebelum di pakai, yaitu Pengindelan Abang, Pengindelan Putih dan Pengindelan Emas.

Tasikardi atau Situ Kardi terletak di tempat yang tidak jauh dari Istana Kaibon. Dengan kurang lebih 5 hektar, danau tersebut memiliki lapisan batu bata pada bagian dasar.

Menurut sejarah, danau ini dibuat oleh Sultan Maulana Yusuf yang merupakan penguasa Kesultanan Banten yang kedua.

Sebagai danau buatan, Tasikardi saat ini dimanfaatkan sebagai tempat wisata.

Tidak hanya menghibur pengunjungnya saja, mendatangi tempat ini juga berarti sudah menengok situs sejarah yang sangat berarti bagi Kesultanan Banten zaman dahulu.

Keberadaan Kesultanan Banten memang sudah terhapus sejak tahun 1813, setelah pemerintahan kolonial Inggris berlangsung.

Thomas Stamford Raffles melakukan penurunan paksa terhadap Sultan Muhammad bin Muhammad Muhiddin Zainussalihin pada tahun yang sama.

Setelah Indonesia merdeka, Soekarno memersilahkan Banten untuk meneruskan kepemimpinan takhta bagi para pewarisnya.

Saat itu pada tahun 1946-1948 pertemuan antara Soekarno dengan Ratu Bagus Aryo Marjono Soerjaatmadja, Sultan Hamengkubuwono IX dan K.H. Tubagus Achmad Chotib Al-Bantani membuahkan hasil yang berkaitan dengan wilayah Kesultanan Banten.

Adapun keputusan tersebut ialah penitipan kepemimpinan termasuk penjagaan dan perngurusan aset keluarga besar Kesultanan Banten kepada Residen Banten, yaitu  K.H. Tubagus Achmad Chotib Al-Bantani hingga anak atau cucu Marjono kembali lagi ke Banten.

Sejak tahun 2000, Banten resmi menjadi provinsi di Republik Indonesia. Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2000, Banten yang mulanya karesidenan wilayah Provinsi Jawa Barat.

Dengan demikian wilayah ini menjadi kawasan andalan nasional dalam sektor industri dan pariwisata.

Kesultanan Banten masih meneruskan tampuk kekuasaan pada pewarisnya namun keberadaannya merupakan bagian dari wilayah taat administrasi Provinsi Banten. 

Baca Juga Beritaku: Banten Kota Bandar Yang Sibuk Sejak Zaman Kerajaan Tahun 1526

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *