Yang Kaya Melindungi Yang Miskin, Yang Miskin Melindungi Yang Kaya

Diposting pada

Yang Kaya dan Yang Miskin, Saling Melindungi Menghadapi Serangan Covid-19 (Qif-19) Corona Virus

Oleh Yanuardi Syukur*

Dalam telekonferensi melalui akun YouTube BNPB (Jumat, 27 Maret 2020), juru bicara pemerintah khusus penanganan Covid-19.

Achmad Yurianto membuat pernyataan yang dianggap merendahkan orang miskin.

Potongan yang agak panjang sebagai berikut:

“Yang kaya melindungi yang miskin agar bisa hidup dengan wajar dan yang miskin melindungi yang kaya agar tidak menularkan penyakitnya. Ini menjadi kerja sama yang penting.”

Pernyataan ini banyak dikritik orang, terutama di media sosial. Ada yang bilang, buat apa bawa-bawa status sosial?

Ada juga yang bilang, ini sebentuk tuduhan keji seakan-akan orang miskin adalah sumber covid-19. Yang lain berkomentar, “..dengar ini jiwa misquenku berontak.”

Misquen adalah istilah populer di media sosial yang berarti miskin.

Yang Miskin dan Yang Kaya Saling Melindungi
Ilustrasi Yang Miskin dan Yang Kaya Kan Berakhir Dijenis Pemakanan Yang Sama, Harus Saling Melindungi Menghadapi Qif-19/Covid-19

Homo Hierarchicus

Pada 1966, Antropolog Perancis Louis Dumont menulis sebuah buku berbahasa Perancais berjudul

“Homo Hierarchicus: Essai sur le système des castes” tentang sistem kasta India. Buku ini diterbitkan oleh Universitas Chicago pada 1980 berjudul “Homo Hierarchicus: The Caste System and Its Implications”. Dan Universitas Cambridge pada 1984 berjudul yang sama.

Secara umum, buku klasik ini membahas tentang sistem kasta India. Prinsip-prinsip pengorganisasiannya, dan ideologi yang ada di baliknya yang dia abstraksikan dari temuan data etnografis.

Abstraksi konseptual sangat penting untuk “menangkap” hal-hal tersembunyi tapi fundamental dalam struktur sosial masyarakat tertentu.

Yang Kaya Melindungi

Bahasan hierarki biasanya dibahas dalam bab pelapisan sosial atau stratifikasi sosial yang sederhana kita maknai sebagai penggolongan manusia.

Dalam suatu sistem sosial tertentu berdasarkan lapisan-lapisan yang bersifat hierarkis dalam dimensi kekuasaan, privilede atau prestise.

Secara bahasa, hierarki diambil dari bahasa Yunani, hierarchia yang berarti “pemimpin ritus suci, imam agung” yang bermakna bahwa ada suatu susunan.

“Atas dan bawah” dalam sebuah entitas (seperti nama, objek, nilai, atau kategori-kategori) yang sifatnya sangat kultural.

Biasanya, struktur itu bersifat abstrak, walau dalam tradisi modern ada kecenderungan untuk memperjelas struktur abstrak tersebut.

Disadari atau tidak, manusia memang memiliki sifat hierarkis dalam batas-batas tertentu. Penghormatan terhadap orang tua, kursi depan yang disediakan untuk kalangan pejabat. Fasilitas bagi orang berada, adalah bagian dari hierarki itu sendiri.

Pelayanan masyarakat pada batas-batas tertentu juga kadang memperlihatkan adanya hierarki.

Yang Kaya Melindungi Yang Miskin Dan Sebaliknya

Kaya dan miskin adalah bagian dari hierarki stuktur sosial. Di mana-mana ada kelompok itu.

Konsep perjuangan kelas (class struggle) antara kelas pekerja atas kelompok kapitalis tidak lain dan tidak bukan karena adanya eksploitasi.

Yang dari situ menggerakkan mereka untuk melakukan revolusi kalangan proletar atas borjuis.

Di antropologi, aliran terori Marxis terbagi dua, yaitu Marxisme struktural yang berkembang. Di Perancis, Inggris, dan Amerika, dan Marxisme budaya yang sebagian besar “bermain” dalam studi sejarah dan sastra.

Salah satu kekuatan dari Marxisme struktural misalnya, adalah bahwa mereka menempatkan kekuatan-kekuatan determinatif bukan pada lingkungan alam (atau teknologi). Tapi pada struktur tertentu dalam hubungan sosial (Ortner, 2006).

Dalam konteks Indonesia, perjuangan kelas direpresentasikan salah satunya oleh berbagai serikat pekerja. Yang secara aktif dan intens melakukan berbagai gerakan mobilisasi untuk menuntut hak-hak mereka.

Namun, mereka tidak sampai pada revolusi dalam bentuk kenegaraan misalnya dengan mengganti sistem negara. Menjadi komunis–kendati dulu komunitas juga aktif menggalang massa buruh miskin di kota dan desa untuk kepentingan tersebut.

Yang Kaya dan Miskin Saling Melindungi
Yang Kaya Melindungi Yang Miskis, Yang Miskin Melindungi Yang Kaya

Pernyataan Jubir Covid-19

Kaya dan miskin sejatinya ada dalam tiap masyarakat. Maka, ketika Jubir Achmat Yurianto menyebut perlunya orang kaya dan orang miskin saling melindungi adalah wajar saja. Problemnya, di situ diksi yang tidak tersampaikan yang membuat kalimatnya dikritik banyak orang.

Logika “orang kaya melindungi yang miskin agar bisa hidup wajar” sudah betul, dan itu sudah sewajarnya.

Konsep “efek menetes ke bawah” (trickle down effect) yang maksudnya orang-orang kaya memberikan tetesan hartanya kepada orang miskin familiar sejak Orde Baru kendati belum maksimal dalam praktiknya.

Ketika banyak lembaga zakat berdiri, terutama pasca reformasi, masyarakat Indonesia–yang miskin–sangat terbantu dengan dana zakat dari dihimpun dari berbagai perusahaan dan orang kaya.

Lembaga seperti Dompet Dhuafa, PKPU, IZI, misalnya, sudah banyak mengumpulkan dana infak, sedekah, dan zakat dari kalangan aghniya (kaya) untuk disalurkan dalam berbagai bentuk.

Salah satu program yang menarik misalnya, dengan membuat “rumah singgah” bagi orang miskin yang sedang berobat jalan dalam waktu yang lama di kota.

Yang Kaya Melindungi Yang Miskin?

Ketimbang mereka sewa rumah atau kamar (yang belum tentu bisa), mendingan dibuatkan rumah singgah agar mereka bisa terbantu. Itu salah satu kegiatan yang bagus sekali bersumber dari perhimpunan dana tadi.

Jadi, sebenarnya sudah sewajarnya yang kaya itu membantu yang miskin.

Nah, pernyataan yang bermasalah ada pada “yang miskin melindungi yang kaya agar tidak menularkan penyakitnya.”

Maksudnya Jubir Yurianto itu masih terkait dengan pernyataan pertama tadi.

Jika orang kaya membantu yang miskin, maka yang miskin akan berada di rumah saja (isolasi diri) dan tidak perlu kerja, karena kalau mereka harus kerja (artinya harus keluar), maka potensi untuk terkena virus atau menularkan virus cukup besar.

Jadi, maksud dari pernyataan itu tidak ada yang salah. Sang jubir tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa “sumber virus ini dari orang miskin”, karena faktanya juga semua orang tahu bahwa virus itu berasal dari luar negeri, yang ujungnya di Wuhan.

Itu juga pasien 01 dan 02 terkena virus tanpa ia sadari dari droplet orang asing yang juga waktu datang tidak merasa sakit apa-apa, tapi pas balik ke Singapura baru ia tahu kalau ia kena covid-19.

Pentingnya Saling Melindungi

Lepas dari kontroversi pernyataan Jubir Yurianto, hal penting yang harus kita lakukan di masa sekarang ini adalah saling melindungi.

Tidak peduli dia kaya atau dia miskin, semua harus dapat perlindungan.

Pelindung paling penting dalam kesehatan masyarakat tentu saja adalah negara, baik itu pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Meeka bertanggung jawab utuh agar virus ini bisa cepat berlalu.

Tapi, itu juga tidak bisa terjadi kalau tidak ada kerja sama dari kita semua. Siapa pun kita harus bisa kerja sama dengan pemerintah.

Tapi memang pemerintah juga agak aneh, kenapa pula buka rekening untuk sumbangan dari masyarakat? Itu juga yang masyarakat jadi jengkel yang berujung pada sedikit sikap tidak percaya, bahkan sinis.

Yang Kaya Melindungi Yang Miskin Dalam Penanganan Qif-19

Mereka dengar katanya negara punya uang. Sementara bangun ibu kota baru, berarti ada uang.

Tapi, kenapa harus buka rekening? Duit pajak masyarakat sudah sekian banyak masuk, tapi kenapa pula tidak mencukupi?

Bisa jadi, memang ada yang problematik dalam pengelolaan negara, atau mungkin problemnya pada masyarakat yang selalu tidak puas dengan kerja keras pemerintah?

Terlepas dari itu semua, mari kita saling melindungi dengan tidak melihat status dan hierarki sosial. *

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *