Kerajaan Demak adalah salah satu dari Kerajaan Islam terbesar di Pulau Jawa. Sejarah kejayaannya yang telah mencapai masa keemasan, memiliki pengaruh penting, dalam penyebaran Agama Islam di Indonesia.
Beritaku.id, Budaya – Agama Islam di Indonesia, memiliki hubungan yang tidak dapat terpisahkan dengan Kerajaan Demak. Keduanya saling terjalin dengan sangat indahnya, atas karunia Tuhan yang mencintai umatnya, sehingga Islam menjadi agama besar di negara ini.
Oleh: Novianti Lavlia (Penulis Budaya)
Kerajaan yang salah satu pendirinya adalah Raden Fatah ini, merupakan kesultanan dengan cakupan wilayah sepanjang pantai utara Pulau Jawa. Sejarahnya sendiri bermula dari masa awal abad ke-16
Letak Kerajaan Demak
Lokasi Kesultanan Demak saat itu, dipercaya berada di pesisir pantai Kampung Bintoro, yang kini telah menjadi bagian dari Kota Demak. Namun setelah itu, kerajaan ini sempat berpindah tempat beberapa kali ke tempat yang berbeda-beda.
Perpindahan yang pertama kali, ke suatu tempat bernama Prawoto dan saat itu Kerajaan mendapat julukan baru sebagai Demak Prawoto. Perpindahan yang kedua kalinya, ke suatu lokasi lain bernama Jipang, dan berganti julukan menjadi Demak Jipang.
Sepeninggal Sunan Prawoto, Arya Penangsang memerintah kesultanan yang sudah lemah ini, dari Kadipaten Jipang, yang serang adalah Kota Cepu. Kesultanan Demak berpindah tempat ke Jipang, dan mendapat sebutan sebagai Demak Jipang.
Dan perpindahan terakhir, terjadi pada tahun 1560, ketika saat itu Kerajaan Pajang mengambil alih Demak, dalam bentuk perlindungan, atau vasal.
Sejarah Kerajaan Demak
Wali Songo, sebenarnya adalah tokoh yang paling berjasa, dalam pengembangan Agama Islam di Kerajaan Demak. Sayangnya, belum terdapat referensi yang dapat merujuk, kapan tepatnya para wali tersebut mulai melakukan misi keagamaan tersebut.
Namun tercatat, bahwa pada 1478, para wali telah memilih Kota Demak, sebagai pusat dari persebaran Agama Islam di tanah Jawa.
Kemudian atas dukungan Sunan Ampel, yang merupakan wakil dari wali, menunjuk Raden Fatah sebagai penyebar Islam di wilayah Demak. Selain itu, Raden Fatah juga mendirikan pesantren, yang bertempat di Desa Glagah Wangi.
Raden Fatah sendiri, merupakan putra dari Raja Majapahit, yang memiliki istri asal Cina, yang telah memeluk Agama Islam. Kerajaan tersebut runtuh pada abad ke-15, dan membuat wilayahnya banyak yang melepaskan diri.
Dalam waktu yang tidak lama, Desa Glagah Wangi berhasil menarik minat masyarakat, untuk menjadi santri di pesantren. Desa yang awalnya merupakan pusat ilmu pengetahuan, akhirnya beralih fungsi menjadi pusat perdagangan, karena banyaknya saudagar yang datang.
Ketika keberadaannya semakin besar, Desa Glagah Wangi pun berkembang menjadi Kerajaan Demak, yang berada dibawah kepemimpinan Raden Fatah. Kesultanan Demak akhirnya juga berhasil menjadi cikal bakal dari perkembangan Islam di tanah Jawa.
Setelah Raden Patah wafat, tahta Kerajaan Demak beralih kekuasaan ke tangan Pati Unus, yang sudah terkenal sebagai panglima perang. Karena keberaniannya tersebut, dia juga mendapat julukan sebagai “Pangeran Sabrang Lor”.
Raja Demak ini pun akhirnya gugur dalam pertempuran, dan kemudian tergantikan oleh Sunan Trenggono, yang menjadi raja ketiga di Demak. Eksistensinya sebagai pemimpin, akhirnya membawa Demak menjadi kerajaan terkuat di Jawa, sejak awal abad ke-16.
Namun pada tahun 1547 raja tersebut gugur dalam pertempuran, dan posisinya kembali tergantikan oleh Sunan Prawoto. Namun kekacauan dalam kesultanan tidak dapat terelakkan, ketika kursi kerajaan mulai menjadi perebutan antara sejumlah keturunan
Kekuasaan Sunan Prawoto berakhir, ketika dirinya terbunuh oleh Arya Penangsang, yang menjadikannya sebagai raja kelima dari kesultanan Demak.
Kejayaan Kerajaan Demak
Kerajaan Demak mendapatkan kejayaannya pada awal abad ke-16, ketika Sultan Trenggono masih menjadi raja saat itu. Ada beberapa wilayah besar, yang berhasil dikuasainya.
Selain Sunda Kelapa, termasuk juga Surabaya, Pasuruan, Tuban, Madiun, Malang, dan juga Blambangan, yang merupakan kerajaan Hindu terakhir di Jawa.
Keruntuhan Kerajaan Demak
Kekacauan di Kerajaan Demak mulai terjadi setelah Sultan Trenggono wafat. Sejumlah calon raja muda dalam keturunan yang sama, mulai bertikai dalam memperebutkan singgasana kerajaan.
Sunan Prawoto yang merupakan putra dari Sultan Trenggono, membunuh pamanya sendiri, yaitu adik tiri dari Sultan Trenggono. Sedangkan Arya Penangsang atau Arya Jipang membunuh Sunan Prawoto, untuk membalas kematian ayahnya.
Adapun motif pembunuhan Sunan Prawoto terhadap ayah dari Arya Penangsang adalah,untuk menjadikan ayahnya sendiri, sebagai Raja Demak yang ke tiga. Adapun ayah dari Arya Penangsang, bernama Sunan Surowiyoto.
Saat itu Arya Penangsang mendapatkan dukungan dari gurunya, yaitu Sunan Kudus, untuk dapat merebut kembali tahta Kesultanan Demak.
Para Raja Yang Pernah Berkuasa Di Kerajaan Demak
Raden Fatah (1500-1518)
Raja ini memulai kekuasaannya pada tahun 1500-1518. Raden Fatah adalah raja pertama Kesultanan Demak, yang telah membuatnya berkembang. Hal tersebut dapat terjadi, karena adanya dukungan dari walisongo, sebagai penyebar Islam di Jawa kala itu.
Wilayah Kesultanan Demak saat itu menjadi semakin luas, hingga menjangkau wilayah Pati, Rembang, Semarang, Jepara, Selat Karimata dan beberapa tempat di wilayah Kalimantan.
Selain itu, kerajaan ini juga menguasai beberapa pelabuhan utama di Jawa, seperti pelabuhan Jepara,Tuban, Sedayu, Jaratan dan Gresik.
Pati Unus (1518-1521)
Ketika Raden Fatah wafat di tahun 1518, Pati Unus sebagai anaknya meneruskan tampuk kepemimpinan kerajaan. Seorang Pati Unus sendiri terkenal sebagai panglima perang yang pemberani.
Salah satu dari bentuk keberaniannya yang fenomenal adalah, ketika berhasil membebaskan Malaka dari cengkraman Portugis. Saat itu, Portugis merupakan ancaman bagi Kesultanan Demak.
Walaupun saat berperang dengan Portugis pasukan Pati Unus kalah dalam segi persenjataan, namun raja ini memiliki strategi perang yang jitu. Caranya adalah, dengan memblokade pasukan musuh di Malaka, hingga membuatnya kehabisan bahan makanan.
Aksinya yang sangat berani tersebut, membuat raja muda ini mendapat gelar julukan sebagai “Pangeran Sabrang Lor”, yang artinya “penyebrang utara”. Namun sayangnya, Pati Unus harus gugur dalam pertempuran pada usia yang masih muda, yaitu 41 tahun.
Sultan Trenggono (1521-1546)
Raja ketiga dari Kesultanan Demak adalah Sultan Trenggono, yang merupakan adik dari Pati Unus. Sang adik mengambil alih kursi kerajaan, karena sang kakak tidak memiliki seorang anak.
Di bawah kepemimpinan Sultan Trenggono, Singgasana Demak telah mencapai puncak kejayaanya. Raja yang pemberani dan bijaksana ini, berhasil memperluas cakupan kekuasaannya, hingga mencapai Jawa Barat dan Timur.
Sunan Prawoto (1546-1547)
Saat Sultan Trenggono berpulang, putranya yang bernama Sunan Prawoto meneruskan tugas sang ayah, untuk menjadi Raja demak yang keempat. Namun sayangnya, kondisi Kesultanan Demak mulai mengalami kemunduran setelahnya.
Arya Penangsang (1547 -1554)
Kekuasaan Sunan Prawoto sangatlah singkat, karena terbunuh oleh Arya Penangsang, yang akhirnya menjadi raja kelima Kesultanan Demak. Namun kepemimpinan Arya Penangsang pun tidak lama, setelah dirinya terbunuh.
Peninggalan Kerajaan Demak
1. Pintu Bledek
Pintu Bledek memiliki pahatan unik, yang sudah ada sejak tahun 1466. Pembuatnya bernama Ki Ageng Selo, yang merupakan seorang tokoh spiritual, dan juga leluhur dari Kesultanan Mataram. Saat ini, peninggalan tersebut berada di Museum Masjid Agung Demak.
2. Masjid Agung Demak
Masjid indah ini berlokasi di Desa Kauman, Demak, dan sudah berdiri sejak tahun 1479 Masehi. Walaupun sudah berusia enam abad, namun kondisinya masih berdiri kokoh.
3. Makam Sunan Kalijaga
Nama Sunan Kalijaga cukup terkenal, karena merupakan salah satu dari sembilan tokoh penyebar Agama Islam Walisongo. Makam dari tokoh yang ikonok ini, terletak di Desa Kadilangu, berdekatan dengan Kota Demak.
Makam tokoh terkenal tersebut, saat ini telah menjadi salah satu tempat ziarah, bagi para pengunjung dan wisatawan dari seluruh Indonesia.
4. Soko Guru
Istilah Soko Guru, sebenarnya merupakan tiang penyangga dari Masjid Agung Demak, yang bahannya terbuat dari kayu, dan berjumlah 4 buah. Para pembuatnya masing-masing bernama Sunan Jati, Ampel, Bonang dan Kalijaga.
Keempat Soko Guru ciptaan para Sunan tersebut, melambangkan persatuan. Posisinya sendiri terletak di bagian tengah masjid, dan juga melambangkan bentuk dari
5. Dampar Kencana
Singgasana raja yang biasanya menjadi panggung atau mimbar untuk khotbah di Masjid Agung Demak, memiliki julukan dengan nama Dampar Kencana. Namun saat ini, tidak lagi berfungsi sebagai mimbar, agar kondisinya tetap terjaga.
6. Piring Campa
Piring yang terbuat dari porselen berjumlah 61 buah ini lebih populer dengan sebutan Piring Campa. Benda peninggalan ini, merupakan buah tangan dari Ibunda Raden Patah, yang bernama Siu Ban Ci.
Saat ini, piring bersejarah tersebut terpasang sebagai bagian dari dekorasi dinding Masjid Agung Demak. Setiap pengunjung yang datang ke masjid, dapat melihat keindahan pring tersebut.
7. Mihrab
Bentuknya yang berupa sebuah prasasti “Condro Sengkolo”, yang memiliki gambar hewan bulus. Adapun kalimat yang terdapat pada prasasti tersebut adalah, “Sariro Sunyi Kiblating Gusti”, yang berarti “tahun 1401 Saka” (1479 Masehi). Prasasti ini terpasang pada Mihrab di Masjid Adung Demak.
Sedangkan arti dari prasasti “Condro Sengkolo” sendiri adalah, “sebuah prasasti berisi angka dan tahun”. Pencerminan dari peninggalan ini sendiri, merupakan pencerminan dari perpaduan kultur Agama Islam dan tanah Jawa.
8. Surya Majapahit
Peninggalan lainnya berupa Surya Majapahit, yang merupakan sebuah dekorasi gambar, berbentuk oktagon, atau segi delapan. Peninggalan ini juga merupakan sebuah lambang Bagi Majapahit.
Beberapa sejarawan mengatakan, bahwa peninggalan bersejarah ini berada di antara reruntuhan bangunan kerajaan yang sudah hancur, ketika ditemukan. Surya Majapahit sudah ada sejak 1401 – 1479 Masehi.
9. Bedug dan Tabuhan
Bedug beserta tabuhanya, konon dahulu merupakan alat pemanggil, untuk mengumpulkan penduduk sekitar Masjid. Atau tepatnya, sebagai penanda waktu saat untuk bershalat.
Kedua benda tersebut tersimpan di Masjid Agung Demak, dengan bentuk seperti ladam, atau tapal kuda. Ketika bedug bertalu, artinya setiap orang harus bersiap untuk menunaikan ibadah shalatnya.
10. Kolam Wudhu
Tempat wudhu berbentuk kolam ini, terletak di halaman Masjid Agung Demak. Dahulu kala merupakan tempat wudhu para musafir dan para santri, yang akan melaksanakan ibadah shalat.
11. Maksurah
Maksurah adalah kaligrafi ayat Al quran, yang juga merupakan bagian dari dekorasi dinding Masjid Agung Demak. Peninggalan bersejarah ini, sudah ada sejak zaman kekuasaan Aryo Purbaningrat, seorang bangsawan di Demak, pada tahun 1866.
12. Pawestren
Sejenis ruang atau tempat shalat perempuan, adalah nama lain dari “pawestren”. Bentuknya merupakan 8 tiang penyangga, yang 4 tiang utamanya, adalah balok bersusun tiga. Uniknya, semua balok tersebut memiliki ukiran motif Majapahit.
Demikianlah cerita sejarah tentang Kerajaan Demak, selama masa kejayaannya. Semoga dapat bermanfaat dan memperkaya wawasan Sobat semua, terutama akan sejarah kerajaan di Indonesia.
Baca juga beritaku:
- Peninggalan Kerajaan Majapahit, Sriwijaya, dan Kutai, 25 Situs Budaya
- 10 Daftar Kerajaan Terlama Berjaya Di Indonesia
- Kehidupan Ekonomi, Politik & Budaya Kerajaan Majapahit 1293 – 1518
- Kerajaan Zabag, Sejarah dan Emperor Kuat Berpengaruh di Arab, India Dan China