Letak Kesultanan Mempawah
Peninggalan Kemegahan Kesultanan Mempawah

Istana Amantubillah Kesultanan Mempawah Sebagai Destinasi Wisata

Diposting pada

Salah satu jejak sejarah dari kerajaan islam yang ada di indonesia adalah kesultanan mempawah. Bagaimana asal muasal kesultanan mempawah ini berdiri? Serta apa yang menarik dari istana amantubillah yang menjadi destinasi wisata saat ini? Mari kita simak.

Beritaku.id, Budaya. – Setiap daerah memiliki cerita, setiap tanah memilih pemimpinnya. Dan pemimpin-pemimpin yang muncul dari setiap masa dan menjadi sejarah itu, menambah khazanah kekayaan sejarah di Indonesia.

Oleh: Ulfiana (Penulis Budaya)

Sejarah panjang dari jejak kesultanan di indonesia masih berlanjut. Kali ini, cerita sejarah itu datang dari pulau kalimantan. Salah satu kesultanan yang pernah berdiri di pulau kalimantan adalah kesultanan mempawah.

Bagi masyarakat awam yang tidak tinggal di kalimantan, mungkin akan sedikit asing mendengar nama kesultanan ini di sebut.

Bagaimana tidak?

Kesultanan ini tidak di sebutkan dalam pelajaran sejarah dari SD hingga SMA.

Kerajaan-kerajaan kecil namun memiliki prestasi gemilang seperti mempawah luput tak masuk pada kurikulum pendidikan nasional.

Namun, bagi masyarakat sekitar, kesultanan mempawah merupakan warisan kekayaan dari leluhur mereka. Itu sebabnya, generasi tua dari Mempawah terus mengenalkan sejarah ini pada generasi mudanya.

Sampai saat ini, masyarakat masih sering merayakan acara ritual yang berfungsi sebagai peringatan terhadap munculnya peradaban dari kerajaan ini.

Peninggalan Mempawah
Peninggalan Kerajaan Mempawah (Foto: Kerajaan Nusantara)

Untuk itu, mari kita sama-sama belajar berkenalan dengan kesultanan mempawah ini. Tentu kita semua bertanya, dimana sih letak kesultanan mempawah ini?

Berikut merupakan sedikit ulasan yang akan membahas letak lokasi dan seluk beluk dari kerajaan ini. So, stay tune!

Baca juga Beritaku: Kesultanan banten

Letak dan Lokasi Kerajaan Kesultanan Mempawah

Lokasi dari kesultanan mempawah ini tepatnya berada di Desa Pulau Pedalaman, Kecamatan Mempawah Timur di Provinsi Kalimantan Barat.

Tempat ini merupakan lokasi yang di pilih oleh Sultan Muhammad Zainal Abidin. Sultan ini kemudian menjadi Sultan yang terkenal sebagi pendiri kota Mempawah.

Nama mempawah berasal dari nama sebuah pohon, yaitu mempawah, yang banyak tumbuh di sekitar tempat tersebut. Mempawah juga akhirnya di gunakan sebagai nama sungai yang mengaliri daerah itu sehingga di sebut sungai mempawah.

Sebelumnya, Kesultanan Mempawah ini sempat berganti-ganti pusat pemerintahan.

Di masa pemerintahan Panembahan Senggauk, pusat pemerintahannya adalah di Senggauk. Opu Daeng Maenambon kemudian memindahkan pusat pemerintahan di Sabukit Raja.

Kemudian, muncul intervensi dari Belanda sehingga Panembahan Adiwijaya atau Gusti Jamril memindahkan pusat pemerintahan di Karangan, Mempawah Hulu.

Baru setelah itu, Gusti Jati atau Sultan Muhammad Zainal Abidin memindahkan pusat pemerintahannya di pulau pedalaman mempawah hingga saat ini.

Sultan Yang Fenomenal Dari Kesultanan Mempawah

Raja atau sultan yang fenomenal dari kesultanan mempawah adalah Opu Daeng Menambon. Ia merupakan seorang pelaut serta ahli dalam siasat perang. Opu daeng merupakan raja yang mengubah kerajaan mempawah menjadi kesultanan.

Perubahan itu juga sampai pada penyebutan raja berganti menjadi sultan.

Makam opu Daeng Menambon.
Cagar Budaya, Makam Opu Daeng manambung

Opu Daeng Menambon di kenal sebagai raja yang bijaksana. Ia mengedepankan musyawarah bagi rakyatnya dalam menyelesaikan masalah.

Ia di hormati olah masyarakat mempawah hingga hari ini. Makamnya juga menjadi obyek wisata budaya yang berada di atas bukit serta terjaga sampai sekarang.

Asal Muasal Kerajaan Islam Mempawah

Sebelumnya, kerajaan mempawah merupakan kerajaan dari suku dayak yang menganut agama hindu. Sebelum bernama kerajaan mempawah, daerah ini berkaitan dengan Kerajaan Bangkule Sultankng dan Kerajaan Sidiniang.

Namun, keduanya runtuh karena serangan dari kerajaan kecil sekitar.

Baru sekitar 1610, berdiri kerajaan di reruntuhan tersebut dimana raja yang berkuasa bernama Raja Kudung. Anak dari Raja Kudung ini bernama Panembahan Senggauk.

Panembahan Senggauk memiliki anak bernama Utin Inderawati. Utin kemudian menikah dengan Sultan Muhammad Zainuddin. Suami Utin ini merupakan sultan yang berasal dari Kerajaan Matan Tanjungpura di Kalimantan Barat.

Telah lama mereka memiliki hubungan yang erat dengan Raja Bugis.

Utin bersama suaminya memiliki anak yang bernama Putri Kesumba. Putri Kesumba inilah yang kemudian menikahi Opu Daeng Manambon dan mendirikan kesultanan Mempawah.

Opu Daeng Manambon merupakan anak dari Raja Luwu di Sulawesi Selatan yang merupakan keturunan raja bugis.

Raja luwu tersebut bernama Opu Tandre Borong Daeng Rilekke atau dalam sumber lain menyebutkan Opu Tendriburang Dilaga. Ia merupakan anak dari Raja Bugis pertama yang masuk islam.

Sehingga, dalam perjalananya ia bersama anak-anaknya memainkan peranan penting bagi penyebaran islam di wilayah kalimantan. Termasuk di dalamnya adalah mengadakan kerjasama dengan Kerajaan Johor.

Singkat cerita, kekuasaan Mempawah di berikan oleh keturunan Muhammad Zainudin kepada Opu Daeng Manampon.

Haluan Baru Kerajaan menjadi Kesultanan Mempawah

Datangnya Opu Daeng Menambon ke kerajaan ini membawa haluan baru dari kerajaan menjadi kesultanan islam. Agama islam merupakan agama resmi kerajaan.

Pusat pemerintahanpun ia pindahkan dari yang semula di Senggaok menuju Sebukit Rama. Tempat tersebut merupakan tempat yang sangat strategis. Hal itu meninjau dari daerahnya yang subur, makmur serta ramai pedagang mendatanginya.

Opu Daeng membawa pengaruh yang cukup besar bagi masyarakat Mempawah saat itu. Ia menyebarkan agama islam pada masyarakat daerah dan menjadi tokoh yang menginspirasi adanya keberagaman etnis dan agama.

Ia mendirikan pusat pengajaran agama islam dimana pengajarnya adalah Sayid Husein Alqadrie, yang berasal dari Yaman.

Ketika Opu Daeng wafat, anaknya yang berama Gusti Jamiril menggantikan kepemimpinannya. Kepemimpinan dari Gusti Jamiril ini membawa pengaruh besar dalam perluasan wilayah Mempawah.

Kawasan Mempawah juga terkenal sebagai bandar perdagangan yang sangat ramai.

Raja Yang Membawa Masa Keemasan Kerajaan Mempawah

Istana mempawah berada di masa keemasaan saat berada dalam pemerintahan Panembahan Raja Adiwijaya.

Sebelumnya, kesultanan mempawah merupakan kseultanan yang menganut islam dengan taat. Para pemimpinnya merupakan pemimpin yang adil sehingga mengantarkan rakyat pada kemakmuran.

Gusti Jamiril merupakan raja yang menjabat setelah Opu Daeng Menambon wafat. Ia memiliki gelar Panembahan Adiwijaya Kusuma Jaya.

Panembahan adiwijaya ini terkenal sangat anti dengan kolonialisme belanda yang saat itu telah hadir di nusantara.

Saat-saat pemerintahannya di mempawah itu, merupakan masa keemasan dari kesultanan mempawah. Ia begitu piawai dalam memimpin kerajaan. Wilayah mempawah semakin di perluas.

Namun, ia harus menghadapi serangan dari belanda yang saat itu berusaha meruntuhkan kekuasaannya. Dalam situasi yang mendesak, ia kemudian memindahkan pusat pemerintahan yang sebelumnya di Sebukit Rama menjadi berada di daerah Mempawah Hulu.

Dalam situasi tersebut, ia tak henti membela kerajaannya dari Belanda hingga akhirnya ia wafat pada tahun 1790 M.

Istana Amantubillah

Keraton Istana Amantubillah ini merupakan nama keraton dari kerajaan Mempawah. Istana ini tepat berada di desa pulau pedalaman yang merupakan lokasi dari kerajaan mempawah ini.

Penamaan Amantubillah ini di ambil dari bahasa arab yang memiliki arti “Aku Beriman Kepada Allah”. Namun, adapula yang menyebutkan bahwa maknanya adalah “dengan perlindungan dari Allah SWT”.

Istana Amantubillah
Istana Amantubillah Peninggalan Kesulatanan Mempawah (Foto: Helo Indonesia)

Hal itu menunjukkan bahwa pengaruh islam begitu kuat di kerajaan ini.

Pada tahun 1880, istana ini sempat mengalami kebakaran. Itu terjadi karena adanya suatu insiden saat itu. Pemerintahan saat itu sedang di pegang oleh gusti ibrahim yang bergelar Panembahan Ibrahim Mohamad Syafiudin.

Warna yang dominan dari istana ini adalah hijau muda. Kompleksnya juga cukup luas. Ketika akan masuk ke istana ini, seseorang akan menemukan tulisan yang tertulis di gerbang istana Mempawah.

Tulisan itu berbunyi:” Mempawah Harus Maju, Malu Dengan Adat”.

Istana ini merupakan kediaman dari para raja beserta keluarganya tinggal. Pembangun istana ini juga mirip dengan istana keraton yang ada di indonesia. Bangunannya luas dengan ukiran-ukiran yang menjadi ornamen depannya.

Jika mendengar kata istana, maka jangan bayangan istana yang bertingkat dan bertumpuk-tumpuk tinggi seperti di cerita barat ya.

Istana ini lebih mengedepankan pada luasnya bangunan. Bangunannya juga begitu sederhana dan bersahaja. Serta, sangat menarik dan nyaman. Benar-benar khas keraton di Indonesia.

Bagian-bagian Istana Amatubillah Yang Menarik

Istana Amantubillah memiliki 3 bagian utama. Bagian tersebut adalah bangunan utama, sayap kanan serta sayap kiri.

Bangunan utama merupakan bangunan yang menjadi tempat tinggal dari raja dan permaisurinya. Tentu bersama anggota keluarga kerajaan lain.

Sayap kanan merupakan bangunan tempat mempersiapkan jamuan makanan bagi semua yang tinggal di istana. Semua keperluan jamuan makan untuk para tamu yang mampir di istana juga di persiapkan dalam bangunan ini.

Istilahnya kalau sekarang mungkin dapur umum dan aula makannya. Bangunan ini khusus untuk kegiatan masak-memasaknya. Keren sekali bukan?

Di sayap bagian kiri terdapat bangunan yang menjadi pusat administrasi. Semua kegiatan terkait pemerintahan kerajaan terdapat di bagunan sayap kiri. Bangunan ini juga menjadi aula tempat Raja dan Para Abdi Dalem bertemu.

Pusat pemerintahan di jalankan di bangunan sayap kiri ini. Kalau istilah sekarang seperti tempat kantor kerajaannya.

Namun, saat ini karena tidak di gunakan sebagai pusat pemerintahan, ketiga bagian dari bangunan ini telah berubah fungsi. Bangunan utama saat ini telah menjadi museum kerajaan Mempawah.

Di dalamnya terdapat banyak peninggalan kerajaan seperti singgasana raja, baju kebesarannya, serta payung kerajaan. Tak lupa, di museum ini juga menyimpan foto-foto dari raja yang pernah berkuasa di istana ini bersama keluarganya.

Payung Mempawah Pada Acara Robo Robo
Payung Untuk Raja Mempawah (Warna Kuning)

Sayap kanan yang mulanya aula umum tempat jauman, berubah fungsi sebagai pendopo istana. Sedangkan bangunan sayap kiri, saat ini menjadi tempat tinggal bagi kerabat kesultanan mempawah yang masih ada hingga saat ini.

Masih dalam kompleks istana, terdapat kolam bekas pemandian dari sultan dan keluarganya. Namun, saat ini kolam tersebut tidak di gunakan sebagai tempat pemandian lagi. Hal ini karena saluran air yang menghubungkan kolam ini dengan anak sungai mempawah telah tertutup.

Kompleks istana ini juga masih berdiri kokoh dan kuat hingga hari ini.

Disepanjang jalan terdapat meriam kecil yang menghiasi jalan setapak di kompleks istana Amantubillah.

Apakah Istana Amatubillah Terbuka Untuk Umum? Apa Syaratnya?

Keraton Amantubillah terbuka untuk umum. Serta, tidak ada pungutan karcis biaya masuk untuk memasuki keraton ini, alias gratis. Jadi, pengunjung bisa mengunjungi wisata budaya ini secara cuma-cuma.

Pengurus istanalah yang memelihara istana ini, serta menjadi pemandu dari wisata cagar budaya di istana amantubillah.

Keraton amantubillah ini biasanya di gunakan untuk tempat mengadakan upacara adat seperti robo’-robo’ dan pagelaran seni lainnya. Perayaan robo-robo berlangsung setiap rabu di akhir bulan safar.

Acara robo’-robo’ ini merupakan bentuk peringatan terhadap peristiwa kedatangan Opu Daeng Menambon.

Tentu dengan adanya perayaan ini, masyarakat luas ikut terlibat dan memasuki wilayah keraton.

Bahkan acara ini, telah menajdi agenda nasional dimana tamu undangannya berasal dari luar indonesia. Tamu-tamu tersebut adalah tamu dari kesultanan Brunai, Malaysia serta Singapura.

Demikian sedikit ulasan tentang kesultanan Mempawah. Semoga dengan ini bisa menambah khazanah ilmu kita terhadap sejarah yang pernah ada di Indonesia. Sampai jumpa di pembahsan selanjutnya!

Sumber: Indonesiakaya/istana, mempawahtourism, indonesiakaya opu, petabudaya, kalbariana

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *