Arung Palakka, Raja Bone Ke 15
Arung Palakka, Raja Bone Ke 15 (Foto : Istimewa)

Kontroversi Arung Palakka, Raja Bone Ke 15

Diposting pada

Beritaku.Id, Budaya –  Kontroversi Arung Palakka. Roman geram tampak pada wajah pria muda itu.

Alasan yang sangat sederhana namun kompleks, bekerjasama dengan Belanda (penjajah) untuk menyerang bangsa sendiri, maka tindakan itu adalah sebuah pengkhianatan.

Namun bagi orang Bone, La Tenri Tatta Arung Palakka adalah The Hero sekaligus Mangkau’ atau Arung (Raja)yang melakukan apasaja untuk membuat kerajaan Bone berdiri kokoh kembali.

(Belum ada titik temu hingga kini mengenai 2 paragraf diatas)

Awal tahun 1660, dengan mata kepala sendiri ia menyaksikan lebih dari 10.000 orang dari negeri asalnya dijadikan pekerja paksa.

Turunan Raja Bone Yang Jadi Tawanan

Orang-orang Bone itu dipekerjakan untuk menggali kanal di sepanjang pesisir Makassar sebagai garis pertahanan dalam rangka peperangan melawan VOC.

Lelaki yang menahan murka tersebut bernama Arung Palakka. Ia adalah seorang Anak Arung Matasa’ dari Raja Bone, yang kepadaya berhak menjadi Raja Bone berikutnya.

Sejak usia 11, Anak Pattola atau sang pangeran sudah menjadi tawanan Kesultanan Gowa di Makassar.

Usia 11 tahun adalah usia yang merekam seluruh peristiwa dan sebentar lagi akan beranjak remaja dengan energi besar dalam dirinya.

Diusia tersebut, telah tumbuh rasa sakit hati kepada kerajaan Gowa, seorang Anak Arung Matasa’ menjadi tahanan di kerajaan Gowa.

Dendam Sang Putra Mahkota Arung Palakka (sering pula ditulis Aru Palaka) lahir pada 15 September 1634.

Ia adalah putra Raja Bone ke-XIII La Maddaremmeng Matinro’e Ri Bukaka. Berstatus sebagai Anak Pattola atau Arung Matasa’.

Kajian mendalam mengenai Anak Arung Matasa’ (Putra Mahkota ada Bagian IA Kasta di Sulawesi klik disini)

Polemik kerjaan besar yakni Gowa-Tallo dengan Bone-Soppeng-Wajo, pada saat itu Gowa Tallo adalah kerajaan adikuasa di Sulawesi dan Timur Nusantara.

Puncak pertikaian terjadi saat Gowa-Tallo resmi menjadi kerajaan Islam pada 1605.

Seperti dicatat dalam Sejarah Nasional Indonesia, Volume 3 (2008), Kerajaan Gowa yang sudah berganti corak menjadi kesultanan.

Memaksa kerajaan lainnya untuk menganut agama yang sama sekaligus meluaskan pengaruh politiknya (hlm. 83).

Bone yang berpuluh-puluh tahun sebelumnya cukup merepotkan Gowa akhirnya harus menyerah pada 1611 (6 tahun)

Sejak saat itu, Bone ikut menganut ajaran Islam dan menjadi taklukan Gowa.

Meskipun begitu, kedudukan raja Bone masih diakui dan sempat dimerdekakan kendati rangkaian konflik masih saja terjadi di era-era setelahnya.

Tahun 1643, Bone benar-benar jatuh dan wilayahnya diperintah langsung oleh Sultan Gowa.

Peristiwa tersebut terjadi ketika Bone dipimpin Sultan La Maddaremmeng yang tidak lain adalah ayahanda Arung Palakka.

Sejak umur 11, arung matasa ini sudah merasakan bagaimana pedihnya hidup jadi tawanan.

Tanpa kebebasan kendati perlakuan keluarga Kesultanan Gowa terhadapnya tidak terlalu buruk.

Menurut Palloge Petta Nabba dalam Sejarah Kerajaan Tanah Bone (2006), Arung Palakka dan keluarganya dijadikan pelayan di kediaman Perdana Menteri Gowa, Karaeng Pattinggaloang.

Namun Pattinggaloang tetap menaruh respek kepada keluarga Arung Palakka, dan Arung Palakka pun tumbuh menjadi seorang pemuda cerdas dan gagah di bawah bimbingannya (hlm. 124).

Hingga suatu ketika, Arung Palakka akhirnya bisa terbebas dari cengkeraman Gowa setelah terjadi aksi pemberontakan orang-orang Bone yang dipimpin Tobala.

Penulis: Iswara N Raditya

Dilema Arung Palakka

Kontroversi Arung Palakka
Kontroversi Arung Palakka Apakah Milik Bone atau Nusantara?

Merasa dijajah oleh kerajaan Gowa, menjadikan Arung Palakka, duduk bersama orang kerajaan Wajo, Soppeng, tujuannya untuk melancarkan serangan kepada Gowa.

Ambisi mengambil alih wilayah Bone yang di kuasai oleh kerajaan Gowa.

Kelak yang akan menjadi Raja Bone Arung Palakka, meski kelihatan tunduk dibawah Kerajaan Gowa, namun kondisi saat itu dia menjadi tawanan Raja Gowa.

Kontroversi Arung Palakka mulai diwujudkan, dengan rencana melarikan diri dari kerajaan Gowa terjadi pada masa antara Juni dan Agustus 1660.

Arung Palakka, Arung Kaju, Arung Maruangeng, Daeng Pabila, dengan dibantu oleh Tobala’.

Ketika itu Karaeng Karunrung, mempekerjakan orang bugis untuk menggali kanal di Panakkukang, sebanyak 10.000 orng bugis dipekerjakan, termasuk Arung Palakka.

Status tawanan dipercaya, saat bekerja, dijadikan kesempatan buat Arung Palakka kabur, sebab merasa siri’ menjadi pekerja. Padahal dirinya adalah Anak Arung Matasa’.

Kesempatan ini, dimanfaatkan oleh Arung Palakka Sang Raja Bone kelak tersebut untuk melarikan diri kembali ke Bone, dan menjalin komunikasi dengan Wajo, Soppeng.

Lancarkan serangan dan hancurkan kerajaan Gowa, ini strategi yang dibahas melalui Pincara Lopie ri Attapang (Perjanjian Rakit di Attapang).

Pertemuan rahasia yang mencekam, dengan siasat menghancurkan kerajaan Gowa yang di anggapnya sewenang-senang.

Wajo menolak ide Kontroversi Arung Palakka, dan hanya sebagian bangsawan Soppeng yang ikut bergabung.

Karena dendam yang telah membara dan mengkristal terhadap Gowa, seranganpun dilancarkan dengan kekuatan yang dimiliki Kontroversi Arung Palakka dan di bantu dari kerajaan Soppeng.

Serangan Raja Bone Ke Gowa

Dilancarkannya serangan ke Gowa, dengan muatan dendam kesumat dan merasa dipaka Siri’ oleh Kerajaan Gowa.

Kerajaan Gowa melayani serangan Arung Palakka, dan pada peristiwa ini Tobala’ dipenggal oleh pasukan kerajaan Gowa.

Serangan ini gagal total, pasukan dan strategi perang Arung Palakka di lululantakkan pasukan kerajaan Gowa.

Arung Palakka, melakukan strategi melingkar, dengan berlari menuju ke Kerajaan Buton meminta perlindungan.

Kontroversi Arung Palakka dengan lari dari peperangan dipertanyakan, sementara pasukan yang dibawah dari Bone dibantai oleh pasukan kerajaan Gowa.

Meningggalkan Gowa dan menuju kerajaan Buton, bersembunyi.

Mendengar itu, Kerajaan Gowa melakukan pengejaran hingga ke Buton, namun Arung Palakka tidak ditemukan.

Arung Palakka Ke Batavia

Kontroversi selanjutnya adalah langkah Arung Palakka, mengindari di obrak abrik oleh pasukan kerajaan Gowa yang tangguh, maka Arung Palakka bersama pasukan tersisa menuju ke Batavia (Jakarta), atas bantuan kompeni Belanda.

Kondisi inilah dalam jejak sejarah dianggap sebagai langkah keliru Arung Palakka (Kontroversi Arung Palakka), sebab membangun kerjasama dengan Belanda (penjajah), sebagai pengkhianatan bangsa.

Dalam catatan sejarah, Arung Palakka meminta bantuan sekutu kompeni Belanda untuk dilindungi di Batavia.

Arung Palakka Hancurkan Minangkabau

Di Batavia, Arung Palakka meminta bantuan tentara Belanda untuk menyerang Kerajaan Gowa.

Belanda tidak semudah itu memberikan bantuan kepada Raja Bone tersebut, syarat awal yang ditawarkan Belanda adalah.

Sang Raja Bone, Arung Palakka harus menghancurkan orang Minangkabau, di Pantai Barat Sumatera.

Kontroversi semakin rumit bagi Arung Palakka, sebab syarat ini adalah menghancurkan kerajaan lain yang tidak ada persoalan dengan Arung Palakka sebenanrnya.

Tetapi orang Mingkabau di Padang memberontak melawan Belanda, tidak ada kaitannya dengan Kerajaan Bone.

Kontroversi Arung Palakka berlanjut, Peperangan ini membuat pasukan Belanda menang dengan panglima perang Arung Palakka bersama Kapten Jonker dengan pasukan Ambon, berhasil mengobrak abrik pantai barat Sumatera.

Dengan 400 pasukan toangke orang bugis Bone dari bantaran kali Sungai Angke Jakarta. Minangkau bertekuk lutut didepan Arung Palakka, menatap jasad-jasad yang dibantai Arung.

Misi membumi hangus orang Minangkabau berhasil, Arung Palakka, sebagai pahlawan dimata pasukan Belanda.

Namun tujuan Arung Palakka bukan itu, bukan untuk mendapatkan pengakuan pahlawan dari Belanda.

Kontroversi Arung Palakka adalah bara dendam didadanya, untuk membakar kerajaan Gowa sampai hangus dengan  cara apapun.

Kontroversi Arung Palakka Bersama Belanda

Dendam Arung Palakka, untuk menghabisi Kerajaan Gowa, diwujudkan pada 17 Desember 1666, bersama 20 Armada Perang Belanda, Arung Palakka dan Kapten Jongker dibawah komando  Cornelis Janzoon Speelman.

Belanda pada dasarnya tidak mau berperang dengan Kerajaan Gowa, karena kerajaan ini termasuk kerajaan terkuat di Timur Indonesia, dibawah komando Sultan Hasanuddin.

Beberapa syarat damai diberikan oleh Gowa kepada Belanda, namun ditolak mentah-mentah oleh Speelman, dan 2 hari kemudian, Armada Belanda mendekat bibir pantai Makassar.

Kontroversi Arung Palakka
Kontroversi Arung Palakka : bersama Belanda menyerang Kerajaan Gowa-Tallo

Berjarak 500 meter, pada posisi ini Belanda membombardir kerajaan Gowa Tallo.

Sultan Hasanuddin tidak mau tunduk kepada Belanda, penjajah Belanda harus dilawan.

Kontroversi Arung Palakka
Sultan Hasanuddin, Raja Gowa dengan Gagah berani melayani gempuran Belanda

Pasukan kerajaan Gowa fokus berperang di bibir pantai, namun tanpa disadari, pasukan darat kerajaan Gowa di serang dari arah selatan, dengan panglima perang Arung Palakka.

Arung Palakka Vs Sultan Hasanuddin
Kontroversi Arung Palakka Vs Sultan Hasanuddin (Foto Istimewa)

Gowa-Tallo sebagai kerajaan Islam terkuat, menahan serangan dari sisi utara (Belanda) dan selatan (Arung Palakka).

Mampu menahan serangan dan tidak secepat itu kerajaan Gowa tunduk terhadap Arung Palakka dan Belanda.

Butuh Waktu 11 bulan, untuk melakukan gencatan senjata, tepatnya 13 November 1667 di Bongaya yang selanjutnya dikenal dengan perjanjian Bongaya (sekarang berada di Kecamatan Tamalate Kota Makassar).

Di buat perjanjian antara Kerajaan Gowa dan Belanda bersama Arung Palakka.

Kontroversi Arung Palakka
Isi perjanjian Bongaya antara Kerajaan Gowa dengan Belanda dan Arung Palakka

Disinilah awal runtuhnya kerajaan Gowa, meski tidak disebutkan bahwa perjanjian itu sebagai takluknya Gowa kepada Belanda.

Namun Sultan Hasanuddin, menjaga rakyatnya dari penderitaan karena perang berkepanjangan, membuat beberapa sendi dalam kerajaan Gowa mengalami kelumpuhan.

Perang harus dihentikan, perjanjian Bongayya menjadi ruang duduk bersama dari konflik dan kontak fisik.

Entah berapa banyak nyawa yang melayang, darah berceceran tidak dihitung, semuanya berlangsung dalam perang kesatria.

Kontroversi Arung Palakka Vs Sultan Hasanuddin

Ini kisah masa lampau, harus diurai dimasa kini, tak boleh ada dendam dan tidak boleh lagi tumbuh balas dendam.

Zaman kerajaan berganti menjadi penyatuan seluruh pulau membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Arung Palakka itu Bugis Asli, Sultan Hasanuddin itu Makassar dan Asli.

Bugis vs Makassar, Arung Palakka Vs Sultan Hasanuddin, membawa masing-masing pasukan untuk berhadap-hadapan menggunakan parang dan badik dan panglima perang membawa simbol masing-masing.

Kita harus menahan diri atas kebencian masa kini, untuk kita orang Bugis melihat orang Makassar, dan untuk kita orang Makassar melihat orang Bugis.

Diakhir kisah ini Arung Palakka menang terhadap Gowa dengan bantuan Belanda.

Meski telah lama Arung Palakka merasakan penderitaan oleh kerajaan Gowa.

Sultan Hasanuddin menjadi pahlawan Nasional, sementara Arung Palakka dianggap pengkhianat bangsa dan sampai sekarang belum lolos sebagai pahlawan.

Alasan yang sangat sederhana namun kompleks, bekerjasama dengan Belanda (penjajah) untuk menyerang bangsa sendiri, maka tindakan itu adalah sebuah pengkhianatan.

Menyikapi Kontroversi Arung Palakka

Kontroversi Sang Raja Bone Arung Palakka dengan melululantakkan Minangkabau di Padang, tanpa ada persoalan pribadi, sebagai alasan yang kuat untuk mencoretnya sebagai pahlawan Nasional.

Namun bagi orang Bone, Arung Palakka adalah raja yang melakukan apasaja untuk membuat kerajaan Bone berdiri kokoh kembali.

Seandainya, NKRI tidak terbentuk, maka Arung Palakka (Raja Bone) adalah pahlawan, atau jika seandainya seluruh kerajaan menjadi negara sendiri, bilamana terbentuk negara Bone, maka pahlawannya adalah Arung Palakka.

Jazad Raja Bone, Arung Palakka dikubur di Gowa, ditengah orang-orang yang taklukkannya (Makassar), makamnya dijaga oleh orang Makassar.

Jika seandainya dendam, maka boleh saja orang Gowa/Makassar membakar atau menimbun atau tindakan merusak lainnya pada makam tersebut.

Maknanya adalah Makassar toleran terhadap Bugis, dan Bugis pun Toleran terhadap Makassar.

Peperangan diabad XVI dan XVII diantara keduanya, adalah peperangan yang tidak mereka sangka bahwa mereka adalah satu negara pada akhirnya.

350 tahun kemudian negara ini berdiri kokoh, setelah peyatuan kerajaan-kerajaan nusantara, bahwa penjajah sebenarnya bukanlah Gowa ke Bone atau Bone ke Gowa.

Tapi Inggris, Belanda, Jepang dari benua yang jauh datang merampas harta negara ini.

Peperangan telah usai, kini diantara kerajaan Gowa dan Bone dengan seluruh situs sejarahnya, menjadi cagar budaya yang akan dijaga, pernikahan antara kerajaan sebagai langkah politik adalah tepat.

Karena pada dasarnya, Gowa, Bone, Luwu adalah satu pertalian darah keturunan dengan asal usul Raja pertama, masing-masing To Manurung, apakah orang yang sama?

Soal Kontoversi Arung Palakka yang juga Raja Bone Pengkhianat bangsa atau Pahlawan Nasional, biarkanlah negara yang memutuskannya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *