Selain Cerdas, Nabi Musa AS dan Nabi Khidir AS, memiliki banyak pengalaman menarik dan menjadi Inspirasi untuk banyak orang
Beritaku.Id, Kisah Para Nabi dan Rasul – Keberlangsungan sebuah bangsa sangat bergantung pada karakter atau akhlaq dari generasi penerusnya.
Agustina, SE
Penulis Kategori Kisah Nabi dan Rasul
Dekadensi Moral Dan Akhlak Generasi Muda
Tanpa karakter atau akhlaq mustahil sebuah bangsa bisa mempertahankan eksistensinya dan menjadi panutan bagi bangsa lain.
Namun demikian era globalisasi dan kebebasan informasi mengakibatkan mulai lunturnya karakter atau akhlaq generasi penerus. Sebuah bangsa tak terkecuali bangsa Indonesia dengan mayoritas umat Islam.
Dekadensi moral yang terjadi pada generasi muda bangsa ini. Kian hari kian marak dengan berbagai variasinya, yakni: kenakalan remaja, free sex, narkoba, pergaulan bebas. Pada kalangan remaja menjadi potret kelam yang menyertai bangsa ini.
Pertanyaan besarnya, kenapa ini bisa terjadi?
Banyak faktor yang bisa kita perhatikan sebagai penyebab dari merosotnya karakter atau akhaq generasi muda bangsa ini yang mayoritas umat Islam.
Namun yang paling berpengaruh adalah penanaman nilai spiritual yang mulai terabaikan di dalam kehidupan, dengan kata lain nilai-nilai ilahi yang tercantum di dalam Al-quran dan hadist nabi sudah mulai banyak mereka tinggalkan.
Padahal Nabi Muhammad Saw, pernah bersabda
“Aku tinggalkan di untuk kalian, dimana kalian tidak akan tersesat setelah (kalian bepergian teguh pada) keduanya, yaitu kita ultah (Al-Quran) dan Sunnahku.” [HR. At-Thabrani].
Banyak kisah inspiratif yang tercantum di dalam al-quran yang bisa menjadi teladan bagi kita sebagai bekal dalam kehidupan ini.
Terutama bagi generasi muda yang akan melanjutkan estafet berjuang sebuah bangsa, di dalam mempersiapkan ilmu untuk bekal pada masa depan.
Baja juga Beritaku : Kisah Nabi Yahya AS dan Wasiat Kepada Kaumnya Bani Israil
Kisah Nabi Musa & Khidir AS, Tentang Ilmu
Kita bisa meneladani Kisah Nabi Musa AS ketika berencana ingin bertemu dengan seorang yang sholeh dan lebih alim (berilmu) yaitu Nabi Khidir as.
Karena sebelumnya Nabi Musa AS secara langsung menjawab pertanyaan salah satu orang dari golongan bani Israil.
Tentang siapa yang paling alim (berilmu), ketika itu beliau berkhutbah di depan para pembesar Bani Israil, maka jawaban Musa AS tentang pertanyaan itu adalah “Aku yang paling Alim (berilmu)”.
Demikian Dialog Nabi Musa saat itu dengan umatnya.
Namun tidak lama dari kejadian itu Allah SWT menegur Nabi Musa AS. Karena tidak menyebutkan bahwa Allah swt lah yang paling berilmu dan tidak ada yang menandinginya.
Sebab mensejajarkan diri dengan Allah SWT adalah sesuatu dosa, sebab yang Paling Berilmu (Maha Alim) hanya Allah SWT.
Kemudian Allah swt mengilhamkan wahyu kepada Nabi Musa AS “Bahwa aku memilki seorang hamba yang sholeh dan lebih alim darimu yang hidup di antara dua lautan”
Nabi Khidir AS maksud dari ayat ini tentang manusia yang hidup antara dua lautan
Baca Juga Beritaku: Kekeringan dan Kisah Nabi Ilyasa Bagi Kaum Bani Israil Penyembah Berhala
Petunjuk Untuk Nabi Musa AS Menemui Nabi Khidir AS
Mendengarkan perkataan tersebut kemudian Nabi Musa AS berencana untuk bertemu dan mengambil pelajaran dari hamba tersebut yaitu Nabi Khidir as.
Nabi Musa as seraya berkata” Ya Rabb dimanakah aku bisa bertemu dengan hamba-Mu yang lebih alim dibandingkan aku dan bagaimana cara supaya bisa menemuinya?”
Kemudian Allah swt berfirman kepada Nabi Musa “Bawalah seekor ikan kemudian masukan kedalam wadah (jaring tempat ikan), apabila ikannya hilang, maka tempat hilangnya ikan merupakan tempat keberadaan hamba-Ku”
Sebagai mana yang penyampaian Ubay bin Ka’ab setelah Nabi Khidir AS mendapatkan penjelasan dan petunjuk dari Allah swt.
Maka Nabi Musa bergegas langsung pergi menuju untuk menemui Nabi Khidir AS. Ia bersama muridnya yang bernama Yusya ibnu Nun.
Kisah Inspiratif ini kemudian Allah SWT dalam surat Alkahfi ayat 60-82
Berikut kisahnya:
وَإِذۡ قَالَ مُوسَىٰ لِفَتَٮٰهُ لَآ أَبۡرَحُ حَتَّىٰٓ أَبۡلُغَ مَجۡمَعَ ٱلۡبَحۡرَيۡنِ أَوۡ أَمۡضِىَ حُقُبً۬ا
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: “Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai keperluan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun “.(QS:Al-kahfi 60).
Dengan keteguhan hati dan sikap sami’na wa atho’na kepada Allah SWT. Nabi Musa AS dengan penuh semangat untuk bertemu dengan Nabi Khidir AS pada tempat bertemunya dua buah laut.
Para mufasir menafsirkan dua laut yang dimaksud itu adalah sebagaimana yang disampaikan Qatadah di dalama tafsir Ibnu katsir yaitu lautan Persia. Yang berada pada sebalah timurnya dan lautan Romawi yang berada pada bagian baratnya.
Namun pendapat ini tidak senada dengan pendapat Muhammad ibnu Ka’b Al-Qurazi, Bahwa sebenarnya dua laut itu adalah di Tanjah, terletak di paling ujung kota Maroko.
Namun demikian para Mufasir menyepakati bahwa hanya Allah swt lah paling mengetahui tentang letak tempat keberadaan Nabi Khidir AS tersebut
Sampainya Nabi Musa AS Di Mata Air Kehidupan
فَلَمَّا بَلَغَا مَجۡمَعَ بَيۡنِهِمَا نَسِيَا حُوتَهُمَا فَٱتَّخَذَ سَبِيلَهُ ۥ فِى ٱلۡبَحۡرِ سَرَبً۬
“Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua laut itu, mereka lupa ikan ya, lalu (ikan) itu melompat mengambil jalannya ke laut itu.” (QS:Al-Kahfi 61)
Didalam ayat ini Allah SWT menjelaskan bahwa Nabi Musa AS memerintahkan kepada muridnya (Yusya ibnu Nun).
Untuk membawa ikan dan ikan yang dimaksud ikan yang sudah mati (ikan asin), dan apabila ikan itu lepas maka disitulah tempat yang dimaksud oleh Allah swt.
Akhirnya Nabi Musa as dan muridnya Yusya ibnu Nun telah sampai di dua buah laut tersebut dan terdapat sebuah mata air. Bernama ‘Ainul Hayat’ (mata air kehidupan), merupakan tempat sebagaimana Nabi Musa AS dan muridnya tertidur lelap.
Kemudian percikan air itu mengenai ikan tersebut dan hidup di dalam kantong Yusya.
Kemudian ikan tersebut tercebur ke dalam laut yang membuat Yusya terbangun dari tidurnya namun tidak menyadari bahwa ikannya sudah tidak ada.
Ikan Membentuk Terowongan Kedalam Batu
Jalur yang dibuat oleh ikan tersebut membentuk terowongan dan air yang terpisah oleh lintasan ikan tersebut tidak kembali menyatu. Hal ini sesuai Firman Allah SWT pada ayat berikutnya.
فَلَمَّا جَاوَزَا قَالَ لِفَتَٮٰهُ ءَاتِنَا غَدَآءَنَا لَقَدۡ لَقِينَا مِن سَفَرِنَا هَـٰذَا نَصَبً۬ا
Maka ketika mereka telah melewati (tempat itu), Musa berkata kepada muridnya, “Bawalah kemari makanan kita; sungguh kita merasa letih karena perjalanan kita ini” (QS:Al-kahfi 62)
Karena tidak menyadari bahwa ikan tersebut sudah lepas, maka Nabi Musa AS kembali melanjutkan perjalannya ketempat yang cukup jauh.
Sampai akhirnya beristirat kembali karena merasa letih menempuh jarak yang jauh dari tempat ikan itu lepas.
Nabi Musa AS Meminta Muridnya Menyiapkan Makanan
Kemudian Nabi Musa as memerintahkan kembali kepada muridnya untuk membawa makanan (bekal) karena merasa letih dan lapar.
قَالَ أَرَءَيۡتَ إِذۡ أَوَيۡنَآ إِلَى ٱلصَّخۡرَةِ فَإِنِّى نَسِيتُ ٱلۡحُوتَ وَمَآ أَنسَٮٰنِيهُ إِلَّا ٱلشَّيۡطَـٰنُ أَنۡ أَذۡكُرَهُ ۥۚ وَٱتَّخَذَ سَبِيلَهُ ۥ فِى ٱلۡبَحۡرِ عَجَبً۬ا
Muridnya menjawab “Tahukah engkau ketika tempat berlindung dan istirahat di batu tadi, maka aku lupa (untuk menceritakan) ikan itu dan tidak ada yang membuat aku lupa kecuali syaitan, dan (ikan) itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang tidak seperti biasanya (aneh sekali).” (QS: Al-Kahfi 63)
Di dalam ayat ini Allah swt menjelaskan bahwa Yusya ibnu Nun menjelaskan secara jujur kepada Nabi Musa.
Bahwa ikan yang di bawa itu secara tiba-tiba hidup dan kemudian tercebur kelaut di tempat peristirahat (batu). Sebagaimana mata air kehidupan itu berada, dengan cara berenang yang aneh.
Tetapi Yusya ibnu Nun lupa menceritakannya karena syaitan yang melupakannya untuk bercerita kepada Nabi Musa as.
قَالَ ذَٲلِكَ مَا كُنَّا نَبۡغِۚ فَٱرۡتَدَّا عَلَىٰٓ ءَاثَارِهِمَا قَصَصً۬ا
Musa as berkata: “Itulah (tempat) yang kita cari selama ini”. Lalu keduanya memutuskan kembali ke tempat semula, mengikuti jejak mereka semula. (QS:Al-kahfi 64)
mendengarkan jawaban dari muridnya itu, Nabi Musa AS sangat gembira karena telah menemukan tempat keberadaan Nabi Khidir AS. Kemudian Nabi Musa AS beserta muridnya kembali menyusuri jalan yang pernah mereka lalui sebelumnya.
Bertemunya Musa AS dengan Khidir as
فَوَجَدَاعَبْدًامِّنْ عِبَادِنَاآتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِندِنَاوَعَلَّمْنَاهُ مِن لَّدُنَّاعِلْمًا
Lalu Musa as dan muridnya bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami (ilmu Laduny) . (QS:Al-Kahfi 65)
Ayat ini menjelaskan bahwa setelah Nabi Musa dan Muridnya kembali tempat peristirahatan (batu besar) tempat hilangnya ikan, maka Nabi Musa bertemu dengan seseorang yang sedang berselimut kain putih bersih, dial ah Nabi Khidir AS.
Sebagaimana yang di dalam ayat ini bahwa Nabi Khidir AS adalah Nabi yang memiliki ilmu yang sangat tinggi. Karena telah Allah SWT langsung berikan kepadanya, yang tidak diberikan kepada Nabi Musa AS.
قَالَ لَهُ مُوسَى هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَى أَن تُعَلِّمَنِ مِمَّاعُلِّمْتَ رُشْدًا
Musa AS berkata kepada Khidir AS : “Bolehkah aku mengikuti kamu untuk mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?” (QS: Al-Kahfi 66)
Melalui ayat ini Nabi Musa as meminta Nabi Khidir untuk menjajarinya Ilmu yang bermanfaat dan amal sholeh.
Selain itu sikap hormat dan penuh kesopanan Nabi Musa AS tatkala berhadapan dengan Nabi Khidir as.
Nabi Khidir AS, Awalnya Menolak Nabi Musa AS
قَالَ إِنَّكَ لَن تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا
Khidir as menjawab : “Sungguh kamu tidak akan sanggup sabar bersamaku. (QS:Al-kahfi 67)
Melalui ayat ini sebagimana yang tafsir oleh Ibnu Katsir, Nabi Khidir as menjawab “bahwanya kamu tidak akan kuat mengikutiku karena ada perbuatan dari ku yang bertentangan dengan syariatmu.
Karena allah swt telah memberikan ilmu kepada ku yang tidak kamu dapatkan sebagaimana Allah SWT telah memberikan ilmu kepada mu yang kudapatkan.
Kita telah mendapatkan perintah masing-masing yang harus kita lakukan, bagaimana kamu bisa mengikuti ku.
Kemampuan Nabi Khidir AS meramalkan sikap Nabi Musa AS adalah berkat ilmu laduny dan nubuwah pemberian Allah SWT.
وَكَيْفَ تَصْبِرُعَلَى مَالَمْ تُحِطْ بِهِ خُبْرً
Dan bagaimana kamu (Musa as) mampu sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai ilmu yang cukup tentang hal itu?” (QS.: Al-kahfi 68)
Selanjutnya Nabi Khidir as menambahkan bahwa ketidak sabaran Nabi Musa AS adalah adanya ketidaksamaan.
Antara perbuatan nabi Khidir secara lahirlah dengan syariat Nabi Musa AS, sehingga hal ini dianggap bentuk penentangan dan akhirnya mengakibatkan ketidaksamaan menyertai Nabi Khidir as.
قَالَ سَتَجِدُنِي إِن شَاءاللَّهُ صَابِرًاوَلَاأَعْصِي لَكَ أَمْرً
Musa AS berkata: “Insya Allah kamu (Khidir as) akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan membantahmu dalam sesuatu urusanpun”.(QS. Al-kahfi 69)
Nabi Musa as menggantungkan jawabannya kepada kehendak Allah swt hal ini bisa kita pahami dengan kata in sha allah yang diucapkan oleh beliau.
Karena merasa tidak yakin akan kemampuan dirinya di dalam menghadapi segala sesuatu.
Hal ini merupakan kebiasaan yang mulia oleh para nabi dan para wali Allah. Yaitu menyerahkan segala urusan hanya kepada Allah semata. Karena merasa tidak percaya terhadap dirinya sendiri walaupun hanya sekejap. (tafsir jallayn)
Persyaratan Nabi Khidir as Untuk Nabi Musa as
قَالَ فَإِنِ ٱتَّبَعۡتَنِى فَلَا تَسۡـَٔلۡنِى عَن شَىۡءٍ حَتَّىٰٓ أُحۡدِثَ لَكَ مِنۡهُ ذِكۡرًا
Khidir AS berkata, “Jika engkau mengikutiku, maka janganlah engkau bertanya kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku menerangkannya kepadamu.”(QS. Al Kahfi 70)
Kemudian Nabi Khidir AS menerima Nabi Musa AS sebagai muridnya seraya berpesan:
“Jika kamu bersamaku, maka jangan pernah bertanya tentang apa yang akan aku lakukan dan rahasianya, sampai aku sendiri yang akan menjelaskan kepadamu.
Jangan pernah menegur perbuatan yang tidak engkau benarkan, sampai aku sendiri yang akan menjelaskan keadaan yang sebenarnya. Nabi Musa AS menerima persyaratan itu.
Peristiwa Melubangi Perahu
فَانطَلَقَا حَتَّى إِذَا رَكِبَا فِي السَّفِينَةِ خَرَقَهَا قَالَ أَخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا إِمْرًا
“Maka berjalanlah keduanya (Musa as dan Khidir as) , hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhr melubanginya. Musa AS berkata: “Mengapa kamu melubangj perahu itu akan berakibat menenggelamkan penumpangnya?” Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang amat besar”.(QS:Al-kahfi 71)
Di dalam ayat ini Nabi Khidir AS dan Nabi Musa AS berjalan pada tepi pantai dan menaiki perahu.
Namun tiba-tiba, Nabi Khidir AS melobangi kapal tersebut dengan cara mencabut satu keping papan dengan menggunakan kapak, pada saat perahu berada di tengah ombak yang besar.
Melihat kejadian ini, kemudian Nabi Musa AS bertanya kepada Nabi Khidir as:” mengapa kamu lubang perahu ini yan akibatnya akan menenggelamkan seluruh penumpangnya? “
Sungguh kamu telah melakukan kekeliruan yang sangat besar. Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa atas izin Allah swt air laut tidak masuk kedalaman perahu tersebut.
قَالَ أَلَمْ أَقُلْ إِنَّكَ لَن تَسْتَطِيعَ مَعِىَ صَبْرًا
Dia (Khidhr as) berkata: “Bukankah aku telah berkata kepada mu: “Sesungguhnya kamu tidak akan mampu bersabar bersama dengan aku”. (QS:Al-kahfi Kahfi 72)
Mendengar perkataan Nabi Musa AS kemudian Nabi Khidir AS mengingatkan akan persyaratan sebelumnya.
Nabi Khidir AS menegaskan bahwa sesungguhnya engkau tidak akan mampu sabar bersamaku. Mendengar perkataan itu Nabi Musa AS menyadari kesalahannya dan kemudian meminta maaf kepada Nabi Khidir.
Permohonan Maaf Nabi Musa AS
Seraya berkata:”maafkanlah aku jangan kau hukum aku atas kekhilafanku menanyakan sesuatu kepadamu sebelum kamu menjelaskan yang sebenarnya. Dan jangan engkau membebani aku dengan kesulitan yang tidak dapat ku Pukul dalam urusan ku, yakni keinginanku untuk belajar bersamamu tentang ilmu yang Allah ajarkan kepadamu. (tafsir as-sa’di)
قَالَ لَا تُؤَاخِذْنِى بِمَا نَسِيتُ وَلَا تُرْهِقْنِى مِنْ أَمْرِى عُسْرًا
Musa as berkata: “Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu memberikan beban kepada ku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku”.(QS:Al-Kahfi 73)
Kesalahan yang dilakukan oleh Nabi Musa as adalah karena faktor lupa. Oleh karena itu Nabi Musa AS meminta untuk tidak di hukum atas kesalahan yang pertama ini.
Nabi Musa AS memadukan antara pengakuan serta alasan, maka atas pengakuan ini Nabi Khidir AS memaafkan Nabi Musa AS. (Tafsir Al-Wajiz).
فَٱنطَلَقَا حَتَّىٰٓ إِذَا لَقِيَا غُلَٰمًا فَقَتَلَهُۥ قَالَ أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةًۢ بِغَيْرِ نَفْسٍ لَّقَدْ جِئْتَ شَيْـًٔا نُّكْرًا
Maka berjalanlah keduanya; hingga keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidir as membunuhnya. Musa as berkata: “Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih (belum baligh) , bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu (Khidir as) telah melakukan suatu yang mungkar”.(QS: Al-kahfi 74)
Peristiwa Membunuh Anak Lelaki
Setelah mereka turun dari kapal kemudian mereka menuju pantai. Lalu mereka melihat seorang anak yang belum dewasa bermain bersama teman-teman, kemudian Nabi Khidir as membunuhnya.
Melihat kejadian ini Nabi Musa AS kaget. Kemudian berkata: “Mengapa engkau membunuh jiwa yang suci padahal tak ada yang kesalahan yang dia perbuat? Engkau telah melakukan sesuatu yang sangat mungkar”. Ada yang berpendapat cara Khidir membunuh anak tersebut yaitu dengan cara di cabut kepalanya,
قَالَ أَلَمْ أَقُل لَّكَ إِنَّكَ لَن تَسْتَطِيعَ مَعِىَ صَبْرًا
Khidir as berkata: “Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan mampu bersabar bersamaku?” (QS:Al-kahfi 75)
Untuk kedua kalinya Nabi Musa as melakukan kesalahan. Oleh karena Nabi Khidir AS mengulangi peringatannya dengan nada yang tegas karena Khidir menambahkan lafadz (لك) seraya berkata: “Bukankah sudah kukatakan, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan pernah sabar bersamaku atas perbuatanku?”.
قَالَ إِن سَأَلْتُكَ عَن شَىْءٍۭ بَعْدَهَا فَلَا تُصَٰحِبْنِى ۖ قَدْ بَلَغْتَ مِن لَّدُنِّى عُذْرًا
Musa as berkata: “Jika aku bertanya kepadamu tentang suatu hal sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memberikan izin kepada aku untuk menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan toleransi padaku”. QS: Al-kahfi 76).
Komitmen Nabi Musa AS
Maksud Nabi Musa as adalah janganlah memperbolehkan aku menyertaimu lagi jika aku telah melanggar aturanmu sebanyak tiga kali. Ucapan ini keluar dari seseorang yang sangat menyesal akan kesalahannya.
فَٱنطَلَقَا حَتَّىٰٓ إِذَآ أَتَيَآ أَهْلَ قَرْيَةٍ ٱسْتَطْعَمَآ أَهْلَهَا فَأَبَوْا۟ أَن يُضَيِّفُوهُمَا فَوَجَدَا فِيهَا جِدَارًا يُرِيدُ أَن يَنقَضَّ فَأَقَامَهُۥ ۖ قَالَ لَوْ شِئْتَ لَتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًا
Kemudian keduanya berjalan; hingga keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, kemudian mereka (Khidir as dan Musa as) minta dijamu kepada penduduk negeri itu.
Tetapi tidak ada yang mau memberikan jamuan kepada mereka (Musa as dan Khidir as) , kemudian keduanya menemukan di negeri itu terdapat dinding rumah yang hampir roboh.
Maka Khhidir menegakkan dinding itu. Musa berkata: “apabila kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu”. (QS: Al-kahfi 77)
Melihat kejadian itu Nabi Musa merekomendasikan kepada Nabi Khidir AS untuk meminta upah. Sehingga dengan upah tersebut bisa membeli makanan untuk dimakan.
Perpisahan Nabi Musa AS dengan Nabi Khidir AS
قَالَ هَٰذَا فِرَاقُ بَيْنِى وَبَيْنِكَ ۚ سَأُنَبِّئُكَ بِتَأْوِيلِ مَا لَمْ تَسْتَطِع عَّلَيْهِ صَبْرًا
Khidir as berkata: “Inilah perpisahan aku dengan kamu; kelak aku akan memberitahu kamu tujuan dari perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. (QS:Al-kahfi 78)
Pada saat itulah, Nabi Musa AS tidak menepati apa yang dia ucapkan. Dan Nabi Khidir AS meminta pamit kepadanya.
Namun sebelumnya Nabi Khidir as akan menjelaskan alasan serta tujuan dari perbuatan-perbuatan yang telah diingkari oleh Nabi Musa as yang mengakibatkan ketidak sabarannya menyertai Nabi Khidir as.
أَمَّا ٱلسَّفِينَةُ فَكَانَتْ لِمَسَٰكِينَ يَعْمَلُونَ فِى ٱلْبَحْرِ فَأَرَدتُّ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَآءَهُم مَّلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا
Adapun bahtera (perahu) itu adalah milik orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera (perahu) . (QS: Al-kahfi 79)
Maksud Melubangi Kapal
Ayat ini menjelaskan bahwa maksud dari Nabi Khidir AS melubangi kapal adalah sesungguhnya kapal itu adalah kepunyaan orang-orang yang membutuhkan.
Orang-orang yang tidak memiliki sesuatu yang bisa mencukupi kebutuhan mereka yang bekerja di laut untuk mencari nafkah.
Oleh karena itu Nabi Khidir as melubangi kapal tersebut, supaya kapal tersebut dianggap tidak layak untuk diambil oleh seorang raja yang dzalim.
وَأَمَّا ٱلْغُلَٰمُ فَكَانَ أَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ فَخَشِينَآ أَن يُرْهِقَهُمَا طُغْيَٰنًا وَكُفْرًا
Dan adapun anak muda itu, memiliki kedua orang tuanya seorang mukmin, dan kami khawatir bahwa anak muda itu akan mendorong orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. (QS:Al-kahfi 80)
Tujuan Membunuh Anak Kecil
Adapun alasan kenapa Nabi Khidir as membunuh anak tersebut, karena kedua orang tuanya adalah seorang mukmin, sedangkan anak tersebut adalah seorang kafir. Sesudah dewasa nanti anak tersebut akan menyeret kedua orang tuanya menuju kekafiran dan peningkatan kepada Allah karena kecintaan orang tuanya kepada anak tersebut. Sehingga dengan membunuhnya Nabi Khidir as berharap Allah akan mengaruniakan anak yang sholeh yang lebih baik dari anak itu dan berbakti kepada orang tuanya. Sebagaimana Allah swt sampai di dalam ayat berikutnya.
فَأَرَدْنَآ أَن يُبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًا مِّنْهُ زَكَوٰةً وَأَقْرَبَ رُحْمًا
Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka menggantikan bagi mereka anak lain yang lebih baik kesuciannya dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya). (QS: Al-Kahfi 81)
وَأَمَّا ٱلْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَٰمَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِى ٱلْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُۥ كَنزٌ لَّهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَٰلِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَن يَبْلُغَآ أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنزَهُمَا رَحْمَةً مِّن رَّبِّكَ ۚ وَمَا فَعَلْتُهُۥ عَنْ أَمْرِى ۚ ذَٰلِكَ تَأْوِيلُ مَا لَمْ تَسْطِع عَّلَيْهِ صَبْرًا
Maksud Memperbaiki Dinding Rumah
Adapun dinding rumah yang hampir roboh itu adalah milik dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh.
Maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan apa yang aku perbuat bukanlah kemauan ku sendir. Demikianlah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya”. (QS : Al-kahfi 82).
Rumah yang dindingnya ditegakkan oleh Nabi Khidir as adalah milik dua orang anak yatim di kota tersebut.
Ayah dari anak itu adalah orang sholeh. Allah telah mengeluarkan kepada Nabi Khidir as untuk memperbaiki rumah tersebut karena dibawahnya ada harta berupa emas peninggalan ayahnya.
Allah menghendaki kedua anak itu mencapai usia dewasa dan mengeluarkan harta dibawah dinding itu. Seluruh tindakan yang dilakukan oleh Nabi Khidir as adalah petunjuk yang diilhamkan Allah kepadanya, yang membuat Nabi Musa as tidak dapat sabar untuk bertanya.
Hikmah Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir as
- Ketaatan kita kepada perintah Allah SWT adalah hal yang mutlak yang tidak bisa ditawar-tawarkan lagi dalam berbagai macam argumentasi, karena tugas kita setelah beriman kepada Allah swt adalah Sami’na wa atho’na.
- Keikhlasan dan keseriusan di dalam menjalankan perintah dan petunjuk Allah swt merupakan kunci kesuksesan di dalam mencapai tujuan hidup kita.
- Adab seorang murid kepada seorang guru harus benar-benar dijaga, karena keberkahan ilmu yang didapat bersumber dari kemuliaan seorang guru dihadapkan muridnya.
- Seorang murid tidak diperkenankan membantah pendapat seorang guru sebelum guru tersebut menjelaskan terlebih dahulu, maka ke sabaran dan menganggap rendah dihadapan guru prinsip dasar di dalam belajar.
- Berapa banyak sekarang pelajar yang ketika mengenyam pendidikan tinggi namun ilmunya tidak berkah, karena salah satunya sikap tidak hormat dan sopan kepada seorang guru.
- Kisah inspirasi Nabi Musa as dan Nabi Khidir as semoga menjadi spirit bagi generasi Islam di dalam belajar untuk mempersiapkan diri menggapai impian dimasa yang akan datang.
Referensi
- Tafsir Al-Qur’an Al-Al-Azhim Ibnu katsir
- Tafsir As-sa’di, Syaikh Abdurrahman Bin Nashir As-Sa’adi
- Al-Mukhtashar (Tafsir), Markaz Tafsir Riyadh,
- Tafsir Al-Wajiz, Syaikh Prof.Dr. Wahbah az-Zuhaili