Palu Sidang

Ketukan Palu Sidang: Sejarah Awal dan Arti Jumlah Ketukan Palu

Diposting pada

Ketukan Palu dalam sidang sudah tidak asing lagi dewasa ini dan hampir setiap persidangan di berbagai negara selalu menggunakan palu.

Beritaku.id, Organisasi dan Komunikasi – Namun banyak yang belum tahu sejarah penggunaan palu sebagai properti dalam sebuah sidang. artikel berikut ini akan membahas segala hal tentang palu sidang

Oleh: Riska Putri (Penulis Organisasi dan Komunikasi)

Ketukan palu hakim saat sidang hukum berlangsung menandai di mulainya babak baru dalam hidup si pesakitan yang tengah menunggu keputusan.

Setelah suara debuman palu itu menggema di seisi ruang sidang, si pesakitan akan tau, keadaan apa yang menunggunya di depan: hidup bebas atau menanggung hukuman.

Palu Besar
Palu Besar, Berbeda Dengan palu Sidang (Foto: AliExpres)

Dalam organisasi, sidang juga kerap di selenggarakan untuk memutuskan suatu kebijakan baru sebagai hasil dari musyawarah.

Sidang seperti ini biasanya di laksanakan rutin dalam bentuk kongres atau kondisional untuk memutuskan suatu permasalahan yang genting.

Kali ini, kita akan mengulas segala hal yang berkaitan dengan palu sidang dalam konteks organisasi. Apakah arti ketukan palu, aturan, serta sejarah penggunaannya dalam sidang? Berikut ini pembahasannya.

Pengertian Ketukan Palu Sidang

Persidangan merupakan salah satu media untuk memutuskan suatu perkara dengan seadil-adilnya.

Dalam proses sakral tersebut, para ahli berkumpul untuk memberikan pandangan terhadap perkara yang sedang di persidangkan.

Dalam sidang hokum, pihak yang tertuduh dan pihak yang di rugikan akan menyodorkan fakta-fakta untuk memperoleh keadilan.

Sosok yang menempati posisi tertinggi dalam suatu persidangan adalah hakim.

Karena, ialah yang menjadi pemberi keputusan final terhadap permasalahan yang di sengketakan.

Dan keputusan itu menjadi mutlak berlaku setelah sang hakim mengetukkan palu sidang. Hentakan palu kayu berukuran 7,5 x 7,5 x 6 cm itu pun sanggup mengubah arah hidup seseorang.

Setali tiga uang dengan persidangan dalam organisasi, di pukulnya palu sidang menandai di tetapkannya keputusan final oleh hakim.

Setelah itu, tidak ada lagi sanggahan yang akan di terima oleh hakim.

Umumnya, pengetukkan palu sidang juga menandai berakhirnya sebuah proses persidangan.

Presidium sidang akan menandatangani lembar berita acara yang berisi butir-butir keputusan sidang, lalu hadirin di persilahkan meninggalkan ruang sidang.

Namun tentunya, setiap manusia memiliki kekurangan dan ketidaksempurnaan yang dapat menyebabkan ia salah mengambil keputusan.

Tak terkecuali seorang hakim. Maka dari itu, jika ada pihak-pihak yang tidak puas dengan keputusan sidang tersebut, mereka dapat mengajukan sidang banding.

Baca Juga Beritaku: ORARI Dan RAPI : Pengertian dan Perbedaan Diantara Keduanya

Jenis dan Jumlah Ketukan Palu Sidang

Proses persidangan umumnya memakan waktu yang panjang, karena hakim harus mendengar pendapat, bukti, dan penilaian setiap orang. Hal ini di lakukan agar tercapainya kata “adil” yang di harapkan semua pihak yang terlibat.

Seorang hakim juga biasanya membutuhkan waktu lama untuk mempertimbangkan keputusannya.

Tak heran, karena keputusan apapun itu pasti akan berdampak pada hidup orang banyak.

Segala tanya, asa, dan kecemasan akan menemukan ujungnya saat keputusan sidang di bacakan, lalu palu sidang di ketuk.

Kata “adil”-pun akan menampakkan wujudnya, entah dalam bentuk hukuman, pembebasan, kebijakan, atau butir-butir keputusan lainnya.

Sebagai sebuah perlambang keadilan, ketukan palu sidang memiliki arti yang spesifik dan tidak main-main.

Palu Pemecah Batu
Palu Sidang Dalam Hal Tertentu Memiliki Persamaan Dengan Palu Pemecah Batu: Memecahkan.

Seorang hakim tidak serta merta dapat mengetukkan palu sidang sekehendak hatinya. Namun, ia harus mengikuti aturan yang berlaku.

Terdapat aturan umum yang berlaku di seluruh dunia mengenai ketukan palu sidang. Aturan tersebut mengatur arti dari jumlah ketukan palu sidang dan kapan palu itu boleh di jatuhkan.

Arti jumlah ketukan palu sidang antara lain:

1 Kali Ketukan Palu

Bagai kalimat yang singkat, padat, dan jelas, palu sidang yang di ketukan sebanyak 1 kali memiliki arti yang tegas.

Jenis ketukan ini juga menandai hal-hal penting selama proses sidang berlangsung. Namun ternyata ia mengandung banyak makna dan hanya di lakukan pada waktu tertentu. Berikut ini arti 1 ketukan palu sidang:

Sebagai Tanda Serah Terima Jabatan Pimpinan Sidang

Arti pertama dari 1 ketukan palu sidang adalah serah terima pimpinan sidang. Dalam konteks organisasi, proses sidang biasanya dibuka oleh 3 orang presidium sementara.

Mereka dapat di pilih secara aklamasi atau voting oleh anggota organisasi sebelum sidang berlangsung.

Presidium sementara akan membuka sidang, memberikan kata-kata sambutan, kemudian memimpin proses pemilihan presidium tetap.

Para anggota organisasi dapat mengusulkan, menunjuk, atau melakukan voting untuk menentukan anggota presidium tetap.

Proses ini tak jarang berlangsung cukup lama, karena anggota presidium tetap haruslah seseorang yang adil, bijak, dan cerdas dalam memahami permasalahan.

Kemudian setelah semua anggota sepakat tentang siapa sosok yang menduduki posisi sebagai presidium tetap, ketua presidium sementara akan memukul palu sidang sebanyak 1 kali sebagai tanda penyerahan jabatannya.

Lalu ketua presidium tetap akan memukul palu sidang 1 kali sebagai tanda di terimanya posisi sebagai pimpinan sidang. Maka sidang organisasi pun resmi di mulai.

Menetapkan dan Mencabut Skorsing Singkat

Pihak-pihak yang terlibat dalam sidang seringkali memiliki pendapat yang berbeda-beda, sebagaimana lazimnya manusia.

Jamak terjadi pula, masing-masing pihak yang berbeda pendapat ini sangat keras dalam memegang prinsipnya sehingga persidangan menemui jalan buntu. Karena mereka tidak mau mengalah atas tuntutannya

Di saat seperti ini, hakim dapat mengetukkan palu 1 kali sebagai tanda penetapan skors.

Namun skors itu hanya boleh berlangsung singkat, yaitu maksimal 15 menit. Sehingga semua peserta sidang tidak perlu meninggalkan ruang sidang.

Waktu ini dapat di gunakan oleh pihak-pihak yang berseteru untuk melakukan lobbying.

Apapun hasilnya, lobbying itu harus berakhir ketika hakim mengetukkan palu sidang 1 kali lagi sebagai tanda di cabutnya skorsing.

Peringatan kepada Peserta Sidang

Perbedaan pendapat juga tak jarang membuat peserta sidang tersulut emosinya.

Nada bicara meninggi, gestur menantang, hingga gebrakan kursi atau meja pun dapat terjadi.

Kondisi tidak mengenakkan itu dapat menciptakan atmosfer yang tidak kondusif di ruang sidang sehingga peserta sidang tidak fokus dan tidak nyaman.

Ketika perselisihan kian meruncing dan mengarah pada tindakan yang tak pantas, hakim dapat mengetukkan palu sidang 1 kali sambil melontarkan kalimat peringatan.

Debuman kencang palu di harapkan dapat memberikan shock therapy sehingga para pihak yang berseteru meredam emosi.

Peringatan juga dapat di keluarkan oleh hakim ketika peserta sidang riuh mengobrol atau terlalu berisik.

Tujuannya sama yaitu menjaga agar suasana sidang tetap kondusif.

2 Kali Ketukan Palu

Ketukan palu sebanyak dua kali menandai berawal dan berakhirnya skorsing yang berlangsung cukup lama.

Batas waktu skorsing ini dapat di tetapkan oleh hakim, namun umumnya berkisar 30 menit.

Pada skorsing ini, peserta sidang di persilahkan meninggalkan ruangan. Tak hanya lobbying, waktu jeda tersebut dapat di manfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pribadi seperti isoma, menghubungi sanak keluarga, dan lainnya.

3. Ketukan Palu

Ketukan palu sidang 3 kali memiliki makna yang sangat penting, yaitu menandai dibuka dan di tutupnya sebuah proses persidangan.

Selain itu, palu sidang juga di ketuk sebanyak 3 kali saat hakim menetapkan keputusan akhir.

Segala macam protes, sanggahan, atau pernyataan ketidakpuasan tidak akan di pertimbangkan lagi dalam sidang tersebut.

Baca Juga Beritaku: Komunikasi Organisasi: Pengertian, 16 Fungsi, 4 Jenis Arah & Contoh

Sejarah Penggunaan Palu Sidang

Ketukan Palu Sidang
Sejarah penggunaan palu dalam sidang

Praktik persidangan memiliki sejarah yang panjang. Hal ini tidak terlepas dari upaya manusia untuk mencapai kesepatakan dan memperoleh keadilan dalam berbagai perkara.

Sejarah mencatat bahwa proses persidangan modern telah berlangsung di Inggris sejak tahun 1480-an.

Meski tidak serumit dan seobjektif persidangan di masa sekarang, forum tersebut sangat di hormati oleh masyarakat karena memiliki kekuatan yang keras mengikat.

Bagaimana tidak? Hakim dalam persidangan kala itu di tunjuk langsung oleh raja.

Sehingga pembangkangan atau penolakan terhadap putusan hakim berarti pemberontakan terhadap raja.

Perkara yang di sidangkan seputar pembayaran sewa. Jika penyewa tidak mampu membayar sewa, ia dapat pergi ke pengadilan lahan (land-court) untuk mengajukan pembayaran dalam bentuk lain.

Contohnya seperti hewan ternak atau gandum.

Hal ini memunculkan istilah “gavel” atau “gavelkind” yang berarti “sewa”. Istilah ini kemudian di gunakan untuk menyebut palu sidang dalam bahasa Inggris.

Sidang pada masa itu di laksanakan secara terbuka sehingga masyarakat bisa langsung menyaksikannya.

Pihak-pihak yang bersengketa dapat melakukan tawar menawar soal besarnya pembayaran yang di minta.

Misalnya pemilik lahan (landlord) meminta 4 ekor domba, kemudian pihak penyewa menyatakan keberatan.

Proses ini akan terus berjalan hingga jumlah dan waktu pembayaran di sepakati oleh kedua belah pihak.

Awalnya Hakim Menggunakan Gebrakan Meja Bukan Palu

Ketika mufakat itu tercapai, hakim akan menggebrak meja dengan keras sebagai tanda bahwa keputusan sudah final dan tidak dapat berubah lagi.

Penggebrakan meja itu juga di lakukan agar semua warga yang menyaksikan sidang, mendengar dan mengingat keputusan yang telah di tetapkan. Harapannya tidak terjadi sengketa lagi di kemudian hari.

Seiring waktu, para hakim mengganti gebrakan meja dengan memukulkan palu kayu untuk menghasilkan suara yang lebih nyaring.

Meski terinspirasi dari proses persidangan lahan di Inggris, ternyata pemerintah monarki itu tidak menggunakan palu dalam peradilan resminya.

Alih-alih, palu sidang jamak di gunakan di peradilan Amerika, sidang senat, acara pelelangan, hingga pertemuan umum atau sidang organisasi.

Peneliti bernama Stephen C. O’Neil mengemukakan bahwa penggunaan palu dalam pertemuan organisasi di populerkan oleh para pemimpin bangsa Amerika.

Mereka adalah George Washington, Ben Franklin, dan tokoh-tokoh lainnya yang tergabung dalam organisasi Freemason.

Bagaimana Jika Palu Sidang Patah?

Ketukan Palu Sidang
palu sebagai bagian penting dalam sebuah sidang

Insiden tak terduga bisa terjadi kapan pun dan dimana pun. Termasuk patahnya palu sidang.

Hal ini sebenarnya jarang terjadi, mengingat palu sidang umumnya dibuat dari kayu yang tebal dan kokoh.

Meski begitu peristiwa ini pernah benar-benar terjadi di Indonesia. Tepatnya pada tanggal 11 Maret 1998.

Hari itu, Soeharto dinyatakan sebagai Presiden Republik Indonesia untuk ketujuh kalinya. Alias menggenapkan kekuasaannya menjadi 32 tahun.

Kala hendak menutup sidang pengambilan sumpah jabatan Soeharto, palu yang di gunakan oleh Ketua MPR/DPR Harmoko tiba-tiba patah. Kepala palunya pun mental dan jatuh ke lantai.

Peristiwa langka ini di sebut-sebut menjadi pertanda akan lengsernya Soeharto dari tahtanya yang kemudian terjadi di tahun yang sama.

Pengetokkan palu dalam sidang sebenarnya hanya berupa gestur simbolik semata. Hakim dapat memilih untuk menggunakan palu lain yang tersedia, menggebrak meja, atau mengetuk mikrofon sebagai penggantinya.

Karena kekuatan hukum yang sesungguhnya terletak pada dokumen putusan yang di tandatangani oleh hakim atau presidium sidang.

Maka jika kamu mengalami palu sidang patah, jangan panik atau khawatir, ya! Keputusan sidang dapat tetap berlaku selama lembar putusan di sahkan secara resmi.

Baca Juga Beritaku: Perbedaan Organisasi Formal Dan Informal, Pada Lingkungan Sosial Masyarakat

Penutup

Manusia adalah makhluk yang di beri kesempurnaan akal pikiran. Karenya, mereka dapat berpendapat sesuai dengan kemampuan dan pengetahuannya masing-masing.

Namun tentunya, manusia tak selalu seiya sekata. Berbagai kejadian dan peristiwa kerap menyebabkan manusia memiliki perbedaan pendapat dan berseteru karenanya.

Oleh sebab itulah, proses peradilan di selenggarakan guna mempertemukan pendapat-pendapat yang berbeda demi mencapai keadilan bagi semua.

Pengetukkan palu sidang merupakan hal yang harus di hormati karena gestur ini dilakukan untuk menciptakan suasana sidang yang kondusif. Dari situ, diharapkan putusan yang adil dapat dilahirkan.

Daftar Pustaka

Presentasi Teknik Persidangan. Unas Diakses pada 17 Januari 2021.

How Did the Gavel End up in American Courtroom? straightdope. Diakses pada 17 Januari 2021.

Sejak Kapan Palu Masuk Ruang Sidang? Kompasiana. Diakses pada 17 Januari 2021.

Isnaeni, Henry. 2018. Isyarat Patahnya Kekuasaan Soeharto. Historia. Diakses pada 18 Januari 2021.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *